Sederet Pimpinan KPK Pernah Jadi Tersangka dan Pelanggaran Kode Etik, Akankah Firli Bahuri Menyusul?
Font: Ukuran: - +
Reporter : Redaksi
Gedung KPK. [Foto: Foto: ROL/Fakhtar Khairon Lubis]
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Publik tanah air kembali heboh, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diharapkan publik sebagai lembaga anti rasuah yang benar-benar bersih dari praktek Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN).
Baru-baru ini, Lembaga anti rasuah di Tanah air tersebut kembali tercoreng oleh ulah pimpinan KPK, ialah Firli Bahuri. Ketua KPK selain dilapor dugaan pelanggaran kode etik, Oktober 2023 ia kembali dilapor dugaan pemerasan yang dilakukan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Berdasarkan data yang dirangkum Dialeksis.com dari berbagai sumber, berikut nama dan periode kepemimpinan Ketua KPK yang pernah tersandung hukum dan pelanggaran kode etik.
1. Antasari Azhar
Antasari Azhar Ketua KPK periode 2007-2011, ia pernah melanggar kode etik. Akan tetapi, ia diberhentikan dari jabatannya karena menjadi tersangka kasus lain.
Antasari diperiksa oleh Anggota Tim Pengawas Kode Etik KPK pada Rabu (19/8) di ruang tahanan Direktorat Narkoba, Polda Metro Jaya. Sebagaimana dilaporkan Harian Kompas, Kamis (20/8/2009), mereka memeriksa Antasari seputar dugaan pelanggaran kode etik.
Antasari diduga melanggar Pasal 36 Keputusan Pimpinan KPK tentang Kode Etik Pimpinan KPK. Pasal itu menyebutkan, pimpinan KPK dilarang bertemu dengan pihak beperkara.
Antasari ditahan di Polda Metro Jaya karena tersangkut kasus pembunuhan Nasrudin. Menurut majelis hakim, Antasari terbukti bersalah. Antasari dicopot dari jabatannya dan divonis 18 tahun penjara.
2. Abraham Samad
Ketua KPK periode 2011-2015, Abraham Samad, juga pernah tersandung kasus etik ketika menjabat. Saat itu, dia tengah menangani kasus Anas Urbaningrum, tersangka dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait pembangunan sarana dan prasarana olahraga di Bukit Hambalang.
Pelanggarannya adalah bocornya dokumen sprindik Anas ke publik. Menurut kesimpulan Komite Etik, diberitakan Kompas pada 3 April 2013, Abraham Samad tidak terbukti secara langsung membocorkan dokumen sprindik.
Komite Etik memutuskan pelaku utama pembocoran dokumen sprindik Anas adalah Sekretaris Abraham, Wiwin Suwandi.
Wiwin yang tinggal satu rumah dengan Abraham itu menghubungi media untuk memberikan foto kopian draf sprindik Anas.
Akan tetapi, perbuatan dan sikap Abraham yang tidak Kode Etik Pimpinan KPK dalam berkomunikasi dan memimpin, dinilai menciptakan situasi bocornya sprindik dan status Anas, harus dijatuhi sanksi sesuai tingkat kesalahannya.
Berdasarkan keputusan Komite Etik yang disampaikan dalam jumpa pers di Gedung KPK, Rabu (2/4/2013), Abraham dijatuhi sanksi ringan berupa peringatan tertulis.
Komite juga meminta Abraham memperbaiki sikap dan perilakunya serta memegang teguh kode etik pimpinan KPK. "Serta mampu membedakan hubungan pribadi dan profesional serta menjaga ketertiban komunikasi dan kerahasiaan KPK.
3. Firli Bahuri
Firli Bahuri Ketua KPK yang saat ini masih menjabat yakni Firli Bahuri juga tidak kalah kontroversial dan kerap kali berhadapan dengan hukum.
Pada tahun 2022, ia diduga kuat telah melanggar Pasal 36 Undang-Undang KPK karena bertemu dengan tersangka korupsi Lukas Enembe. Pasal tersebut dengan jelas melarang pimpinan KPK untuk berkomunikasi dengan tersangka korupsi yang sedang ditangani oleh KPK.
Pada tahun 2018, saat ia menjabat sebagai Deputi Penindakan, Firli pernah melakukan pelanggaran kode etik melakukan pertemuan dengan pejabat Badan Pemeriksa Keuangan yanni Bahrullah Akbar.
Saat itu, Bahrullah sedang diperiksa sebagai saksi dalam kasus suap dana perimbangan tersangka Yaya Purnomo yang tengah ditangani oleh KPK.
Satu tahun setelahnya yakni tahun 2019, Firli tercatat pernah melakukan sejumlah pertemuan dengan pihak yang tengah berhadapan dengan hukum kasus korupsi di KPK.
Gratifikasi Sewa Helikopter Pada 3 Juni 2021, Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan Firli ke Bareskrim Polri atas dugaan menerima gratifikasi dalam bentuk diskon penyewaan helikopter dari PT APU.
Dugaan gratifikasi usai ICW mendapatkan perbandingan harga dari penyedia jasa penerbangan lain. Dari sana, tampak bahwa diskon yang didapatkan Firli terlalu jauh dari harga umum.
Dugaan penerimaan gratifikasi terjadi pada Juni 2020. Saat itu, Firli menyewa helikopter untuk perjalanan pribadi dari Palembang, Sumatera Selatan, menuju Baturaja, Lampung, selama empat jam.
Pada September 2020, Masyarakat Antikorupsi Indonesia juga melaporkan hal serupa pada Dewan Pengawas KPK sebagai dugaan pelanggaran etik pimpinan KPK, yaitu bergaya hidup mewah. Pada bulan yang sama, Dewan Pengawas KPK melalui sidang etik memutuskan Firli melanggar kode etik dan memberikan sanksi ringan berupa teguran tertulis. (*)