DIALEKSIS.COM | Nashville - Di sela-sela kesibukan konferensi akademik di Vanderbilt University, Edwar M. Nur memilih berjalan kaki bukan untuk mencari tempat tenang mengerjakan makalah, melainkan untuk mendengarkan kota. Dari museum musik hingga deretan bar di Broadway, perjalanan singkat itu mengubah istirahat konferensi menjadi pengalaman yang, menurutnya, “membuka telinga dan ingatan pada denyut musik Amerika.”
“Dari pusat kota mulai dari museum musik kami mulai menyusuri jalanan kota melewati Bridgestone Arena ibu kota Tennessee terasa bukan sekadar kota, tapi irama yang hidup,” kata Edwar, saat menceritakan petualangannya. Kalimat itu menggambarkan kesan pertama yang kerap disampaikan pengunjung: Nashville memang bukan hanya tempat lahir album, melainkan sebuah kota yang bernapas lewat nada.
Edwar tiba di Nashville pada sore yang hangat. Setelah meninggalkan kawasan kampus yang tenang, ia menyusuri jalan-jalan berkerikil menuju Country Music Hall of Fame museum yang menjadi titik awal wawasannya tentang sejarah panjang yang menambatkan julukan “Music City” pada kota ini.
“Di dalam museum, ada benda-benda yang terasa seperti saksi bisu gitar, manuskrip lagu, foto-foto tua. Kamu seperti bisa mendengar gema para penulis lagu saat menapaki lorong-lorong itu,” ujarnya.
Sejarah panjang itu bukan sekadar catatan. Menurut Edwar, kisah WSM dan siaran Grand Ole Opry pada 1925 turut menancapkan akar budaya yang kemudian berkembang melahirkan genre, nama, dan industri. Namun lebih dari itu, Nashville kini menjadi rumah bagi blues, gospel, rock, pop, dan jazz sebuah persimpangan kreativitas yang membuat setiap sudut kota menawarkan nada berbeda.
Di malam hari, Broadway berubah rupa: lampu neon, penonton yang bercampur usia, dan panggung-panggung kecil yang berbaris seperti gerombolan suara. Edwar mengingat malam di mana ia berhenti di sebuah bar bergaya klasik papan kayu, meja-meja kecil, dan seorang pemain gitar yang seolah mengundang percakapan.
“Ada ritme yang tidak pernah berhenti: hentakan drum, petikan bass, dan suara pengunjung yang ikut bernyanyi. Setiap bar punya cerita sendiri, tapi semuanya berbicara dalam bahasa musik,” katanya.
Music Row menjadi tujuan berikutnya. Kawasan ini, jantung industri rekaman kota, menyimpan studio-studio yang pernah menjadi tempat lahir lagu-lagu legenda. Edwar melangkah pelan di trotoar yang sama tempat banyak penulis lagu handal menulis bait demi bait.
“Kamu berjalan di antara gedung-gedung sederhana yang menyimpan jutaan cerita. Di sinilah lagu lahir; di sini pula karier besar dimulai,” ia memandang.
Selain panggung dan studio, pengalaman kuliner juga mengisi catatan perjalanannya. Edwar tak lupa mencicipi hidangan khas setempat sebuah piring hot chicken yang pedasnya mengejutkan, kopi di kedai kecil dekat kampus, dan dessert yang ia nikmati sambil menonton pertunjukan jalanan. Momen-momen kecil semacam itulah yang menurutnya memberi warna lebih pada perjalanan: “Musik bukan hanya terdengar, tapi juga terasa di makanan, kebisingan, dan bahkan dalam cara orang lalu-lalang.”
Edwar juga menyempatkan diri mengamati bagaimana kota memaknai musik sebagai identitas. Di Ryman Auditorium, yang pernah menjadi panggung penting bagi Grand Ole Opry, suasana bersemangat sekaligus sakral menyatu.
Edwar M. Nur di Nashvile, Tennessee - Amerika serikat. [Foto: doc pribadi]“Saat lampu redup dan satu demi satu lagu dimainkan, kamu memahami mengapa tempat seperti ini tak sekadar gedung ia adalah ruang memori kolektif,” ucapnya penuh penghayatan.
Dalam perjalanannya, Edwar bertemu musisi lokal dan penulis lagu yang sedang mencoba peruntungan. Percakapan singkat itu memberi kesan bahwa Nashville masih menjadi magnet bagi pencari suara. “Ada kesan bahwa setiap orang di sini dari pelayan bar sampai pengamen jalanan memikul cerita dan lagu yang berpotensi menjadi sesuatu,” ia mencatat.
Menutup hari, Edwar duduk sejenak di tepi sungai Cumberland, menatap lampu kota yang memantul samar. Ia menyimpulkan: Nashville adalah bukti hidup bahwa musik bisa menjadi jiwa kota.
“Musik di sini bukan sekadar hiburan. Ia adalah identitas, pekerjaan, dan doa bagi banyak orang. Bahkan ketika kamu datang untuk konferensi akademik, kota ini dengan mudah mengundangmu untuk belajar hal lain tentang bagaimana budaya dan karya saling memelihara,” kesannya.
Edwar menegaskan dipenutup cerita perjalannya sebuah gagasan sederhana namun kuat yakni Nashville mengajarkan bahwa sebuah kota dapat berbicara lewat nada dan bagi mereka yang bersedia mendengarkan, kota itu memberi pelajaran berharga tentang akar, kreativitas, dan komunitas. [arn]