Pro dan Kontra Soal Politik Dinasti, Ketua PB HMI Didemo Anggotanya
Font: Ukuran: - +
Reporter : Zulkarnaini
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) telah memicu debat sengit terkait politik dinasti di kalangan masyarakat, termasuk kalangan mahasiswa.
Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) juga menjadi sorotan, dengan dugaan bahwa organisasi ini memberikan dukungan kepada politik dinasti.
Para pendukung politik dinasti berargumen bahwa keluarga politisi yang telah berpengalaman memiliki pengetahuan dan keahlian yang dapat menguntungkan negara. Mereka juga berpendapat bahwa pemilih memiliki hak untuk memilih calon berdasarkan prestasi dan dedikasi, bukan sekadar nama keluarga.
Namun, di sisi lain, para kritikus politik dinasti menilai bahwa fenomena ini dapat mengakibatkan konsentrasi kekuasaan dalam satu keluarga, mengurangi keragaman dan kontestasi politik yang sehat. Mereka berpendapat bahwa demokrasi seharusnya mendorong partisipasi dan kompetisi yang adil di antara semua warga negara, tanpa memandang garis keturunan.
Ketua Umum PB HMI, Raihan, mendapati tekanan untuk mengundurkan diri karena diduga mendukung politik dinasti. Beberapa pihak mendesaknya untuk memberikan klarifikasi dan menjelaskan posisi resmi HMI terkait isu ini. Diskusi dan perdebatan terus berlanjut di kalangan mahasiswa, mencerminkan keragaman pandangan dan pemahaman di dalam masyarakat terkait politik dinasti.
Dan ini mereka nilai sebagai bentuk dukungan terhadap politik dinasti. Selain melakukan orasi Mereka melakukanmelakukan aksi corat coret dinding. Diantaranya berbunyi "Copot, Raihan Mendukung Politik DInasi".
Mereka juga membawa poster yang bertuliskan "HMI se-Jakarta Mosi tidak percaya terhadap Raihan. Segera klarifikasi statment Raihan tentang putusan MK".
Dalam keterangan tertulis yang diterima DIALEKSIS.COM, Minggu (22/10/2023) Ketua Umum Koordinator Komisariat HMI Universitas Ibnu Kaldun Jakarta Cabang Jakarta Raya, Umar Souwakil, mengatakan, aksi ini dilakukan untuk meminta pertanggung jawaban dan klarifikasi Raihan.
Menurutnya, pernyataan mendukung putusan MK bukanlah keputusan sepihak Raihan, yang tidak sesuai dengan mekanisme pengambilan keputusan.
Menurut dia pengurus tidak pernah bersepakat dengan pernyataan Raihan itu. Justru, menurut Sauwaki, mereka menolak putusan MK yang mereka anggap memiliki kepentingan untuk meloloskan Gibran menjadi cawapres di Pilpres 2024.