Praktisi Hukum Desak DKPP Proses Dugaan Pelanggaran Etik Ketua dan Komisioner KIP Aceh Tamiang
Font: Ukuran: - +
Reporter : Redaksi
Praktisi Hukum dan juga pengacara Hermanto, SH. Foto: for Dialeksis.com
DIALEKSIS.COM | Aceh - Praktisi Hukum dan juga pengacara Hermanto, SH angkat bicara terkait kasus penipuan yang dilaporkan Caleg DPRK Aceh Tamiang berinisial MU yang diduga melibatkan Ketua KIP Aceh Tamiang, RA.
"Pihaknya meminta kepada Polda Aceh untuk jangan ragu memeriksa Ketua KIP Aceh Tamiang. Jika panggilan pertama pada Selasa (23/7/2024) RA belum memenuhi panggilan Polda Aceh. Maka sampe panggilan ketiga RA tidak datang, maka pihak Polda Aceh harus melakukan panggilan paksa," ujar Hermanto kepada Dialeksis.com, Senin (29/7/2024).
Hermanto menjelaskan selain dilaporkan ke Polda Aceh, RA dan dua komisioner KIP Aceh Tamiang lainnya yang berinisial KA dan MWK juga dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP) oleh Caleg DPRK Aceh Tamiang berinisial MU pada 05 Juni 2024 lalu.
"Pihaknya mendesak DKPP untuk segera memproses laporan MU terhadap dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh Ketua KIP Aceh Tamiang, RA dan dua komisioner KIP Aceh Tamiang lainnya berinisial KA dan MWK," ujar Hermanto.
Sementara itu, Ketua KIP Aceh Tamiang, RA yang dikonfirmasi Wartawan via WhatsApp terkait dirinya belum memenuhi undangan wawancara verifikasi perkara mengatakan saat ini saya sedang Dinas Luar (DL) dan terkait undangan tersebut saya belum dapat info dari Polda.
"Saat ini sedang Dinas Luar bang dan terkait undangan tersebut saya belum dapat info dari Polda Aceh," ujar RA singkat.
Diberitakan sebelumnya, Caleg DPRK Aceh Tamiang melaporkan ketua dan komisioner KIP setempat ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Republik Indonesia. Penyelenggara Pemilihan Umum (Pemilu) tersebut diindikasi melanggar kode etik.
“Dokumen pengaduan atau laporan dugaan pelanggaran kode etik sudah kita serahkan ke DKPP,” kata Sarwo Edi SH SPd, kuasa hukum pelapor, saat dikonfirmasi Dialeksis, Jumat, 14 Juni 2024.
Berdasarkan tanda terima dokumen pengaduan Nomor 317/04-5/SET-02/VI/2024 tertanggal 5 Juni 2024 atas dugaan Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu 2024 dan surat pengaduan tersebut diterima oleh Staf DKPP, Sandika Putra Revido.
Adapun pelapor merupakan Caleg DPRK untuk Daerah Pemilihan (Dapil) Aceh Tamiang IV pada Pemilu 2024 berinisial MU. Sedangkan terlapor satu yakni Ketua KIP Aceh Tamiang berinisial RA, terlapor dua berinisial KA dan terlapor ketiga MWK.
Sarwo menceritakan, peristiwa bermula pada 22 Februari 2024, pukul 16.00 WIB. Ketika itu pelapor ditelepon oleh Caleg DPRK terpilih Pemilu 2024 berinisial MJ untuk berangkat ke Kualasimpang, Aceh Tamiang.
Di ibu kota kabupaten tersebut, pelapor yang bertemu dengan MJ kemudian diajak ke rumah seorang berinisial HP. Mereka bertiga lalu berangkat ke rumah terlapor, RA, di Dusun Sedar Kampung Sriwijaya, Kecamatan Kota Kualasimpang, pukul 20.00 WIB. “Dari pertemuan di rumah terlapor satu, agar suara pelapor bertambah, diminta untuk menyiapkan uang sebesar Rp 200 juta untuk dibagikan ke anggota di lapangan (PPK-red),” ujar Sarwo.
Keesokan harinya, kata Sarwo, pelapor menyerahkan uang Rp 200 juta kepada HP dan JPL di pondok Santai Cafe Kampung Sei Liput, Kecamatan Kejuruan Muda. HP, kata Sarwo, bertanggung jawab atas uang tersebut.
Hal ini kemudian ditunjukkan HP dengan menandatangani pernyataan titipan uang di atas kwitansi yang bermaterai serta disaksikan seorang supir pelapor, berinisial I, dan diketahui oleh MJ serta HHS.
Pelapor lalu bertemu dengan JPL dan HP di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Karang Baru, pada 24 Februari 2024. Di pertemuan itu, kata Sarwo, JPL mengatakan bahwa uang tersebut sudah dibagikan ke oknum panitia pemilihan kecamatan (PPK) dan terlapor satu.
Sarwo mengatakan, pelapor kemudian ditelepon oleh RM pada 25 Februari 2024 pukul 03.00 WIB. Pelapor diminta untuk pergi ke rumah seseorang berinisial K. Di rumah K, pelapor melihat terlapor kedua dan ketiga. Pelapor, kata kuasa hukum, diminta menyiapkan uang Rp 300 juta oleh seorang berinisial RAM untuk pembayaran pemenangan suara. Sedangkan terlapor kedua dan ketiga ketika itu mengaku telah membantu menaikan perolehan suara serta pelapor dinyatakan menang.
Pelapor sempat menyampaikan tidak sanggup menyediakan uang sesuai yang diminta. Hingga akhirnya RAM menawarkan uang yang diberikan menjadi Rp 200 juta dan harus diserahkan, pagi, di hari itu juga.
MU selaku pelapor, kata Sarwo, sempat izin pulang dan meminta waktu untuk berkompromi dengan keluarga serta teman. Sebab nominal uang yang diminta ketika itu tidak sanggup dipenuhi pelapor.
Peristiwa yang pelapor alami langsung ia laporkan kepada RA atau terlapor satu ketika mendatangi Kantor KIP Aceh Tamiang. Terlapor satu kemudian meminta pelapor untuk tetap tenang karena dia yang mengatur hal tersebut.
MU kemudian mendapat informasi dari J, bahwa terlapor kedua dan ketiga mendatangi PPK serta Panwaslu Kecamatan Tenggulun untuk segera menggelar rapat guna merubah peroleh suara pelapor. “Menggelar rapat guna merubah peroleh suara pelapor yang telah unggul dari caleg nomor dua dan terbukti suara pelapor kalah dari caleg nomor urut dua,” jelas Sarwo.
Setelah kejadian tersebut dan sebelum rekapitulasi tingkat kabupaten, kata Sarwo, kliennya kembali menjumpai terlapor satu dan mengatakan bahwa hasil perolehan suara pelapor menjadi kalah. Kemudian, terlapor satu kembali meminta pelapor untuk tetap tenang. Ia juga menyampaikan bahwa rekapitulasi akhir dilakukan di kabupaten dan masih bisa diubah.
Hasil rekapitulasi kabupaten diumumkan di ruang utama DPRK Aceh Tamiang, pada 4 Maret 2024. Namun, peroleh suara pelapor tidak bertambah seperti apa yang dijanjikan terlapor pertama. Merasa tidak ada perubahan suara, pelapor mendatangi HP, JPL dan MJ, untuk meminta pertanggungjawaban atas uang Rp 200 juta tersebut. Akan tetapi ketiga orang tersebut menunggu kepulangan terlapor satu dari Banda Aceh. []