Ketika Gelar Sarjana Saja Tidak Cukup
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Gelar sarjana tidak lagi dianggap memadai untuk mendapatkan pekerjaan. Untuk memenangkan pertarungan di pasar tenaga kerja yang semakin keras, tambah banyak lulusan perguruan tinggi melengkapi titelnya dengan pelatihan atau kursus bersertifikat.
Survei angkatan kerja nasional (Sakernas) Badan Pusat Statistik (BPS) Agustus 2020 mencatat, pada periode Agustus 2019 sampai Agustus 2020 dari 1,25 juta lulusan perguruan tinggi, 47 persennya--atau sekitar 651 ribu mengikuti pelatihan bersertifikat.
Kursus bersertifikat tersebut adalah pelatihan kerja yang tidak selalu terkait dengan gelar kesarjanaan, bidang pekerjaan atau keahlian yang dimiliki. Namun sebagai tambahan untuk menaikkan skill ataupun kompetensi.
Hasil olah data Lokadata mendapati, ada 10 wilayah yang lulusan perguruan tingginya paling banyak mengikuti kursus bersertifikat. Sembilan di antaranya berada di Jawa. Hanya satu yang berasal dari Sumatra yaitu Kota Padang sebanyak 9.824 lulusan.
Adapun, Kota Bandung menduduki peringkat pertama wilayah yang lulusan perguruan tingginya giat menaikkan kompetensi yaitu 17.777 lulusan--atau hanya selisih 668 orang dengan Kota Surabaya.
Banyak lembaga menyediakan pelatihan ini, seperti Tempo Institute yang menggelar kursus online mulai dari Jurnalistik Dasar sampai Menulis Opini dengan biaya mulai Rp100 ribu per modul.
Berdasarkan riset Global Talent Crunch yang dirilis oleh Korn Ferry, pada 2030 dunia dilanda krisis tenaga kerja ahli. Sebab, permintaan akan pekerja terampil akan melebihi pasokan, yang mengakibatkan kekurangan 85,2 juta orang tenaga terampil.
Indonesia, termasuk di dalamnya, akan kekurangan 18 juta tenaga kerja ahli. Hal ini berpotensi menghilangkan pendapatan AS$43 miliar.[Lokadata]