Terobosan Kebijakan: Dewan Pers Membuka Peluang Bisnis Tambahan bagi Media
Font: Ukuran: - +
Ketua Komisi Pendataan, Penelitian, dan Ratifikasi Pers Dewan Pers, A Sapto Anggoro. Foto: dewanpers
DIALEKSIS.COM | Nasional - Dalam upaya untuk mengakomodasi perkembangan industri media yang semakin dinamis, Dewan Pers kini memperluas cakupan bidang usaha yang dapat diajukan untuk verifikasi oleh media atau perusahaan pers.
Hal ini diumumkan oleh Ketua Komisi Pendataan, Penelitian, dan Ratifikasi Pers Dewan Pers, A Sapto Anggoro, dalam sebuah diskusi yang digelar dalam rangka peringatan Hari Pers Nasional di Ancol, Jakarta, beberapa hari lalu (19/2/24).
Menurut Sapto, sebelumnya Dewan Pers telah menetapkan bahwa media yang akan diverifikasi harus berada dalam bidang penerbitan pers sesuai dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI). Namun, kini ada perubahan dalam pendekatan tersebut. KBLI untuk perusahaan pers kini diperluas, memungkinkan perusahaan pers memiliki bidang usaha lain yang terkait dengan kegiatan utama mereka.
"Sekarang tidak lagi seperti itu. KBLI untuk perusahaan pers kita perluas. Di samping penerbitan berita, perusahaan pers bisa memiliki bidang usaha lain yang terkait dengan bidang utama usahanya," jelas Sapto.
Sebagai contoh, Sapto menyebut bahwa perusahaan pers sekarang diperbolehkan untuk memiliki usaha penerbitan buku, penyelenggaraan pelatihan, dan penyelenggaraan diskusi publik berbayar. Bahkan, menurutnya, perusahaan pers juga dapat melibatkan diri dalam penyelenggaraan acara atau event organizer untuk perusahaan lain.
Keputusan untuk memperluas bidang usaha dalam KBLI ini diambil sekitar dua bulan yang lalu. Hal ini merupakan respons terhadap kondisi sulit yang dihadapi oleh perusahaan pers saat ini, termasuk kendala dalam mendapatkan porsi iklan yang semakin terbatas.
Sapto juga menjelaskan bahwa dalam membangun bisnis media, setiap individu atau perusahaan memiliki pilihan yang berbeda. Ada yang menjadikan perusahaan media sebagai komoditas yang akan dijual ketika sudah cukup berkembang, sementara ada juga yang mengembangkan media sebagai produk atau merek. Selain itu, ada juga model bisnis media yang dikembangkan sebagai start-up atau sebagai warisan untuk keluarga.
Saat ini, lanjut Sapto, media tidak lagi sepenuhnya mengikuti prinsip-prinsip jurnalisme konvensional. Platform-platform global seperti Google dan Facebook, yang dominan dalam penyaluran iklan media, seringkali menjadi acuan utama.
"Media saat ini akan mengikuti algoritma platform global. Awalnya, algoritma Google didasarkan pada jumlah kunjungan atau 'hits'. Kemudian berubah menjadi jumlah tampilan halaman ('page views'). Selanjutnya, berdasarkan lama waktu pembacaan ('impression'). Dan perkembangan terbaru adalah algoritma impression ditambah dengan 'scrolling'," jelasnya.