Nurchalis: ISMI Aceh Menjadi Jembatan bagi Pengusaha dan Pemerintah
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM - Dunia usaha di Aceh masih jelas ke mana arahnya hingga kini. Namun pemerintah sedang memacu pertumbuhan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan Industri Kecil Menengah (IKM) dengan membuka beberapa kawasan ekonomi khusus (KEK).
Beberapa lembaga juga mendorong industrialisasi produk yang bersumber dari sumber daya alam di Aceh. Untuk menghidupkan ekspor-impor, menghidupkan industri di bumi Serambi Mekkah. Hal ini semata-mata untuk melepas ketergantungan anggaran Aceh dari APBA.
Pekerjaan itu tak mudah. Pelbagai pihak mesti ambil bagian untuk berkontribusi kepada umat. Dunia usaha di Aceh butuh banyak pencerahan. Dialeksis.com melakukan wawancara eksklusif dengan Ketua ISMI (Ikatan Saudagar Muslim Indonesia) Aceh, Nurchalis, Kamis (12/9/2019). Berikut petikannya.
Sebagai Ketua ISMI Aceh, apa yang menjadi prioritas pengembangan perekonomian Aceh dengan potensi yang ada di Aceh?
Tentunya dari dulu Aceh dikenal memiliki kekayaan alam, hasil bumi. Kalau saya tidak mengatakan tumpah ruah tidak. Artinya, hasil bumi yang cukup dijadikan sebagai bahan baku industri, untuk industrialisasi produk di Aceh, serta bisa dimanfaatkan untuk kualitas ekspor.
Apa produk-produk yang berpotensi?
Kopi, cpo (minyak sawit), minyak pala, nilam, lada, itu produk-produk yang cukup luar biasa. Namun yang kita lihat bahwa ini kan produk-produk ada dalam catatan tetapi untuk meningkatan produktivitas dan peningkatan hasil nilai tambah, petani itu sendiri belum nampak.
Tentunya sudah dikenal di luar negeri dan pun tidak tahu asalnya dari mana. Kenapa? Karena ekspor itu sendiri tidak pernah lahir dari Aceh itu sendiri.
Peran dari ISMI itu sendiri untuk mewejudkan kemandirian ekonomi dari potensi produk yang ada di Aceh, bagaimana bekerja dengan pemerintah, apa tindakan konkrit yang sudah dilakukan oleh ISMI Aceh?
ISMI kan menyusun beberapa konsep yang mungkin sudah duluan ada konsep-konsep tersebut. Namun ISMI hadir di tengah konsep-konsep yang sudah disusun yang belum dilaksanakan.
Tentunya ISMI melihat dari pengalaman-pengalaman tersebut dengan melakukan beberapa karya nyata. Bentuknya adalah yang pertama kita mencoba menggiring bahwasanya ekspor cpo misal harus lahir dari Aceh.
Kemudian yang kedua, bagaimana menganalisis atau menginventarisir produk-produk UMKM yang sudah go internasional yang belum terekspos dari Aceh.
Kemudian kalau kita lihat kasat mata hari ini, juga mengharapkan pada pemerintah untuk membuat beberapa database dari produksi tersebut yang belum menjadi industrialisasi ataupun belum menjadi produk industri, atau yang sudah menjadi industri produk menjadi database, menjadi marketing yang akan kita persembahkan dalam forum-forum internasional ke depan bahwa Aceh memiliki produk ini.
Dan ISMI sudah beberapa kali melakukan kerjasama dengan para symposium muslim, seperti yang kemarin di Malaysia, ISMI sudah mengikutinya dan sudah membawa beberpa produk kita, seperti produk dari serewangi untuk hand & body, dan scrub. Dan sudah kita lakukan promosi, namun masih terbatas.
Tentunya kalau diharapkan terlalu mercusuar atau fenomenal, atau fundamental, kan belum, karena ini baru lahir.
ISMI Aceh akan bersinergis dengan lembaga apapun, tetapi dalam posisi ISMI memiliki program jangka pendek, menengah dan jangka panjang.
Tentunya dalam jangka pendek adalah kami akan menginventarisir (produk-produk_red) UMKM dan IKM, setelah itu kami me-labelling, kami menilai berapa produksinya.
Kalau seandainya produksinya kecil, apa langkah-langkah yang akan kita susun sehingga ekspor ini bisa kita lakukan disini. Kalau misanya industrinya masih kecil, bagaimana kita lakukan ekspor. Ini akan menjadi bias nantinya.
Langkah strategis tentunya perlu ditopang yang kuat, maka ISMI membutuhkan mitra strategis, tentunya ini melalui tangan pemerintah seperti Dinas Perindustrian Perdagangan sekaligus dengan Dinas Koperasi dan UKM. Nah apakah ini sudah terjalin semacam hubungan atau lebih konkritnya MoU yang sudah dilakukan oleh ISMI untuk mendobrak atau memediasi hal ini?
Tentunya ISMI Aceh mempersiapkan internal kami dulu. ISMI mepersiapkan sebuah lembaga yang benar-benar profesional, clean dalam visinya, mottonya, targetnya, tujuannya, dan gerak langkahnya.
Dan setelah langkah-langkah itu kita akan mempersiapkan rapat kerja nanti. Tentunya kami juga tidak menafikan peran pemerintah sangat besar dalam konstelasi ini.
Tentunya komitmen hari ini membangun sebuah wilayah, kita adakan pertemuan untuk membangun sinergisitas dengan pemerintah dan pengusaha. Kemudian ditambah penopang yaitu pemodal dari bank.
Tapi hari ini kalau kita lihat jujur bahwa bank juga merasa khawatir melakukan pembinaan UMKM kita (di Aceh_red), karena kenapa? UMKM atau IKM kita ini masih belum profesional ataupun belum dalam penyusunan dalam rangka menyusun budgetting laporan yang akuntabel, keuangan dan penerimaan keuangan.
Jadi kan ISMI harus menyusun langkah ini, kemudian baru ISMI melakukan langkah-langkah pendekatan dengan pemerintah daerah.
Kalau seandainya memang pemerintah daerah ada ISMI yang membuka peluang ekspor dengan satu produk, atau dua produk, ternyata produk tersebut masih kurang dan ini apa yang kita lakukan?
Seperti yang saya lakukan kemarin di dunia usaha Abdya (Aceh Barat Daya), kita memanggil 150 lebih pengusaha Abdya.
Kita sambut sebuah pengembangan ekonomi baru di pantai barat selatan Aceh. Apa kerja pengusaha, apakah menunggu atau dia bergerak?
Tentunya disini yang kita inginkan adalah mereka bergerak sinergis, sehingga memasok segala kebutuhan-kebutuhan dari skala ekspor nanti terpenuhi.
Jadi harapan kita hanya satu, setelah ini kuat, kita langsung pendekatan kita bersama dengan pemerintah, saling tukar data apa yang bisa kami kerjakan, apa yang bisa kami didukung sehingga kami bisa kerja.
Tentunya kami adalah yang dibutuhkan dari pemerintah dan regulasi yang cepat, tepat dan profesional, tentunya ini yang menjadi harapan kita.
Bapak selaku pebisnis dan Ketua ISMI Aceh, bagaimana melihat dunia pengusaha di Aceh, apa memang ada pengusaha? Apa memang hanya sebatas kontraktor yang memang berusaha?
Kalau saya melihat kita masih banyak kontraktor dan kepingin dapat sesaat. Tetapi sebenarnya dia banyak hal yang mesti dilakukan disini, langkah berani sebenarnya tergantung pada persoalan, bukan kita salahkan pemerintah hari ini.
Personal sekarang, mereka belum terpatri dalam jiwanya, mungkin yang pertama belum terakseskan dengan pangsa pasar, yang kedua belum berani mengambil resiko.
Karena dari sebuah sikap pengusaha ini kan akan terjalin hubungan timbal-balik, kepercayan gitu. Karena kenapa dia tidak bisa menciptakan networking yang sustainable, karena gak mungkin orang percaya, karena kenapa mereka membutuhkan barang kita secara terus menerus nanti.
Makanya ini akan saling percaya networking yang ada di luar maupun regional, yang ada di Jakarta, di Medan dan dimana-mana, dengan orang kita disini.
Tapi kalau kontraktor hanya sesaat, dapat proyek sesaat dan hanya satu dengan pemerintah, dan pemerintah diwajibkan harus selesai mempersiapkan anggaran dan kontraktor harus bisa mendapatkan uang, kan begitu.
Jadi, dia lebih instan di situ dan dia menganggap di situ lebih enak dia mencari. Tapi, tidak berani mengambil sikap, padahal cukup banyak dunia usaha yang harus kita buka.
Tentunya membuka dunia entrepreneur ini adalah untuk kedatangan trader internasional, harus kita perkuat dulu trader-trader, maupun trader-trader yang kita kenal yang sudah dipercaya.
Karena kenapa, negara luar itu sudah menitipkan trader-tradernya di negara-negara produksi itu untuk menyalurkan barang-barang dalam wilayah tersebut. Namun di sini bagaiman kita genjot mereka ini, kita perkuat mereka lebih berani.
Dalam hal ini pemerintah hari ini harus mengajak, melalui lembaga-lembaga ini, kita rangsang mereka dengan keterbukaan-keterbukaan pangsa pasar di luar.
Kalau seandainya ini sudah terbuka, saya yakin, bahwa investasi tersebut, dengan adanya perdagangan luar negeri, akan mendatangkan income ke negara kita.
Dengan mendatangkan income, target pertumbuhan ekonomi Aceh yang hanya melalui APBA ini kan akan menjadi minim.
Saat ini ada kebijakan strategis dari pemerintah untuk mewujudkan dan membangun kemandirian ekonomi, melaui pembukaan KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) Arun, KIA (Kawasan Industri Aceh) Ladong dan Pelabuhan Internasional Lampulo. Apakah ini salah satu langkah konkrit yang harus didorong dan bagaimana posisi ISMI Aceh dalam membangun relasi dengan strategi mereka tersebut?
Kalau ISMI Aceh ini tidak memiliki relasi like or dislike, ISMI tetap pada pemberian kepada umat. Sepanjang siapapun melakukan peningkatan ekonomi umat dan ISMI ada disitu. Dan ISMI tidak ada kepentingan jauh-jauh dari prinsipil pribadi ISMI disini.
Bagaimana ISMI ini memberikan kontribusi, sehingga kontribusi itu menjadi nilai positif bagi sebuah pertumbuhan ekonomi, tentunya ISMI tagetnya adalah bermitra dengan pemerintah dan memberikan kontribusi-kontribusi yang bisa diberikan oleh ISMI kepada pemerintah.
Nah, terhadap persoalan KIA dan pelabuhan dan segala macam yang sudah ada di kita (Aceh_red), ini juga harus dianalisis secara mendalam.
Tentunya kita tidak hanya melahirkan kawasan-kawasan, tetapi bagaimana kawasan-kawasan yang sudah ada tersebut mampu meningkatkan produktivitas terhadap penilaian pertumbuhan ekonomi.
Kalau kita hanya melahirkan lembaga-lembaga saja tanpa ada aktivitas ekonomi di situ, tentunya lembaga itu akan mubazir.
Dan ISMI melihat hanya satu di sini, sejauh mana kah produk-produk yang sudah cukup dalam nilai ekspor yang ada di Aceh? Itu pertanyaannya, satu.
Yang kedua, sudahkah data-data itu dimiliki oleh setiap SKPA, berapa produktivitas yang dihasilkan setiap barang, apakah dia masih dalam sektor produksi hulu atau sektor yang sudah menjadi prouksi industri.
Kenapa harus kita tanyakan begitu, karena nilai kuota yang diekspor ini kan jelas ada, nanti tidak sampai satu kapal. Kalau tidak sampai satu kapal bagimana bisa mengekspor. Itu satu.
Yang kedua, sudahkan data-data itu terdata secara by name nama produknya. Yang kedua juga, dimana tempat produksinya. Yang ketiga, kuantitas, berapa produksinya.
Dan ini kalau kita tanyakan secara riil (nyata), ini belum bisa menjawab satu pun.
ISMI Aceh sendiri apakah sudah satu pemahaman ketika bersilaturrahmi dengan Plt Gubernur Aceh, Pak Nova Iriansyah, karena sudah ada pertemuan?
ISMI sangat sepakat dan sangat seide dengan gagasan Plt Gubernur, tentunya juga kita menyarankan Bapak Plt bagaimana caranya kita untuk memproteksi sebuah regulasi apakah dilahirkan dengan nama qanun atau peraturan gubernur, sehingga aturan tata niaga ini akan menjadi acuan kita.
Untuk menilai produksinya apa, jenis barangnya, kemudian bagaimana yang kita prioritaskan untuk (kurang jelas_red) qanunnya belum ada. Dan ini yang kita sampaikan kepada Bapak Plt.
Dan Bapak Plt menyambut baik itu. Sehingga kita begitu ada alur industrialisasi masuk kita kesini ternyata kita sudah dimonopoli, kenapa?
Karena barang-barang kita duluan dia titipkan pada beberapa agen-agen dari luar di sini untuk memanfaatkan barang kita. Toh, nanti begitu industri lahir, kita mau ekspor, mau ambil dimana kita hal seperti itu.
Apakah untuk mewujudkan itu ISMI Aceh sudah membangun komunikasi dengan Plt. Gubernur Aceh?
Sudah kita bangun komunikasi dengan asisten dua kemaren saat sudah dipanggil, dan juga dengan parlemen sudah.
Kemarin juga mereka mengutip saya di salah satu media, dan mereka sudah menyusun dan hak usahalah dari DPRA.
Saya kemarin sudah ngomong dengan Bapak Bardan Sahidi (anggota DPRA dari Dapil 6 Aceh_red), sudah ketemu. Tetapi kita ambil yang cepat-cepat dulu artinya peraturan gubernur tentunya disini ada yang harus mengkoordinir.
Alhamdulillah saya disambut baik oleh Asisten II Bidang Pemerintahan dan Keistimewaan Setda Aceh sudah memanggil dan saya sudah menitipkan teman kita Pak Azanuddin Kurnia (Kabid Pengolahan dan Pemasaran Perkebunan Distanbun Aceh) untuk memfasilitasi produk di bidang beliau (pertanian dan perkebunan_red).
Nanti tinggal diikutkan dengan yang lain-lain sehingga ini menjadi kebersamaan dalam menyusun reguasi tersebut, sehingga kita pun dalam menyusun regulasi tersebut harus ada keterbukaan (transparansi) dan tidak monopoli, kan begitu.
Disini lah harus ada kajian-kajian secara komprehensif dan ISMI siap hadir dalam pembahasan tersebut. Sehingga beberapa saran masukan, tentunya kan meningkatkan nilai tambah produksi Aceh, begitu.()