Beranda / Berita / Wahyu Triyogo: Jurnalisme Data Menjadi Kunci Memahami Janji Politik di Pilkada 2024

Wahyu Triyogo: Jurnalisme Data Menjadi Kunci Memahami Janji Politik di Pilkada 2024

Kamis, 22 Agustus 2024 12:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Wahyu Triyogo, seorang praktisi data yang juga Wakil Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI). Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com.


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Menjelang Pemilu Legislatif serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2024, peran media dalam peliputan menjadi semakin penting, terutama dalam menyampaikan informasi yang akurat dan komprehensif kepada publik. 

Untuk mempersiapkan jurnalis dalam menghadapi tantangan ini, Dewan Pers menyelenggarakan workshop bertajuk "Peliputan Pemilu & Pilkada 2024 oleh Media di Aceh" pada Kamis, 22 Agustus 2024, di Banda Aceh. 

Acara ini menghadirkan sejumlah narasumber yang ahli di bidangnya, salah satunya adalah Wahyu Triyogo, seorang praktisi data yang juga Wakil Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI).

Dalam paparannya, Wahyu menekankan pentingnya jurnalisme data sebagai alat untuk mencermati dan memahami janji-janji politik yang sering kali disampaikan oleh kandidat dalam kampanye Pilkada. 

Menurutnya, jurnalis memiliki tanggung jawab tidak hanya untuk menyampaikan informasi secara objektif, tetapi juga untuk melakukan analisis mendalam yang dapat membantu publik dalam menilai realisme dari janji-janji tersebut.

"Jurnalisme data memungkinkan kita untuk menilai seberapa realistis sebuah janji politik. Misalnya, jika seorang calon bupati di Aceh menjanjikan subsidi pupuk sebesar satu juta rupiah per orang, kita perlu mengkaji apakah janji tersebut masuk akal atau hanya janji manis semata," jelas Wahyu. 

Ia mencontohkan, janji tersebut dapat dianalisis lebih lanjut dengan mengkomparasikan besarnya subsidi dengan anggaran daerah yang tersedia serta jumlah penduduk yang menjadi sasaran kebijakan. 

"Apakah anggaran yang tersedia cukup untuk memenuhi janji tersebut? Berapa jumlah petani yang akan menerima subsidi? Semua pertanyaan ini dapat dijawab melalui pendekatan jurnalisme data," tambahnya.

Wahyu juga menekankan bahwa jurnalisme data bukan hanya soal menghitung angka, tetapi juga tentang memberikan gambaran yang jelas dan akurat kepada publik mengenai janji-janji politik.

 "Informasi yang kita sampaikan harus benar-benar memberikan gambaran yang jelas tentang apakah janji-janji kampanye realistis atau tidak. Ini penting agar pemilih tidak salah dalam menentukan pilihan mereka," ujarnya.

Selain membahas janji politik, Wahyu juga menyoroti pentingnya memahami harta kekayaan kandidat yang sering kali mengalami peningkatan drastis setelah menjabat. 

"Misalnya, jika seorang pejabat memiliki kekayaan satu miliar saat awal menjabat dan meningkat menjadi sepuluh miliar setelah beberapa tahun, kita perlu menelusuri dari mana asal kekayaan tersebut. Ini adalah salah satu aspek penting dari jurnalisme data yang dapat memberikan informasi berharga kepada publik," katanya.

Wahyu menyebutkan bahwa sumber data untuk jurnalisme data bisa berasal dari berbagai institusi formal seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Komisi Pemilihan Umum (KPU), media massa, serta hasil investigasi lapangan yang dilakukan oleh jurnalis sendiri. 

"Data-data ini dapat kita manfaatkan untuk menyajikan laporan yang lebih mendalam dan informatif," tegasnya.

Lebih lanjut, Wahyu juga menyinggung tentang penggunaan survei dalam peliputan Pilkada. 

Menurutnya, survei sering kali menjadi acuan bagi banyak kandidat untuk mengukur elektabilitas, menganalisis preferensi pemilih, dan menyusun strategi kampanye. Namun, ia mengingatkan para jurnalis untuk tetap kritis terhadap hasil survei yang diterima. 

"Yang pertama harus kita lihat adalah lembaga yang melakukan survei. Apakah lembaga tersebut kredibel? Bagaimana metodologi yang digunakan? Apakah populasi dan sampelnya representatif? Ini semua harus diperhatikan agar kita tidak sekadar menyajikan hasil survei tanpa analisis yang mendalam," jelas Wahyu.

Ia juga menekankan pentingnya memahami margin of error dalam survei. "Margin of error ini menunjukkan tingkat ketepatan dari hasil survei. Semakin kecil marginnya, semakin akurat hasilnya. Oleh karena itu, kita harus jeli dalam membaca dan menyampaikan hasil survei kepada publik," tambahnya.

Wahyu Triyogo berharap agar melalui workshop ini, para jurnalis dapat lebih kritis dan mendalam dalam melakukan peliputan Pemilu dan Pilkada 2024. 

"Dengan menerapkan jurnalisme data, kita dapat memberikan informasi yang lebih berkualitas kepada publik, sehingga mereka dapat membuat keputusan yang lebih bijak dalam memilih pemimpin," pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI