Kolombia Mengakui Kedaulatan Palestina, Israel Berang
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM I Bogota - Pemerintah Kolombia telah mengakui kenegaraan Palestina, hal ini diungkapkan oleh Presiden Juan Manuel Santos satu minggu menjelang akhir tugasnya sebagai presiden.
Menurut surat berbahasa Spanyol yang dilihat oleh Bloomberg News di Bogota. Santos memutuskan untuk mengakui Palestina sebagai negara merdeka dan berdaulat. Dan surat itu ditujukan kepada Menteri Luar Negeri Palestina, Riad Malki di kota Ramallah, Tepi Barat.
Seperti yang disampaikan oleh menteri urusan luar negeri baru Carlos Trujillo kepada wartawan, Pemerintahan Santos juga ikut menyampaikan putusannya tersebut kepada pemerintahan mendatang, Presiden Ivan Duque, sebelum meninggalkan jabatannya tersebut.
"Pemerintah Duque akan memeriksa dengan hati-hati implikasi dari keputusan tersebut, dan mencari cara untuk mempertahankan hubungan kerjasama dengan teman-teman dan sekutunya", kata Trujillo.
Sementara itu, Malki mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Santos mengatakan kepadanya bahwa Duque menyetujui keputusannya itu. Dokumen itu juga menyerukan negosiasi langsung untuk mengakhiri konflik Israel-Palestina.
Surat itu dikirim beberapa hari sebelum Santos meninggalkan kantor bersama dengan Holguin pada 7 Agustus, tanggal di mana Duque dilantik sebagai presiden.
Sehari setelah surat yang mengakui kenegaraan Palestina ditulis, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berang dan akhirnya membatalkan rencana perjalanan ke Kolombia untuk menghadiri pelantikan Duque.
Netanyahu, menunggu sehari penuh setelah pengungkapan surat itu pada hari Rabu sebelum memberikan tanggapan. "Kami terkejut oleh berita di media dan sedang menunggu untuk menerima penjelasan dari pemerintahan baru yang memeriksa masalah ini," kata Kementerian Luar Negeri dalam pesan teks.
Netanyahu mengatakan pada prinsipnya dia mendukung negara Palestina, tetapi hanya negara demiliterisasi yang akan mengakui Israel sebagai negara Yahudi. Dan kondisi tersebut ditolak oleh Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas. Karena hal inilah kedua pihak tidak berhasil mencapai kesepakatan damai selama 25 tahun terakhir. (bloomberg)