Napoleon Tak Dipecat, Kompolnas: Putusan Win-win Solutin
Font: Ukuran: - +
Irjen Napoleon Bonaparte (Foto: JNN)
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Irjen Napoleon Bonaparte tak dikenakan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) sebagai anggota Polri. Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menilai keputusan itu untuk keuntungan bersama antara Napoleon dan Korps Bhayangkara.
"Kami melihat putusan tersebut merupakan win-win solution bagi Napoleon dan Institusi Polri," kata Komisioner Kompolnas Poengky Indarti, Selasa (29/8/2023).
Poengky hadir dalam sidang Komisi Kode Etik Polri terhadap Napoleon yang digelar di ruang sidang Divpropam Polri, lantai 1 Gedung TNCC Mabes Polri pada Senin, 28 Agustus 2023. Poengky melihat Polri yang diwakili Komisi Kode Etik berbesar hati dan bijaksana tak memecat Napoleon .
Menurut dia, putusan tersebut tidak hanya mempertimbangkan kesalahan yang bersangkutan. Tapi juga mempertimbangkan jasa-jasa Napoleon selama bertugas di Polri.
Lalu, Napoleon juga sudah menjalani hukuman pidana, sanksi sosial dari masyarakat, maupun demosi dari jabatan Kadiv Hubinter ke jabatan anjak di Itwasum Polri. Serta, masa tugas Napoleon segera berakhir pada November 2023.
"Serta penyesalan yang bersangkutan, maka Komisi kemudian menjatuhkan putusan Napoleon masih dapat dipertahankan sebagai anggota Polri," ucap Poengky.
Poengky menyebut Kompolnas menghormati keputusan Komisi Kode Etik Profesi (KKEP) Polri. Dia menyebut putusan dijatuhkan dengan mempertimbangkan berbagai hal secara komprehensif.
"Dalam sidang tersebut kami melihat bahwa sidang dilakukan secara adil. Di satu sisi, Irjen Pol. Napoleon Bonaparte menunjukkan penyesalan dan memohon maaf atas segala kesalahannya, serta berterimakasih segala uneg-unegnya didengar Komisi," ujar Poengky.
Napoleon dikenakan sanksi administratif berupa mutasi bersifat demosi selama tiga tahun empat bulan, terhitung semenjak dimutasikan ke Itwasum Polri. Jenderal bintang dua itu juga dikenakan sanksi etika yakni perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela.
Dia diwajibkan meminta maaf secara lisan dihadapan sidang KKEP dan atau secara tertulis. Permintaan maaf ditujukan kepada pimpinan Polri dan pihak yang dirugikan.
"Saudara NB menerima atas keputusan yang diberikan dan menyatakan tidak banding," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan dalam keterangan tertulis.
Adapun perangkat komisi sidang yaitu Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Komjen Ahmad Dofiri, selaku Ketua Komisi Sidang, Wadankorbrimob Polri Irjen Imam Widodo, selaku Wakil Ketua Komisi Sidang. Lalu, Kadiv Propam Polri Irjen Syahardiantono, selaku anggota komisi sidang. Sosbud Kapolri Irjen Hendro Pandowo, selaku anggota komisi sidang, dan Kakorbinmas Baharkam Polri Irjen Hary Sudwijanto, selaku anggota komisi sidang.
KKEP mendengarkan keterangan 10 saksi dalam sidang etik Napoleon. Sebanyak lima saksi hadir dalam persidangan, yakni Kompol SMN, Kompol AAA, Ipda AAGPA, Brigpol JF, dan Pembina MST.
Sedangkan, tiga orang memberikan keterangan lewat zoom meeting. Mereka adalah Brigjen TAD, Kombes BIMO, dan JST.
"Saksi yang dibacakan keterangannya sebanyak dua orang, yaitu Brigjen NSW, dan saudara H. TS," beber Ramadhan.
Napoleon Bonaparte disebut telah melakukan tindak pidana korupsi terkait penerbitan penghapusan interpol red notice Djoko Soegiarto Tjandra (JST). Atas perbuatan tersebut, berdasarkan Putusan Mahkamah Agung (MA), Napoleon dipidana penjara selama 4 tahun dan telah berkekuatan hukum tetap.
Maka itu, dalam sidang etik ini Napoleon dikenakan melanggar Pasal 13 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri Jo Pasal 7 ayat 1 huruf b, Pasal 7 ayat (1) huruf c, Pasal 13 ayat (1) huruf e dan Pasal 13 ayat (2) huruf a Perkap Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri.