PB IDI Minta Pembahasan RUU Kesehatan Dihentikan, Ini Sebabnya
Font: Ukuran: - +
Ketua Umum PB IDI, Adib Khumaidi
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) telah menyampaikan nota protes dan memohon agar pembahasan RUU Kesehatan (Omnibus Law) dihentikan atau tidak diteruskan.
Hal ini dilakukan sejak munculnya draft RUU tersebut. Ketua Umum PB IDI, Adib Khumaidi, menyatakan bahwa kesehatan dan pendidikan merupakan dua sektor utama yang harus dimiliki oleh bangsa.
Kesehatan merupakan pengejawantahan dari kesejahteraan umum, dan oleh karena itu, pembahasan RUU Kesehatan harus dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan kepentingan masyarakat.
Adib Khumaidi juga menegaskan bahwa PB IDI telah melakukan upaya proaktif untuk memastikan bahwa kepentingan masyarakat terjamin dalam pembahasan RUU Kesehatan. Namun, PB IDI merasa bahwa kekhawatiran mereka belum mendapatkan perhatian yang cukup dari pemerintah.
PB IDI menyoroti beberapa ketentuan dalam RUU Kesehatan yang dianggap merugikan kepentingan masyarakat, antara lain tentang pengaturan profesi kesehatan, pembiayaan kesehatan, dan pengadaan obat dan alat kesehatan. PB IDI berpendapat bahwa ketentuan-ketentuan tersebut dapat mengancam hak-hak pasien dan kesejahteraan dokter.
PB IDI berharap bahwa pemerintah dapat mendengarkan suara masyarakat dan memperhatikan kekhawatiran yang disampaikan oleh PB IDI.
PB IDI juga mengajak seluruh masyarakat untuk bersatu dalam memperjuangkan hak-hak mereka dalam bidang kesehatan dan memastikan bahwa pembahasan RUU Kesehatan dilakukan dengan transparan dan memperhatikan kepenting
Menurutnya, pasar bebas yang intinya individualisme dan kapitalisme bertentangan dengan sosialisme ala Indonesia yang dicetuskan Presiden pertama RI Ir Soekarno.
Memberlakukan pasar bebas di sektor kesehatan, kata dia, sama saja dengan menentang konsep Bung Karno tentang sosialisme Indonesia, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
"Tantangan utama adalah kondisi masyarakat Indonesia yang masih belum keluar dari himpitan krisis sehingga sulit mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik," kata Adib dalam keterangan pers, Minggu (9/4/2023).
"Masih diperlukan perbaikan fasilitas kesehatan terutama di wilayah terpencil, juga perbaikan sarana infrastruktur sehingga masyarakat bisa mengakses fasilitas kesehatan dengan mudah," lanjut dia.
Menurutnya, seorang dokter melakukan sebuah pelayanan kesehatan menyelamatkan nyawa, maka harus memiliki hak imunitas yang dilindungi oleh Undang-Undang. Disinilah peran organisasi profesi sebagai penjaga profesinya itu untuk memberikan sebuah perlindungan hukum namun peranan organisasi profesi dihilangkan.
"Apabila hak imunitas ini kemudian tidak didapatkan maka begitu akan banyak para tenaga medis tenaga kesehatan dengan mudah untuk masuk ke dalam permasalahan hukum. Dengan adanya hak imunitas tenaga kesehatan tersebut juga akan berdampak pada patient safety," jelas dia.
"Masyarakat akan terdampak pada pelayanan kesehatan berbiaya tinggi karena potensi risiko hukum, dan hal ini paradoks dengan program Jaminan Kesehatan Nasional yang menerapkan efisiensi pembiayaan," ujarnya menambahkan.
Adib berharap penolakan omnibus law tentang kesehatan menjadi perhatian serius. Sebab, hal ini pasti akan berdampak pada terganggunya stabilitas nasional sehingga pelayanan publik di bidang kesehatan untuk masyarakat akan menjadi terdampak.
Sekjen PB IDI Ulul Albab juga menyerukan kepada seluruh dokter di Indonesia untuk solid, bersatu, memperkokoh ikatan kolegialitas dan kesejawatan.
"Semua dokter di Indonesia juga harus mematuhi etik serta terus berikhtiar dalam peningkatan derajat kesehatan untuk seluruh rakyat Indonesia karena dari rakyatlah, dokter dan segenap tenaga Kesehatan Indonesia berasal. Kita berasal dari rakyat dan mengabdi untuk rakyat!" tutup Ulul Albab.