kip lhok
Beranda / Liputan Khusus / Dialetika / Respons Beragam Pasca Penangkapan Irwandi

Respons Beragam Pasca Penangkapan Irwandi

Jum`at, 06 Juli 2018 16:04 WIB

Font: Ukuran: - +

Foto: Liputan6

Dialeksis.com, Banda Aceh - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dan Bupati Bener Meriah Ahmadi dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Selasa, 3 Juni lalu. Keduanya ditangkap di tempat terpisah, Irwandi ditangkap di Pendopo Gubernur Aceh sementara Ahmadi ditangkap di Jalan Takengon.

Dilansir AJNN, kronologi penangkapan berawal pada 3 Juli 2018 siang,  saat itu tim  KPK mengidentifikasi adanya penyerahan uang Rp500 juta dari MYS kepada FD di teras hotel di Banda Aceh. MYS kemudian membawa tas berisi uang dari dalam hotel menuju mobil di luar hotel, kemudian turun di suatu tempat dan meninggalkan tas di dalam mobil.

Diduga setelah itu FDL menyetorkan uang tersebut ke beberapa rekening Bank BCA dan Mandiri sebesar masing-masing sekitar Rp50 juta, Rp190 juta, dan Rp173 juta. Uang yang disetorkan ke beberapa rekening tersebut diduga digunakan untuk pembayaran medali dan pakaian kegiatan Aceh Marathon 2018.

Sekitar pukul 17.00 WIB, tim mengamankan FDL dengan beberapa temannya di sebuah kafe di Banda Aceh. Kemudian, berturut-turut tim mengamankan sejumlah orang lainnya di beberapa tempat terpisah di Banda Aceh, yaitu TSB sekitar pukul 18.00 WIB di kantor rekanan. Dari tangan TSB diamankan uang Rp50 juta dalam tas tangan.

Tim kemudian mengamankan HY dan seorang temannya di sebuah kafe sekitar pukul 18.30 WIB Selanjutnya tim bergerak ke pendopo gubernur dan mengamankan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf sekitar pukul 19.00 WIB.

Pihak-pihak tersebut dibawa ke Mapolda Aceh. Secara paralel, tim KPK lainnya di Kabupaten Bener Meriah mengamankan sejumlah pihak. Sekitar pukul 19.00 WIB, tim mengamankan Bupati Bener Meriah Ahmadi bersama ajudan dan sopir di jalan di Takengon.

Sekitar pukul 22.00 WIB, tim mengamankan DLM di kediamannya di Bener Meriah. Kemudian tim membawa mereka ke Mapolres Takengon. Bahkan, hari ini, tim juga memeriksa MYS di Polda Aceh. Empat orang, yaitu HY, IY, AMD, dan TSB, diterbangkan ke Jakarta, Rabu (4/7) untuk menjalani pemeriksaan lanjutan di gedung KPK dan Akhirnya bertsatus sebagai tersangka.

Kepada awak media yang menunggu di gedung KPK, Irwandi Yusuf menyatakan tak menerima uang dan hadiah apa pun dari siapa pun, bahkan dia mengaku tidak pernah meminta apapun dari Bupati Ahmadi serta tidak pernah memerintahkan bawahannya menerima suap.

Pasca Irwandi berstatus sebagai tersangka, Menteri Dalam Negeri langsung menunjuk Wakil Gubernur Aceh sabagai Plt gubernur untuk menjalankan tugas-tugas gubernur sembari menunggu putusan inkrah.

Tentu kabar penangkapan kedua mendapat respon dari berbagai kalangan, seperti halnya Ketua PDA, yang merupakan salah satu pendang pengusungan pasangan Irwandi-Nova saat Pilkada lalu. Dia mengaku kaget atas apa yang menimpa "Sang Kapten" dan seakan tak percaya.

"Saya enggak tahu harus merespon bagaimana, yang pasti kami kaget dengan kejadian ini. Kita berharap ke depan Aceh akan lebih baik dalam segala bidang. Sebagai orang Aceh yang beretika dan memiliki nila-nilai agama yang kuat, mari semua kita tidak menghujat. Kita hormati proses hukum yang sedang berlangsung. Kalau pun tidak mau mendoakan yang baik, janganlah kita memaki. Kita jaga perasaan keluarganya," kata Tengku Muhib.

Begitu juga dengan Karimun Usman, dia merasa perihatin atas kejadian yang menimpa Irwandi, karena sebelumnya tidak pernah menduga hal ini.

"Selanjutnya kita menghargai proses hukum yang sedang dilakukan oleh KPK, dengan mengedepankan azas praduga tidak bersalah, maka kita beri kesempatan kepada pihak KPK agar proses hukum dapat berjalan dengan baik," katanya.

Seperti dilansir Daily Aceh, Ketua Umun DPP Forum Komunikasi Anak Bangsa (Forkab) Aceh Polem Muda Ahmad Yani, menilai KPK memaksakan kehendak terhadap penangkapan, penetapan tersangka, serta penahanan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf. Tidak hanya itu Forkab juga menyayangkan perlakuan KPK terhadap orang nomor satu di Aceh yang terkesan diskriminatif.

Polem Muda Ahmad Yani mengatakan Irwandi tersebut merupakan tokoh Aceh dan pejabat pemerintah, tapi melihat perlakuan KPK seakan - akan Irwandi seorang teroris sehingga Ia harus dibawa dengan mobil barakuda yang berlapis baja saat diboyong ke bandara menuju Jakarta.

Selain itu, Forkab juga menghargai proses penegakan hukum. Forkab juga mendukung pemberantasan Korupsi, akan tetapi dalam hal ini Forkab menilai KPK memaksakan kehendak dan adanya kesan diskriminatif.

Hal senada juga disampaikan Lembaga Australia Achehnesse Association (AAA) mengeluarkan pernyataan sikap pasca Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Mantan Petinggi GAM yang juga Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf pada Selasa malam (3/7/2018) di Banda Aceh.

Dilansir Harianaceh.co.id, AAA menuding OTT KPK di Bumi Serambi Mekkah dianggap telah mencederai perdamaian Aceh, pasalnya diduga adanya unsur kriminalisasi atas penangkapan Irwandi Yusuf.

"Kami atas nama lembaga rakyat non-pemerintah dan non-partai (mantan GAM) melihat persoalan penangkapan Gubernur Aceh terkesan sangat dipaksakan. Hal ini terlihat, dimana KPK menyebut Irwandi Yusuf ikut tertangkap tangan, padahal jelas KPK mendatanginya ke pendopo lalu Irwandi Yusuf langsung digelandang ke Polda Aceh. Artinya, sesungguhnya Irwandi Yusuf tidak tertangkap tangan seperti yang disampaikan oleh KPK. Ini namanya pembohongan publik," kata Tgk. Sufaini Usman Syekhy selaku Ketua AAA kepada wartawan di Banda Aceh, Kamis (05/07/2018).

Menurutnya, penangkapan tersebut merupakan indikasi ada kesengajaan atas berita OTT KPK terhadap Gubernur Aceh yang mantan petinggi GAM itu. Dugaan kuat, Irwandi dikriminalisasi dan terkesan sarat dengan kepentingan politik tertentu.

"Kami atas nama mantan Gerakan Aceh Merdeka, prihatin atas penangkapan Gubernur Aceh. Kami anggap ini juga bentuk KPK tidak lagi menghargai perdamaian Aceh yang susah payah dibangun antara GAM dan RI karena bisa tercoreng semangat perdamaian itu sendiri. Saya khawatir Aceh bisa berpotensi konflik kembali, bila Indonesia tidak bijak menangani persoalan di Aceh pasca terhentinya konflik bersenjata di Serambi Mekkah," jelas Tgk. Syekhy. []

Keyword:


Editor :
Sammy

riset-JSI
Komentar Anda