kip lhok
Beranda / Dialog / Duduk Perkara Proyek Radio Oncology RSUZA

Duduk Perkara Proyek Radio Oncology RSUZA

Kamis, 27 Februari 2020 07:30 WIB

Font: Ukuran: - +


Direktur RSUZA Banda Aceh Dr dr. Azharuddin Sp. OT K-Spine. [Foto: IST/Dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Diketahui sebelumnya PT MAM Energindo melakukan upaya sanggah banding terhadap hasil tender pembangunan Gedung Oncology Center di Rumah Sakit Zainoel Abidin (RSUZA) dengan pagu anggaran Rp 237 miliar pada 7 Januari 2020 lalu.

Sanggah banding dilakukan karena pihaknya merasa dirugikan akibat keputusan pihak RSUZA yang menunjuk PT Adhi Persada Gedung sebagai pemenang tender serta melakukan pembayaran uang muka, padahal masa sanggah banding selama tujuh hari belum selesai.

Untuk menggali persoalan dan hasil akhir dari polemik tersebut, Dialeksis.com berdialog dengan Direktur RSUZA Banda Aceh Dr dr. Azharuddin Sp. OT K-Spine, Senin (24/2/2020). Berikut petikan wawancaranya.

Bisa bapak jelaskan kronologi kontruksi yang dinilai ada penyalahan aturan pada proses pembangunan Gedung Oncology Center ini?

Ia, jadi setelah ada sanggah banding. Kita duduk bersama dengan inspektorat, Biro Hukum Pemerintah Aceh, Kelompok Kerja (Pokja) - Unit Layanan Pengadaan (ULP) untuk rapat berkali-kali agar tak ada yang keliru saat kita menjawab sanggah banding tersebut.

Setelah kita bahas, kita bisa buktikan bahwa kita memang tidak ada kekeliruan sebagaimana yang menjadi sanggahan PT MAM seperti memenangkan kelompok tertentu dan sebagainya.

Hanya saja kita di soal waktu (sanggah) yakni satu sampai tujuh hari, namun kita eksekusi putusan di hari pertama. Alasannya karena besok masuk tahun 2020. 

Kita juga pada 19 Januari 2020 berangkat ke Jakarta untuk menanyakan pendapat akhir kepada Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).

Apa tanggapan bapak proyek Oncology yang sudah gagal dua kali?

Karena proyek ini sudah gagal dua kali, ini terancam besinya itu dibongkar semua kalau gagal yang ketiga karena sudah berkarat, sudah beberapa tahun.

Kami konsultasi ke LKPP sebagai lembaga yang berhak menentukan apakah sebuah proyek layak dilanjutkan atau dibatalkan. 

Mereka melihat apa yang diajukan PT MAM dengan apa yang kita jawab. Maka mereka memutuskan memang kita keliru memutuskan dan menjawab sanggah banding lebih cepat dari waktunya (7 hari).

Mereka (ULP) memutuskan bahwa kontrak itu harus dibatalkan, itu saja kata kuncinya. Bukan tender yang dibatalkan.

Artinya, uang muka yang sudah diterima oleh PT Adhi Persada Gedung harus dikembalikan ke pemerintah Aceh supaya tidak timbul kerugian negara.

Kemudian dibuat kesepakatan antara pemerintah Aceh dengan PT Adhi Persada Gedung bahwa batal kontrak. Dan kelanjutannya ini tidak perlu lama-lama, Anda berkontrak ulang, tidak disebut bertender ulang. Itu LKPP bilang.

Berarti ada pelibatan LKPP di proyek pembangunan gedung Oncology?

Ya, kemudian LKPP menyarankan, pihaknya mendampingi sampai selesai. Kami sudah buat kontrak kerja dengan LKPP supaya didampingi dan dikritisi, supaya dilihat dari hari ke hari agar proyek ini selesai.

Kita berkontrak ulang dengan perusahaan yang sudah terpilih sebelumnya (PT Adhi Persada Gedung) karena memang tidak proses yang keliru. Hanya soal terlalu cepat saja mengeksekusi putusan, sebab kalau tidak, maka sudah tidak bisa membayar menggunakan anggaran dari masa anggaran 2019, karena sudah tutup.

Jadi bapak yakin untuk 2020 bisa berjalan proyek ini?

Kita yakin bisa berjalan dan diminta agar lebih pasti, supaya LKPP ikut mendampingi.

Ada tiga orang nantinya dari LKPP yang sudah berkontrak mendampingi kita dan mereka dibayar oleh negara.

Berarti proyek ini tidak lama lagi?

Kalau sudah dipagar seng dan dikerahkan alat-alat berat, bukan 760 hari, tapi 660 hari akan selesai proyek ini.

Dia (PT Adhi Persada Gedung) ini sudah membangun beberapa Bungker di Indonesia. Dalil itulah yang menguatkan kami. Punya pengalaman, punya alat sendiri dan punya modal yang kuat, BUMN juga. Dan sekarang didampingi oleh LKPP, maka sekarang kami yakin rakyat Aceh memang harus mendapatkan apa yang semestinya didapatkannya tiga tahun lalu.

Kenapa hanya PT MAM Energindo sebagai perusahaan satu-satunya yang menggugat itu?

Ya, kita tidak tahu kenapa pihaknya sangat percaya diri, merasa di zhalimi, dikalahkan, merasa punya hak dan harus masuk kualifikasi. Inilah sudah dijawab dengan baik oleh Pokja. 

Kemudian PT MAM ini harus membayar Rp 2,3 miliar sebagai uang jaminan sanggah, itu bagaimana sekarang?

Ya, setelah berkonsultasi dengan LKPP dan mereka menyatakan kontrak dibatalkan, uang muka dibalikkan dan buat kontrak ulang.

Lalu bagaimana dengan uang jaminan sanggah PT MAM?

Ya, mereka tidak bisa ambil lagi uangnya (Rp 2,3 miliar). Dan ini uangnya sudah dicairkan ke kas negara dan masuk ke kas jadi milik pemerintah Aceh.

Ke depan PT MAM tidak bisa melakukan upaya sanggah lagi?

Beberapa tahun sebelumnya batal sampai dua kali dan itu kan yang batalkan LKPP. Namun sekarang, jawabannya ya seperti yang sudah kita utarakan.

Nilai yang dipunya PT MAM adalah 4, sedangkan yang dibutuhkan untuk lulus minimal 18. Itulah poin yang menentukan kualifikasi. 

Apa saran supaya masyarakat Aceh paham dan ikut mendukung ke depan?

Ya, jadi kita lihat sekarang. Proyek pembangunan Gedung Oncology Center ini bernilai Rp 237 miliar, artinya proyek ini terbesar di Sumatera.

Berikut, kita provinsi yang paling terlambat tidak memiliki alat pengobatan kanker. Jadi sangat bertanggung jawab supaya ini segera. 

Boleh ada pihak tidak puas, tapi semua itu harus dipisahkan. Kita ini tidak ada pelanggaran, maka tidak boleh juga lambat. 

Kemudian kalau ada yang bertanya kapan pengumuman lelang tender pertama Pemerintah Aceh yakini pada 28 Februari 2020. 

Kita berharap semua pihak ikut mendukung. Kalau ada yang keliru, silakan tunjuk. Supaya kita bisa selesaikan bersama. 

Intinya kita sangat serius dan mementingkan segala sesuatu yang bersangkutan dengan semua proses pembangunan ini agar jangan sampai yang terlambat.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda