Budaya Literasi di Aceh, Kadis DPKA: Membumikan Kesadaran Membaca di Generasi Mendatang
Font: Ukuran: - +
Reporter : Nora
Dr. Edi Yandra, S. STP, MSP, Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh. Sumber Foto: acehprov.go.id
Minat baca yang kini sudah mulai menurun karena perkembangan zaman. Provinsi Aceh kini sedang mengejar ketertinggalannya dalam mengembangkan budaya literasi.
Perkembangan zaman yang kini terus maju membuat masyarakat lebih memilih membaca melalui Gadget daripada media cetak (Hardcopy). Budaya Literasi dalam membaca untuk di Aceh sendiri kini juga terus masih ditingkatkan oleh beberapa lembaga dan komunitas yang ada di Aceh.
Ditengah kesibukannya aktivitas selaku Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh, Dr. Edi Yandra meluangkan waktu berbincang-bincang kepada Dialeksis.com di ruang kerjanya membahas budaya literasi, serta menjelaskan keberadaan arsip dan pustaka.
Saat ini provinsi Aceh paska konflik dan bencana tsunami merupakan daerah tertinggal dalam hal budaya literasi jika dibandingkan provinsi lain, apa yang harus dilakukan pemerintah Aceh mengejar ketertinggalan dari provinsi lain terkait budaya literasi?
Memang dalam dekade beberapa tahun ini tingkat baca di seluruh Indonesia khususnya di Aceh secara umum itu berkurang minat baca. Memang ada beberapa faktor yang dialami khususnya. Pertama, faktor kondisi pandemi Covid-19 ini secara nasional, saya yakin disetiap provinsi juga peningkatan budaya literasi ini secara presentasi kunjungan memang berkurang, namun Aceh bukan faktor itu saja. Kalau terkait dengan konflik dan tsunami itu mungkin era sebelum Covid-19 tapi kalau seandainya pasca tsunami dan gempa itu memang dalam perjalanan ada beberapa faktor.
Kedua, saat ini memang Aceh dulunya punya gedung pustaka permanen yang berada di Lamnyong tapi semenjak tahun 2017 kita sudah membangun pustaka yang baru dengan gedung yang representatif. Menjalani pembangunan itu yang dilaksanakan tidak sekaligus selesai dalam satu tahun berjalan dan membutuhkan beberapa tahun dalam pembangunan itu sarana perpustakaan kita, sementara ini menyewa di kantor atau ruko.
Jadi dengan keadaan seperti itu juga menjadi faktor peningkatan minat baca literasi ini berkurang selain faktor covid, namun demikian nantinya kita berharap di 2022 kita sudah mulai memasuki operasional gedung baru yang pekerjaannya dituntaskan di lantai 1 dan 2 tahun ini.
Sehingga upaya peningkatan minat budaya baca ini mulai kita galakkan kembali berbagai macam strategi yang harus kita lakukan, baik itu penyiapan buku bacaan, penyiapan buku bacaan melalui digital juga tidak terlepas sarana lainnya. Jadi itu sebenarnya faktor-faktor menjadi minat literasi kita sedikit menurun dibandingkan dengan Provinsi-provinsi lain sebelum Covid-19.
Tindakan nyata apa yang dilakukan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh dalam memajukan layanan budaya literasi?
Sebenarnya kedepan kita merencanakan upaya-upaya meningkatkan literasi ini perlu strategi-strategi, yang pertama dengan kesiapan gedung yang baru kita ini bermacam strategi yang akan kita lakukan nanti yaitu melakukan publikasi ataupun memberitahukan kepada masyarakat kita sudah ada gedung pustaka yang representatif dan lengkap sehingga itu juga menjadi motivasi para pengunjung generasi muda mengunjungi pustaka dan juga sarana yang kita siapkan ini mengacu kepada konsep pustaka abad 21 atau pustaka 4.0 dimana konsep ini seperti yang dilakukan pustaka-pustaka di internasional.
Nantinya pustaka ini bersifat “Mall Baca” di mana Mall Baca itu tidak hanya dilengkapi hanya baca buku dan pinjam buku tapi juga dilengapi dengan sarana-sarana yang lainnya terpenuhi di situ. Misalnya ada studio E-Learning, ada lounge, ada pusat kerajinan, cafeteria, dokumen arsip yang bersifat kuno nanti akan kita pajangkan.
Kalau penataan arsip sendiri bagaimana?
Namun demikian arsip kita harus pisah lagi, kalau secara kearsipan kita akan menyiapkan di tahun 2022 gedung diorama di mana gedung diorama ini menampilkan arsip-arsip kuno yang bersejarah. Hal ini tidak terlepas dari dukungan semua elemen, misalnya bukan hanya tugas dari pemerintah saja untuk meningkatkan budaya literasi baca ini tentu semua elemen harus bekerjasama mendorong minat baca, baik itu elemen dari pemerintah, dari dunia pendidikan, para guru dan stakeholder termasuk juga peran dari orang tua masing-masing anak itu juga harus ditanamkan pola minat baca ini.
Sehingga nantinya dengan semua dorongan elemen dan sarana prasarana kita sudah mencukupi kebutuhan literasi baik itu buku fisik, buku digital nantinya bisa di rasakan oleh masyarakat. mudah-mudahan dengan upaya-upaya ini nantinya tingkat minat literasi budaya baca di Aceh bisa meningkat.
Berbicara stakeholder, salah satunya keberadaan media, Bagaimana menurut anda seharusnya peran media menumbuhkan minat baca di kalangan masyarakat Aceh?
Justru peran media sangat besar, karena nantinya untuk mengenalkan pustaka konsep 4.0 juga perlu diketahui seluruh masyarakat dengan bantuan kawan-kawan dari media bisa mempublikasikan melalui surat kabar, media radio, televisi dan melalui iklan-iklan atau baliho yang kita buat sehingga masyarakat secara umum dapat mengetahui keberadaan pustaka Aceh nantinya.
Strategi akselerasi percepatan minat baca depannya apa?
Sebenarnya dulunya kita bilang kecil tidak kecil dalam bantuan untuk Arpus ini untuk pembenahan Dinas Arpus ini. Namun lebih baiknya nanti andai kata dengan kesiapan kita munculkan strategi dan pengembangan minat baca ini sudah nampak muncul di publik ini Insyaallah mudah-mudahan tim anggaran juga akan melihat kinerja dari Dinas Perpustakaan dan Arsip Aceh.
Karena mungkin ada sinyalir bahasa-bahasa yang tidak sedap dulunya mungkin kenapa anggaran-anggaran ini bisa tertunda, karena mungkin satu sisi apa yang sudah dilakukan di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan ini belum maksimal, oleh karena itu nantinya kita berharap dengan fasilitas-fasilitas yang lengkap dan strategi-strategi yang harus kita lakukan dalam menarik minat baca masyarakat.
Baik itu datang ke Pustaka ataupun membuka pemanfaatan pustaka digital itu nantinya akan ketahuan peningkatan-peningkatan pengunjung baca. Karena sesuai dengan RPJM Gubernur yang terpilih hari ini salah satunya untuk mencapai Aceh menjadi lebih baik dalam Visi Misinya Aceh Caroeng di mana meningkatkan minat baca adalah salah satu bagian program yang harus dilaksanakan dan untuk dilakukan peningkatan.
Apakah sudah dibuat Blue Print harmonisasi dan sinergisasi antar institusi terkait dalam peningkatan literasi ini, misalkan ada perpustakaan USK, ada perpustakaan pemerintah, ada perpustakaan swasta?
Kami juga mengkonsepkan seperti yang saya sampaikan tadi konsep perpustakaan 4.0, kita nantinya juga akan membuat integrasi literasi. Di mana integrasi literasi ini dapat kita lakukan secara digital dengan para pustaka-pustaka kabupaten dan kota dengan pustaka seluruh universitas yang ada di Aceh baik itu negeri atau swasta. Bahkan nantinya akan mencoba integrasinya ke pustaka-pustaka kampung di Aceh ini. Sehingga nantinya apabila masyarakat tidak bisa mengunjungi pustaka Aceh mereka bisa membuka lewat E-Digital yang sudah terintegrasi dengan pustaka Aceh tinggal memilih buku yang mana yang diperlukan.
Menarik mengembangkan rencana pustaka kampung, bagaimana pola pengelolaannya sehingga terintegrasi dengan Dinas Perpustakaan dan Arsip Aceh?
Tentu ini perlu penganggaran baik itu penganggaran di kabupaten kota maupun di provinsi, tetapi karena kampung itu kewenangan Bupati dan Wali Kota tentu kita mengharapkan bisa terintegrasi dengan pustaka digital yang nantinya di kampung itu harus ada pustaka digital juga. Nantinya dengan sumber dana APBD ataupun melalui dana kampung itu, kampung diharapkan bisa membuat E-Digital yang ada di kampung masing-masing sehingga nanti apabila sudah ada pustaka digitalnya baru bisa kita integrasikan dengan digital pustaka Aceh. Itu tentu harus ada dukungan anggaran dari kabupaten dan kota maupun anggaran desa yang dikelola oleh para Kepala Desa (Keuchik).
Seiring dengan itu pusat juga sudah memploklamirkan terkait dengan program transformasi inklusi sosial di mana program ini pusat sangat mendorong agar kampung-kampung ini ada pustaka yang nantinya pustaka kampung ini juga bisa dibantu melalui galang dana daerah dan melalui dana-dana pusat. Hal ini sudah dibuktikan oleh pemerintah pusat melalui Perpusnas tahun 2021 ini. Saai ini ada 8 kabupaten dan kota yang sudah mendapat dukungan perpustakaan kampung untuk mendapatkan mobile pustaka yang terdiri dari rak buku, meja baca, perangkat keras seperti komputer dan lain-lain.
Delapan (8) kabupaten kota tersebut yaitu Aceh Tengah, Bener Meriah, Aceh Besar, Nagan Raya, Gayo Lues, Bireuen, Meulaboh dan Aceh Timur. Itu 8 kabupaten kota yang sudah mendapatkan fasilitas program transformasi berbasis inklusi sosial.
Aceh dihadapkan pada fakta yang miris, dimana generasi muda kurang untuk melakukan minat baca dan lebih hobi untuk main game. Apa saran bapak kepada sekolah, orang tua karena bapak sebagai Kepala Dinas agar didengarkan oleh semua pihak?
Upaya-upaya kita sebenarnya melalui penyampaian himbauan-himbauan baik media cetak, televisi dan baliho yang bisa dibaca oleh publik itu juga salah satunya. Disamping itu juga nantinya kita kembali lagi kita akan masuk ke setiap sekolah yang bekerjasama dengan Dinas Pendidikan dan bersinergi meningkatkan budaya baca bagi anak-anak sekolah. Namun diluar itu juga nanti kita akan mencoba ke setiap cafe menyiapkan sudut pojok baca.
Itu sudah kita lakukan dalam tahun ini, Untuk Pilot project dalam tahun ini ada bantuan dari Perpusnas pojok baca, itu saat ini karena bantuan tidak banyak kita hanya tempatkan di tempat yang banyak dikunjungi orang, misalnya museum tsunami. Dan tidak terlepas nantinya di pelabuhan-pelabuhan ataupun di rumah sakit. Dan kalau memang kegiatan pojok baca ini nantinya besar manfaatnya mungkin nanti juga di cafe-café kita akan tempatkan pojok baca.