Sempat Lumpuh usai Divaksin, Guru di Sukabumi Sudah Gerakkan Tangan
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Bandung - Ketua Pokja Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Kabupaten Sukabumi Eni Rahmawati mengatakan kondisi guru di Sukabumi yang sempat mengalami kelumpuhan usai divaksin Covid-19, Susan (31), sudah membaik.
"Saat ini dibanding waktu dirawat di rumah sakit, sudah ada perbaikan. Gerakan tangan sudah bisa, yang masih belum maksimal kaki. Selanjutnya beliau melakukan perawatan dengan fisioterapi," kata dia, dalam keterangannya, Senin (3/5).
Sebelumnya, adik Susan, Yayu, mengatakan kakaknya mengeluh pusing, mual, hingga pandangan buram, lumpuh, usai menjalani vaksinasi dosis kedua pada 31 Maret. Susan lalu dibawa ke Rumah Sakit Palabuhanratu. Menurut Yayu, saat itu diagnosa dokter menyebut Susan memiliki autoimun.
Tidak lama di RS Palabuhanratu, Susan lalu dirujuk ke RSHS Bandung. Ia dirawat selama tiga pekan di rumah sakit tersebut.
Ketua Komisi Daerah (Komda) KIPI Jawa Barat Kusnandi Rusmil mengatakan pihaknya belum menemukan bukti keterkaitan antara vaksin corona dengan gejala kelumpuhan pada Susan. Menurutnya, sang pasien sejauh ini menderita penyakit Guillain-Barre Syndrome (GBS).
"Kesimpulan, belum cukup bukti untuk menyatakan adanya hubungan antara kelemahan anggota gerak dan keburaman mata dengan vaksinasi Covid-19. Diagnosa saat ini pada SA (31) adalah Guillain-Barre Syndrome atau GBS," kata dia, saat membacakan hasil audit Komnas KIPI dalam jumpa pers virtual, Senin (3/5).
Keluhan mata Susan, katanya, muncul perlahan-lahan 12 jam pasca-imunisasi Covid-19. Ia kemudian dirujuk ke rumah sakit dan sempat dirawat selama 23 hari, sejak 1 April hingga 23 April.
"Telah dilakukan CT Scan, toraks, dan pemeriksaan darah sesuai aturan prosedur dan hasil pemeriksaan dokter saraf didiagnosa Guillain-Barre Syndrome," ucap Kusnandi.
Adapun saat ini keadaan umum SA sudah membaik. Kondisi mata sudah berlangsung baik dan minggu depan akan kontrol kembali ke rumah sakit tempat rawat inap.
"Saat ini belum ditemukan bukti yang kuat keluhan gejala klinis terkait vaksinasi Covid-19 hasil surveilans Komnas KIPI dan Komda KIPI Jabar," kata Kusnandi.
Eni melanjutkan Susan dapat melakukan pindahan rujukan rawat jalan. Selama ini, kontrol dilakukan di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung.
"Kita sudah berkoordinasi langsung dengan puskesmas untuk sistem rujukan mudah-mudahan selanjutnya akan dipantau tim yang ada di Rumah Sakit Umum Pelabuhan Ratu," kata dia.
Ahli saraf Dewi Hawani menambahkan GBS disebabkan oleh virus. Akan tetapi virus tersebut bisa berkembang beberapa minggu sebelum menyebabkan penderitanya terdiagnosa GBS.
"Jadi memang GBS bisa disebabkan oleh virus tetapi bukan langsung oleh virus tersebut tetapi karena imunologis sebelumnya. Biasanya terjadi bisa 2-4 minggu sebelumnya," tutur Dewi.
Ratusan Laporan KIPI
Ketua Divisi Penanganan Kesehatan Satgas Penanganan Covid-19 Jawa Barat (Jabar) Marion Siagian mengatakan sejak vaksinasi digelar terdapat 107 KIPI ringan dan 36 kasus serius. KIPI ringan mayoritas berupa mengantuk, merah di tempat penyuntikan, dan juga lapar.
"Ke 36 KIPI serius itu sudah diaudit dan tidak ada yang hubungan langsung akibat vaksin Covid ini," kata Marion dalam jumpa pers virtual, Senin (3/5).
Kusnandi Rusmil menambahkan kasus KIPI berat rasionya 1 juta banding satu orang. Adapun reaksi alergi berat dan ringan angkanya berkisar 2,5-5 persen.
"Efek samping yang terjadi sangat sedikit memang ada yang gatal, merah di tempat penyuntikan itu bawah 2,5 persen," ucap Kusnandi.
Menurut dia, KIPI bisa dikaitkan atau pun tidak dengan vaksin. Contoh reaksi vaksin membuat panas badan, bengkak di tempat suntikan.
"Ada juga yang bukan reaksi vaksin, seperti salah suntik, ketukar. Itu yang harus dicegah dan kita belum pernah ketemu KIPI seperti itu, kebanyakan reaksi individu yang terjadi," kata dia.
"Yang berat itu sangat jarang dari sejuta itu satu. Untuk keuntungan vaksinasi jauh lebih besar daripada reaksi itu jadi jangan takut divaksinasi karena ini mencegah dari penyakit," lanjutnya.
Anggota Komda KIPI Jabar Rodman Tarigan menambahkan KIPI serius kebanyakan berupa pasien tidak sadarkan diri atau pingsan setelah menerima vaksin. Hal itu dikarenakan adanya kecemasan, misalnya, karena melihat jarum suntik.
"Ada ketakutan sehingga muncul gejala sakit sampe pingsan. KIPI serius itu sampai dirawat dan itu ternyata tidak ada kaitannya dengan vaksinasi," tutupnya.