kip lhok
Beranda / Berita / MBKM: Solusi Lahirnya Skills Abad 21, Agar Lulusan Bekerja Sesuai Bidang

MBKM: Solusi Lahirnya Skills Abad 21, Agar Lulusan Bekerja Sesuai Bidang

Minggu, 27 November 2022 15:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nora

Dekan FKIP USK Dr. Syamsulrizal, M.Kes. [Foto: Ist]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Berdasarkan data yang dikutip dari Kompas, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim menyebutkan bahwa 80 persen mahasiswa di Indonesia bekerja tidak sesuai dengan jurusan kuliahnya. Mengapa hal ini bisa terjadi ?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Dialeksis.com meminta pandangan Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Syiah Kuala Dr. Syamsulrizal, M.Kes

Menurutnya, perlu ditelaah secara konfrehensif akar pokok permasalahnya, setidaknya pikiran kita harus tertuju kepada dua hal ini. 

Pertama, pentingnya mengoptimalisasikan peran guru bimbingan dan konseling di sekolah. 

“Guru bimbingan dan konseling yang selama ini dianggap kurang penting, tetapi dalam banyak riset kita jumpai bahwa guru bimbingan dan konseling menjadi salah satu unsur yang sangat terpenting di sekolah,” kata Syamsulrizal kepada Dialeksis.com, Minggu (27/11/2022). 

Ia menjelaskan, guru bimbingan dan konseling mampu membawa bakat dan minat yang dimiliki oleh siswa, sehingga siswa dapat diarahkan untuk melanjutkan ke jurusan yang sesuai dengan potensi dan minat yang dimiliki oleh siswa tersebut. 

Di Indonesia saat ini, kata dia, guru bimbingan dan konseling hanya dianggap sebagai pelengkap saja, atau pelaksana tugas administrasi di sekolah, padahal tidak demikian. 

[Foto: For Dialeksis]

“Tugas dan fungsi guru bimbingan dan konseling justru sangat besar dan sangat menentukan siswa akan melanjutkan ke jenjang sekolah tinggi dengan jurusan minat dan bakat yang dimiliki,” terangnya. 

Masalah ini justru berbanding terbalik seperti yang terjadi di negara Finlandia, dimana siswa mendapatkan layanan konseling dengan sangat maksimal, baik layanan individu, kelompok maupun karir. 

Sehingga, rata-rata lulusan sekolah di Finlandia melanjutkan studi di jenjang sekolah tinggi sesuai dengan bidangnya, bahkan setelah tamat mereka bekerja sesuai dengan bidangnya lebih dari 80 persen, 20 perpen lainnya bekerja tidak sesuai bidang. 

Kedua, lanjutnya, kompetisi semakin meningkat, seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dunia, sebagaimana diketahui jumlah penduduk dunia saat ini telah mencapai 8 Miliar lebih, sedangkan pertumbuhan makanan tidak berbanding lurus dengan pertumbuhan penduduk. 

Dalam hal ini, menurut Thomas Robert Malthus (Edmund Conway, 2015) bahwa pertumbuhan penduduk mengikuti deret ukur, sedangkan pertumbuhan ketersediaan pangan mengikuti deret hitung. Pada kasus ini, terdapat permasalahan meledaknya jumlah penduduk di kota yang tidak diimbangi dengan ketersediaan pangan pun berkurang. 

“Artinya, kompetisi semakin hari akan semakin meningkat dan ketat, kompetisi dunia kerja telah terjadi sejak revolusi Industri pertama di Inggris, pada abad 18 yang ditandai penemuan mesin uap pada tahun 1776 oleh James Watt, dimana tenaga manusia digantikan oleh mesin,” jelasnya lagi. 

Ketua Komite MIN 27 Aceh Besar itu mengungkapkan, pada abad 21, kompetisi jauh lebih ketat, hal ini disebabkan oleh adanya perubahan paradigma kerja dari pola tenaga manusia kepada pola digital secara penuh. 

“Sehingga, ada bidang-bidang pekerjaan tertentu yang tidak lagi dikerjakan oleh manusia, tetapi dikerjakan oleh mesin, dan manusia hanya sebagai pengontrol saja,” terangnya. 

Oleh karena itu, kata dia, dunia kompetisi tersebut menuntut skills dari lulusan, dan skills tersebut dikenal dengan skills atau kompetensi abad 21. 

Yaitu; keterampilan berpikir kreatif (creative thinking), berpikir kritis dan pemecahan masalah (critical thinking and problem solving), berkomunikasi (communication), dan berkolaborasi (collaboration). 

Menurut Pembina Ikatan Guru Olahraga Nasional (Igornas) Aceh itu, konsep Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM) menjadi salah satu langkah yang sangat tepat untuk menjawab permasalahan di atas. 

Karena, kampus merdeka akan memberikan kesempatan untuk mengasah creative thinking, critical thinking and problem solving, communication dan collaboration. 

“Aspek ini akan tumbuh melalui kegiatan pertukaran pelajar, magang atau praktik kerja, asistensi mengajar di satuan pendidikan, penelitian atau riset, Proyek kemanusiaan, kegiatan wirausaha, studi/proyek independent dan membangun desa atau kuliah kerja nyata tematik (KKNT),” pungkasnya. (Nor)

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda