Pentingnya Kolaborasi Pusat dan Daerah untuk Perkuat Pembinaan Ideologi Pancasila dan Gerakan Revolusi Mental
Font: Ukuran: - +
DILEKSIS.COM | Jakarta - Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi mengungkapkan, pentingnya kolaborasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam Pembinaan Ideologi Pancasila (PIP). Walau demikian, ia mengakui kolaborasi tersebut tidaklah mudah dan membutuhkan sejumlah upaya. Menurutnya, salah satu yang perlu dilakukan adalah membuka ruang kolaborasi secara luas dan membangun komunikasi secara intens.
“Oleh karena itu, penting untuk mengisi dan memaksimalkan kerja sama yang telah dibangun antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, utamanya dengan membuka sebanyak-banyaknya ruang kolaborasi dengan berkomunikasi secara intensif, utamanya dalam mengawal RPJMN 2020-2024 tentang PIP,” ujar Yudian saat menjadi narasumber pada webinar bertajuk “Sinergitas Pemerintah Pusat dan Daerah dalam Rangka Memperkuat Pembinaan Ideologi Pancasila Serta Penguatan, Pembentukan, dan Evaluasi Gerakan Nasional Revolusi Mental”, Senin (2/8/2021). Kegiatan ini digelar oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Politik dan Pemerintahan Umum (Pol & PUM).
Yudian memaparkan sejumlah langkah yang perlu dilakukan untuk memperkuat PIP. Pertama, pemerintah daerah dapat menggelar pendidikan dan pelatihan PIP bagi para ASN. Kedua, melakukan penguatan moderasi beragama dan kelembagaan melalui strategi struktural dan kultural. Strategi struktural dilakukan dengan cara sinkronisasi dan harmonisasi peraturan daerah dengan melibatkan BPIP. Sedangkan strategi kultural, dapat dilakukan dengan melibatkan ormas dalam proses penyusunan dan pengambilan kebijakan.
Ketiga, lanjut Yudian, pemerintah daerah dapat memberi dukungan dan berkolaborasi dengan BPIP dalam proses PIP melalui jejaring Pancamandala. Dukungan itu diperlukan apalagi BPIP tidak mempunyai satuan kerja di daerah. Pancamandala sendiri merupakan keterlibatan berbagai pihak, yang meliputi komunitas, akademisi, birokrasi, pendamping (NGO), private sektor, dan terpenting pemerintah daerah.
Sementara itu, Anggota Tim Ahli Gugus Tugas Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) Alissa Wahid yang juga hadir sebagai narasumber di kegiatan serupa memberikan pandangannya terkait gerakan revolusi mental. Dia menyebutkan, inti dari gerakan revolusi mental yakni mengubah cara berpikir, cara kerja, dan cara hidup. Perubahan itu terutama dilakukan dalam tiga nilai strategis instrumental, yakni nilai integritas, etos kerja, dan gotong royong.
“Ini kita pandang sebagai syarat untuk mewujudkan Indonesia berdaulat, berdikari dan berkepribadian,” ujarnya.
Dia mengatakan, usia kemerdekaan Indonesia 25 tahun mendatang bakal berada pada angka 100 tahun. Keinginan untuk mewujudkan Indonesia emas kian muncul. Indonesia emas yang dimaksud yakni Indonesia yang berdaulat, maju, adil, dan makmur. Namun, keinginan itu perlu didukung dengan manusia Pancasilais yang unggul. Karakter ini dapat ditandai dengan nilai-nilai kebangsaan, nilai integritas, etos kerja, dan gotong royong.
Di lain sisi, Alissa menuturkan, GNRM sendiri memiliki struktur di tingkat nasional dan daerah. Dia menjelaskan struktur koordinasi GNRM yang dilakukan secara berjenjang dan melibatkan Kemendagri. Ia menyebutkan, Kemendagri dapat bertanggung jawab terhadap pembentukan dan pengkoordinasian gugus tugas di tingkat provinsi. Sedangkan, GNRM di tingkat provinsi berperan dalam mengkoordinasikan di kabupaten/kota.