Beranda / Liputan Khusus / Dialetika / Krisis Regenerasi Petani Muda

Krisis Regenerasi Petani Muda

Minggu, 13 Juni 2021 07:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar

Foto: Kolase Ist


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Terdapat sejumlah riset yang menyatakan bahwa usia petani di Indonesia semakin menua. Bahkan Bappenas pun pada bulan Maret 2021 kemarin mengeluarkan prediksi bahwa profesi petani akan menghilang pada tahun 2063.

Pada tahun 2013, laporan Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa rata-rata usia para buruh tani aktif itu kisaran 45-54 tahun. Sedangkan jumlah umur petani di bawahnya itu sangat minim sekali. 

Belum lagi permasalahan lahan yang semakin tergerus dan masalah urbanisasi (tinggal di perkotaan) yang semakin meningkat.

Bahkan isu semakin punahnya petani muda ini juga diakibatkan karena kebijakan dari pemerintah itu sendiri, semisal seperti impor beras, penyediaan pupuk, dan lain sebagainya.

Faktor lainnya, banyak anak-anak muda yang mengaku tidak diajarkan untuk bertani oleh orangtuanya. Bahkan kadang-kadang petani muda yang masih ada, itu mendapati ilmu bertani secara otodidak.

Jangankan itu, banyak orang yang beranggapan bahwa profesi petani tidak semenguntungkan seperti dulu. Bahkan, ada curhatan petani yang mengatakan, hasil panen padi itu ditumpuk di rumah. Hanya dijadikan konsumsi pribadi dan tidak dijual.

Kalau pun dijual, kadang-kadang keuntungan yang didapat belum tentu mengembalikan modal para petani.

Berdasarkan fenomena ini, berikut hasil komentar dari beberapa narasumber sebagaimana telah dihimpun Dialeksis.com.

Ketahanan Pangan Yang Berdaulat

Seorang pria asal Meureudu, Kabupaten Pidie Jaya, yang mendidikasikan separuh hidupnya di dunia pertanian ikut mengomentari fenomena yang menimpa kaum buruh tani di Indonesia.

Sebagai ahli tani yang memenangkan banyak penghargaan, Muslahuddin Daud tidak mengkhawatirkan jika proses regenerasi petani muda akan punah di kemudian hari. 

Menurutnya, melemahnya proses regenerasi petani muda di Indonesia bukanlah sebuah isu yang perlu dikhawatirkan. Ia lebih menghawatirkan jika Indonesia kehilangan suplay food dari pada kehilangan petani.

Muslahuddin menerangkan, sebuah pekerjaan baik itu sektor pertanian atau sektor lainnya, mengalami supuasi naik-turun dalam sebuah profesi.

Ia menjelaskan bahwa setiap profesi ataupun bidang usaha, harus bisa menyesuaikan diri dengan konteks perkembangan zaman.

Karena tempo hari ini, lanjut dia, kondisi dunia sedang memasuki fase modern, dimana teknologi mulai disematkan dalam berbagai bidang usaha, termasuk usaha pertanian.

Muslahuddin Daud sebagai petani juga tidak menafikan jika kawula muda sekarang sangat minim pengalaman bertani.

Namun, ia lebih menitikberatkan pada usaha pemerintah dalam mengupayakan ketahanan pangan yang berdaulat di Indonesia.

"Menurut saya yang paling penting dipikirkan sekarang adalah bagaimana sebenarnya strategi sebuah negara dalam menuju pada ketahanan pangan," kata Muslahuddin kepada Dialeksis.com, Sabtu (12/6/2021).

Soalnya, saat ini, Muslahuddin menilai Indonesia masih belum merdeka terkait dengan ketahanan pangan. 

Padahal, lanjutnya, Indonesia yang kaya dengan air yang melimpah, tanah yang subur, cuaca yang bagus, hingga pemasaran yang juga besar, tapi di sisi lain masih belum menjamin ketahanan pangan itu sendiri.

"Hari ini, bawang saja kita masih belum tahan. Bahkan beras saja kita masih impor," ungkapnya.

Sementara itu, titik temu yang ingin ia sampaikan adalah bagaimana upaya pemerintah dalam menyesuaikan profesi petani dengan mekanisme teknologi yang banyak dipakai dunia sekarang. 

Menurutnya, divesfikasi pekerjaan merupakan sebuah kejadian yang tidak bisa dihindari. 

Ia menerangkan, semua profesi akan butuh penyesuaian pada waktunya, tinggal bagaimana rumusan kebijakan pemerintah dalam adaptibility (penyesuaian) pekerjaan diimplementasikan.

Tongkat Kayu Jadi Tanaman

Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia (PISPI) Nurchalis malah memprediksi kepunahan profesi petani di Indonesia terjadi lebih cepat.

Ia berasumsi ada tiga sebab yang membuat proses regenerasi petani muda agak melambat.

Pertama, kesiapan terhadap teknologinya. Kedua, karena lahan yang semakin tergerus. Dan ketiga, karena kecintaan anak-anak muda terhadap profesi petani yang semakin menurun.

Secara analisis, Nurchalis menerangkan jumlah pasokan teknologi yang masuk ke Indonesia dengan transfer ilmu pengetahuan yang diterima masyarakat sangat tidak seimbang.

Kondisi itu, jelasnya, menyebabkan kawula muda sekarang tidak mencintai profesi petani dengan anggapan sektor pertanian tidak menjamin keberlansungan hidup ke depan.

Ia mengkhawatirkan, di saat populasi Indonesia membludak, sedangkan sektor pekerjaan pertanian membutuhkan pemahaman teknologi tingkat tinggi sedangkan para masyarakatnya tidak siap, maka hal tersebut akan menjadi permasalahan yang berkepanjangan.

Hal ini, kata dia, merupakan bentuk kegagalan dari sebuah institusi lembaga terkait. 

Nurchalis mengungkapkan, program-program yang disalurkan ke para petani dan penerima bantuan hari ini, sudah bukan lagi pada hal-hal yang bisa menggerakkan inovasi dan kreatifitas para petani itu sendiri.

Bahkan ia menilai program yang diberikan pemerintah, hanya sebatas kejar program dan bukan mengejar pada pertumbuhan nilai program itu sendiri.

"Sifat programnya seperti bantuan-bantuan. Habis pakai, selesai program," ujar Nurchalis kepada Dialeksis.com, Sabtu (12/6/2021).

Rakyat Indonesia, kata Nurchalis, sudah tidak asing dengan istilah "tongkat dan kayu jadi tanaman." 

Namun, saat ini, ia mempertanyakan kenapa istilah tongkat kayu jadi tanaman malah lahan-lahannya itu tidak lagi menarik di mata generasi bangsa sekarang. 

Malahan, sambungnya, ketertarikan lahan di Indonesia ini lebih menarik perhatian para bangsa-bangsa lain.

Sebagai Wasekjen PISPI, Nurchalis menyarankan agar sarjana-sarjana pertanian sekarang tidak hanya menyampaikan teori di ruang perkuliahan saja, melainkan juga ikut turun ke lapangan dengan memberi pamahaman kepada masyarakat sekitar.

Hal tersebut, jelas Nurchalis, sembari menguji ilmunya, si sarjana itu juga mengajak pemuda-pemudi desa untuk mencintai profesi petani.

Sementara itu, pemerintah juga harus memproteksi masyarakat. Proteksi-proteksi itu, sebut Nurchalis, bisa berupa ilmu pengetahuan, teknologi yang dibutuhkan, dan hasil panen yang dijual semakin menjanjikan sehingga masyarakat bersemangat dalam berusaha di sektor pertanian.


Stabilitas Harga Jual

Aliansi Buruh Aceh, Muhammad Arnif mengungkapkan kekhawatiran kondisi petani ke depan.

Ia mengimbau pemerintah untuk mengupayakan regulasi tentang perlindungan dan jaminan terhadap harga jual dari petani dan membantu petani dalam tahapan produksi hingga panen.

selama ini, kata dia, banyak petani yang mengeluhkan ketika panen banyak harga jual jauh turun ke bawah.

Hal tersebut, ungkap dia, menjadi permainan buyer dan oknum pengusaha tani. Sehingga membuat petani merugi dan kurang bergairah untuk bertani.

"Di Banda Aceh dan sekitarnya harga beli cabai merah dari petani Rp 5.000/kilogram sementara harga jual di pasar Rp 20.000/kilogram. jauhnya selisih harga tersebut sangat merugikan petani," ujar Arnif kepada Dialeksis.com, Sabtu (12/6/2021).

Untuk itu, sambung Arnif, sangat penting adanya jaminan stabilitas harga oleh pemerintah agar petani tidak dirugikan.

Arnif menerangkan, dalam upaya mendorong dan memberdayakan petani muda dan petani baru, butuh pendampingan yang serius dan maksimal yang perlu dilakukan sebagai pilot project usaha pertanian di setiap kabupaten/kota di Aceh sesuai dengan keunggulan pertanian sebagai ciri khas/kearifan lokal dimasing-masing tempat.

Kemudian untuk mencetak dan menumbuhkan petani muda, jelas Arnif, penting pula peran pemerintah dan masyarakat dalam mempromosikan daya tarik menjadi petani baik di kalangan sekolah, kampus dan organisasi pemuda. 

"Pekerjaan itu bukan hanya dikantoran atau menjadi PNS akan tetapi peluang menjadi sukses dan kaya itu juga ada diprofesi tani yang profesional," jelas Arnif.

Bantuan modal usaha baik lahan, bibit dan biaya produksi juga harus disediakan pemerintah. 

Sementara itu, lanjut dia, penting juga distimulasi dengan penghargaan yang dibuat dan diberikan kepada petani muda yang sukses mengembangkan usaha taninya dengan berbagai sektor usaha (tani sembako, tani kopi, tani buah-buahan, dll) [Akhyar].

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda