Malaysia Geger: Konglomerat GISBH Dituding Eksploitasi dan Pelecehan Ratusan Anak
Font: Ukuran: - +
Kantor pusat Global Ikhwan Services and Business (GISB) di Rawang. Foto: Reuters/Hasnoor Hussain
DIALEKSIS.COM | Kuala Lumpur - Malaysia diguncang skandal besar setelah perusahaan konglomerat ternama, Global Ikhwan Services and Business Holdings (GISBH), diduga terlibat dalam eksploitasi hingga pelecehan seksual terhadap ratusan anak.
Kasus ini mencuat setelah pihak kepolisian Malaysia meluncurkan penyelidikan besar-besaran terhadap GISBH atas berbagai dugaan kejahatan, termasuk pencucian uang, perdagangan anak, dan pelecehan seksual.
Penyelidikan ini bermula dari penggerebekan puluhan bangunan milik GISBH pada September 2024 lalu. Dalam operasi tersebut, aparat berhasil menyelamatkan lebih dari 600 anak yang diduga menjadi korban eksploitasi, penganiayaan, hingga pelecehan seksual.
GISBH diduga membentuk sebuah sekte yang memaksa para pengikutnya untuk bekerja serta memiliki banyak anak guna mengisi panti asuhan yang dikelola perusahaan. Panti asuhan tersebut kemudian dijadikan sumber pemasukan melalui penggalangan donasi, yang kabarnya digunakan untuk kepentingan pribadi para petinggi perusahaan.
Berdasarkan temuan penyelidikan, banyak anak di panti asuhan GISBH diduga lahir dari hasil pemerkosaan yang dilakukan oleh para pengikut sekte dan korban lainnya. Praktik kejahatan berkedok kemanusiaan ini disebut telah berlangsung selama puluhan tahun tanpa terendus oleh pihak berwenang.
CNN sempat mewawancarai belasan orang, termasuk mantan anggota GISBH, pengacara korban, hingga cendekiawan agama untuk menggali lebih dalam praktik yang dijalankan perusahaan tersebut.
Seorang mantan anggota GISBH mengungkapkan kepada CNN bahwa mereka dilarang melakukan kontak dengan dunia luar, termasuk menggunakan ponsel. Satu-satunya sumber informasi yang mereka dapatkan adalah saluran televisi internal yang menyebarkan ajaran Al Arqam—sekte Islam yang dilarang pemerintah Malaysia pada 1990-an karena dianggap menyimpang dari ajaran Islam ortodoks.
CNN telah menghubungi GISBH untuk meminta tanggapan terkait tuduhan ini, namun hingga kini belum menerima respons.
Hingga saat ini, polisi telah menahan dan mendakwa lebih dari 20 orang yang terkait dengan GISBH. Dalam sebuah konferensi pers, Inspektur Jenderal Polisi Malaysia, Razarudin Husain, mengungkapkan bahwa anak-anak korban mengalami kekerasan fisik, gizi buruk, serta eksploitasi tenaga kerja.
"Pemeriksaan terhadap 392 anak menunjukkan bahwa mereka mengalami kekerasan fisik maupun emosional. Bahkan, beberapa di antaranya menjadi korban pelecehan seksual dari pengasuh mereka sendiri dan dipaksa melakukan sodomi terhadap anak-anak lain," ujar Husain.
Pasca-penggerebekan, restoran, toko kelontong, dan binatu yang dikelola GISBH ditutup. Logo perusahaan dicopot, akun media sosial mereka menghilang, dan beberapa anggota kelompok ini melarikan diri ke kampung halaman masing-masing, menunggu instruksi lebih lanjut dari para pemimpin mereka.
Saat menggeledah rumah-rumah yang terkait dengan petinggi GISBH, polisi menemukan puluhan buku dan foto yang berhubungan dengan Ashaari Muhammad, pendiri Al Arqam. Sejumlah barang bukti lainnya bahkan ditemukan terkubur di dasar sungai dengan halaman yang tertutup lumpur.
Dalam materi promosi mereka, GISBH mengklaim bahwa perusahaan ini didirikan oleh Ashaari untuk mengembangkan cara hidup Islam dalam berbagai aspek, termasuk pendidikan, seni dan budaya, serta peternakan.
Sebelum penggerebekan, GISBH mengelola sekitar 100 panti asuhan yang menampung ribuan anak dan pemuda. Berdasarkan informasi dari mantan anggota serta situs resmi perusahaan, GISBH mengklaim memiliki lebih dari 3.000 pekerja di seluruh Malaysia. [cnnindonesia]