Rencana Pemikiran dan Tindakan Ketua Ikakum USK Baru Paska Dilantik
Font: Ukuran: - +
Reporter : Akhyar
Foto: dialeksis.com
DIALEKSIS.COM | Aceh - Musyawarah Besar (Mubes) Ikatan Keluarga dan Alumni Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (Ikakum USK) berlangsung sukses, T. Kamaruzzaman terpilih sebagai Ketua Ikakum USK periode 2021-2026. Selasa (20/11/21) di Lobi Utama Fakultas Hukum USK. Paska dilantik Teuku Kamaruzzaman mengaku terhormat dirinya bisa memimpin IKAKUM USK hal itu disampaikan ke awak media.
"Ini sebuah kehormatan bagi saya bisa mengurus Ikakum USK supaya bisa berdaya guna, terutama untuk ikatan alumni, untuk fakultas hukum USK, semoga juga bisa bermanfaat bagi masyarakat Aceh," kata Ampon Man sapaan akrabnya itu kepada reporter Dialeksis.com, Banda Aceh, Minggu (21/11/2021).
Sebagai Ketua Ikakum USK periode 2021-2026, Ampon Man telah menyiapkan program kerja dan rencana kerja untuk jangka pendek dan menengah. Untuk jangka pendek, Ampon Man beserta anggota Ikakum USK akan memperkokoh konsolidasi internal dan juga mencoba menelisik dinamika perkembangan hukum ke depan.
Sehingga, jelas dia, struktur yang dibangun nanti mampu memenuhi harapan-harapan alumni untuk berkiprah dalam konteks organisasi.
Sementara untuk jangka menengah, Ampon Man dan kawan-kawannya di Ikakum USK akan berusaha memberi bantuan hukum, advokasi hukum, dan pendapat hukum untuk kepentingan Aceh.
"Itu rencana program-program kerja kami ke depan. Namun tentu yang kita harapkan Ikakum USK ini bisa bermitra dengan banyak pihak," ujarnya.
Termasuk juga, harapnya, harmonisasi sinergitas dengan perguruan tinggi atau universitas lainnya di Indonesia.
"Minimal se wilayah barat dari Jakarta bisa saling gandengan menjadi satu-kesatuan untuk kita saling bersinergi dan berkolaborasi dalam memberikan banyak hal kepada masyarakat," jelasnya.
Sementara itu, Ikakum USK dikabarkan juga akan senantiasa memberi masukan maupun kritik terhadap produk hukum yang diciptakan oleh eksekutif maupun legislatif Aceh.
Kritik, saran dan rekomendasi hukum akan Ikakum USK berikan, karena menurut Ampon Man, regulasi yang hadir saat ini, baik di Qanun maupun di nomenklatur lain di Aceh, kualitasnya masih sangat rendah.
"Produk hukum di Aceh masih bersifat general (umum). Belum menjadi kekhususan untuk daerah yang bisa berdampak bagi kesejahteraan rakyat Aceh," ungkapnya.
"Kami melihat, Qanun masih menyisakan persoalan besar. Beberapa Qanun terlihat seolah copy-paste di beberapa undang-undangnya," sambung dia.
Ampon Man menegaskan agar hal demikian tak dilakukan oleh stakeholder di jajaran lingkup Pemerintahan Aceh.
Soalnya, kata dia, terdapat tiga regulasi khusus di Aceh, yaitu UU No 44/1999 tentang Keistimewaan Aceh, UU No 37/2000 tentang BPKS Sabang, dan UU No 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Ampon Man berharap agar regulasi itu dijadikan domain awal bagi Pemerintah Aceh dalam menyusun Qanun yang bisa melobi-lobi pemerintah pusat.
"Kita melahirkan begitu banyak Qanun. Tapi Qanun itu tidak bermakna apa-apa bagi lembaga dan kementerian," tuturnya.
Soal produk hukum Aceh yang dinilai masih menyimpan PR besar, Ampon Man beserta anggota Ikakum USK lainnya akan giat mengawal, mengkritik, merekomendasi dan membantu Pemerintah Aceh dalam mengelola kekhususan daerah hingga menggema ke pemerintah pusat.