Pencalegan Kepala Daerah Jangan Hanya untuk Dongkrak Suara Partai
Font: Ukuran: - +
Pengamat pemilu dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia Titi Anggraini
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Pengamat pemilu dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia Titi Anggraini menyebut pencalonan mantan kepala daerah sebagai anggota legislatif tidak disertai basis kaderisasi yang baik dari partai politik. Alih-alih, figur dan portofolio kepala daerah hanya digunakan untuk mendongkrak suara partai politik.
Menurut Titi, hal tersebut justru dapat mengganggu soliditas internal partai. Padahal, mantan kepala daerah yang maju sebagai calon anggota legislatif (caleg) biasanya punya kelebihan ketimbang kandidat lain, yakni penguasaan isu dan permasalahan di daerah pemilihan (dapil).
"Berpengalaman sebagai pemimpin daerah tentu memudahkan mereka yang berlatar belakang kepala daerah untuk berdialog dengan konstituen dan memahami isu atau aspirasi yang mereka bawa," ujar Titi kepada Media Indonesia, Sabtu, 8 Juli 2023.
Kementerian Dalam Negeri telah menerima permohonan pengunduran diri dari 44 kepala daerah. Mayoritas kepala daerah akan maju sebagai caleg DPR.
Titi mengatakan caleg berlatar belakang kepala daerah memiliki modalitas yang lebih besar untuk memperebutkan kursi legislatif. Pasalnya, mereka punya sokongan popularitas, pengaruh di masyarakat, serta jejaring birokrasi.
Namun, keterpilihan mereka sebagai anggota legislatif bergantung pada partai politik tempat kepala daerah mencalonkan diri. Di samping itu, kontribusi para caleg dalam satu partai politik menjadi kunci memenangkan kontestasi pemilihan legislatif.
"Sebab untuk memperoleh kursi harus dipastikan dulu partai politik tempatnya bernaung terlebih dahulu mendapatkan kursi di dapilnya. Persaingan juga bisa makin ketat apabila ada mantan kepala daerah lainnya yang juga mencalon dari dapil yang sama. Bisa terjadi perang bintang," ujar dia.