Beranda / Liputan Khusus / Dialetika / Siraman Keilmuan yang Bersahaja Andi Harianto Sinulingga untuk Aceh

Siraman Keilmuan yang Bersahaja Andi Harianto Sinulingga untuk Aceh

Jum`at, 28 Juni 2024 21:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Ratnalia

Owner media Dialeksis.com bersama Andi Harianto Sinulingga di cafe Social Affair. Foto: Dialeksis.com


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Andi Harianto Sinulingga, akrab disapa Bang Ucok, memiliki cara unik dalam membagikan ilmu kepada generasi muda. Pria yang dikenal sebagai senior berintelek ini memilih pendekatan yang bersahaja dan tidak menggurui.

Ia memulai diskusi dari akar masalah, dilanjutkan dengan pemetaan potensi, hingga akhirnya menawarkan solusi.

Kecintaannya pada Aceh terpancar jelas saat berbincang dengan Aryos Nivada, pemilik media Dialeksis.com, di kafe Social Affair di Senayan City. Bang Ucok membuka pembicaraan dengan memaparkan fakta sejarah.

Menurutnya, Aceh mengalami perkembangan pesat di bawah kepemimpinan para ulama seperti Daud Beureu'eh, Teuku Sulaiman Daud, dan Ali Hasjmy.

Ia juga menyebut nama-nama akademisi yang berkontribusi besar: Abdul Madjid Ibrahim, Ibrahim Hassan, dan Syamsudin Mahmud.

"Fakta ini menunjukkan bahwa Aceh seharusnya dipimpin oleh kalangan ulama dan akademisi," ujar Bang Ucok.

Namun ia menyayangkan kondisi saat ini. "Kita bukan lagi sekadar krisis tokoh, tapi sudah kehilangan tokoh di Aceh."

Bang Ucok menekankan pentingnya kaderisasi untuk melahirkan pemimpin baru. Ia mengkhawatirkan masyarakat Aceh telah terperangkap dalam pragmatisme dan oportunisme.

"Seharusnya akademisi dan ulama menjadi pagar moral, bukan malah terpengaruh praktik-praktik tersebut," tegasnya.

Ia mengenang masa lalu ketika kolaborasi antara kampus dan pemerintah berjalan harmonis. Hal ini, menurutnya, terbukti dari berbagai keberhasilan di era kepemimpinan akademisi dan ulama.

"Jangan sampai kita luput memperbaiki dan menata kembali Aceh demi masa depan yang lebih baik," pesan Bang Ucok.

Salah satu usulan konkretnya adalah mengganti Dinas Dayah Aceh dengan Badan Santri. Menurutnya, ini akan lebih bermanfaat langsung bagi penerima manfaat.

"Konsep Badan Santri akan lebih efisien dan efektif dibanding Dinas Dayah yang cenderung menguntungkan lembaganya, bukan santrinya," jelasnya.

Bang Ucok juga menekankan pentingnya memperbaiki cara komunikasi dan lobi dengan pemerintah pusat. Ia menyarankan untuk menjadikan tanggung jawab moral pemerintah pusat dalam mengejar ketertinggalan Aceh pasca-tsunami dan konflik sebagai 'jualan' utama.

Sebagai penutup, ia menyampaikan ide pembentukan Badan Percepatan Pembangunan yang fokus melobi pemerintah pusat.

"Kuncinya adalah kesadaran untuk membesarkan Aceh dan menghilangkan ego personal serta kelompok," pungkasnya.

Bang Ucok berharap hal ini bisa menjadi pondasi utama untuk memajukan Aceh di masa depan.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda