Beranda / Berita / Pengajuan APBA-P Sudah Lewat, Dr Syukriy: Mendagri Setuju Hanya Saja?

Pengajuan APBA-P Sudah Lewat, Dr Syukriy: Mendagri Setuju Hanya Saja?

Rabu, 15 September 2021 07:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar

Foto: Ist


DIALEKSIS.COM | Aceh - Dosen Ekonomi Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh, Dr. Syukriy Abdullah, S.E, M.Si ahli akuntansi nasional mengatakan, usulan untuk mengajukan rancangan APBA-P jika mengikuti aturan Perundang-undangan jadwalnya sudah lewat.

Ia melanjutkan, jika rancangan perubahan APBA-P dibuat sekarang, maka Pemerintah Aceh secara aturan telah menyalahi regulasi yang berlaku. 

“Seharusnya, di awal Agustus kemarin usulan perubahan anggaran sudah dimulai dengan mengajukan rancangan KUA-PPAS. Tapi, kenapa tidak dilakukan oleh eksekutif, kenapa harus sekarang diajukan lagi perubahan. Sementara waktunya sudah lewat,” ujar Dr Syukriy kepada reporter Dialeksis.com, Banda Aceh, Rabu (15/9/2021).

Saat ditanya apakah masih memungkinkan untuk membuat APBA-P saat ini, Dr Syukriy mengatakan, pihak eksekutif Aceh bisa saja meminta persetujuan dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri) untuk melakukan perubahan APBA-P atau penyesuaian anggaran. 

Tetapi, lanjutnya, jika Mendagri menyetujui perubahan APBA-P Aceh sekarang, hal ini sama saja seperti Mendagri mengangkangi aturannya sendiri.

“Kalau Mendagri menyetujui perubahan anggaran sementara waktunya sudah lewat, Mendagri sama seperti menelan ludahnya sendiri,” kata Dr Syukriy.

Selain itu Dr Syukriy menegaskan kembali, Mendagri telah membuat PP Nomor 12/2019, Permendagri 77/2020. Dimana di dalamnya terdapat aturan yang memuat tahapan-tahapan pengajuan perubahan sebuah anggaran.

Sementara di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), lanjut Dr Syukriy, pihak KPK juga mengeluarkan Surat Edaran 8/2020 yang menyatakan bahwa Kepala Daerah agar mengikuti tahapan atau jadwal yang ditetapkan sesuai peraturan Perundang-undangan.

Menyikapi persoalan dimana ruang komunikasi antara Eksekutif, Legislatif, dan Kemendagri masih dibuka saat ini, Dr Syukri mengatakan, Mendagri punya kewenangan untuk menyetujui atau tidak perubahan anggaran yang diusulkan oleh pemerintah Provinsi Aceh.

Namun, lanjut Dr Syukriy, jika Mendagri menyetujui anggaran perubahan maka bisa saja akan disambut Pemerintah Aceh dengan mempergubkan APBA-P karena tanpa melalui pembahasan bersama dengan DPRA.

“Padahal dalam hal ini bukan DPRA-nya yang salah, tapi Pemerintah Aceh sendiri yang tidak mengajukan usulan dengan jadwal yang telah ditetapkan,” kata Dr Syukriy.

Dalam konteks politik, Dr Syukriy menilai bahwa polemik perubahan anggaran yang timbul saat ini menunjukkan betapa Pemerintah Aceh tidak menghargai fungsi lembaga legislatif sebagai fungsi penganggaran dan pengawasan.

“Jadi, saya kira sudah saatnya Pemerintah Aceh bersikap fair untuk menghormati posisi DPRA sebagai lembaga perwakilan rakyat. Pemerintah Aceh tidak boleh selalu bersembunyi di bawah ketiak Mendagri untuk tetap bisa mempergubkan semua regulasi terkait dengan anggaran,” tuturnya.

Dr Syukriy juga mempertanyakan, apakah selama ini Pemerintah Aceh tidak paham aturan terkait pengusulan APBA-P, atau memang sengaja membangkang sehingga APBA-P sejalan dengan LPJ APBA 2020 yang sudah di-Pergubkan.

“Saya kira, polemik yang seperti ini tidak boleh lagi dibiarkan terjadi secara terus-menerus,” pungkasnya. 

Apendiks Masih Belum Tuntas

Beberapa waktu lalu, Aceh sempat digemparkan dengan munculnya istilah kegiatan berkode AP. Tidak ada yang tahu pasti apa maksud eksekutif memunculkan istilah Apendiks dalam kegiatan yang dititip di sejumlah SKPA. 

Kode yang tidak lazim ini bahkan tidak dikenal dalam nomenklatur penata usahaan anggaran daerah maupun anggaran negara hingga sekarang penyelesaiannya masih belum tuntas, apalagi ditindaklanjuti oleh Pemerintah Aceh dengan memberi pernyataan secara jelas.

Sebagai akademisi, Dr Syukriy menjelaskan, selama pandemi pemberlakuan anggaran dilakukan tanpa perlu melewati pembahasan bersama dengan anggota DPRA. Sehingga DPRA sendiri juga tidak tahu-menahu soal pengalokasian anggaran berkode Apendiks. 

Harusnya, kata Dr Syukriy, apapun alasannya meskipun DPRA tidak ikut membahas karena pandemi covid-19, eksekutif berkewajiban melapor kepada DPRA.

“Ketika ada pengurusan pengalokasian anggaran yang sembunyi-sembunyi dilakukan, berarti dicurigai ada sesuatu yang disembunyikan. Maksudnya, ada kecenderungan untuk melakukan penyimpangan dalam pengalokasian anggaran,” ungkap Dr Syukriy.


Represif Menahan Informasi

Bicara soal minimnya serapan anggaran APBA 2020, Dr Syukriy mengatakan, Pemerintah Aceh harusnya bisa mengikuti sebagaimana ketentuan yang sudah ada dalam APBD Murni. Eksekutif bisa tinggal melaksanakan kegiatan sesuai APBD murni untuk mencapai target serapan tahun anggaran 2020 kemarin.

“Persoalannya kenapa tidak terserap. Sementara APBD murni itu sudah disusun dan disepakati bersama. Jadi, saya kira eksekutif perlu menjelaskan lebih detail terutama Sekda sebagai ketua TAPA, mengapa kondisi seperti ini bisa terjadi,” kata Dr Syukri.

Apabila permintaan untuk menjelaskan penggunaan APBA 2020 tidak terjawab sepenuhnya atau masih menyisakan tanda tanya, Dr Syukriy mengatakan, publik Aceh seperti digiring untuk tidak perlu tahu bagaimana kondisi keuangan Aceh saat ini.

“Jika tidak, publik tidak mendapatkan gambaran informasi apapun tentang kondisi keuangan Aceh, khususnya juga nanti pada pelaksanaan anggaran 2021. Kenapa juga tiba-tiba ingin ada perubahan anggaran sementara waktu perubahannya sudah lewat. Bahkan di belakangnya saja masih menyimpan segudang tanda tanya,” pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda