Kemenkes Ungkap Penyebab Kasus Kematian Covid-19 Tinggi
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Kementerian Kesehatan RI merilis angka Kematian akibat COVID-19 yang cenderung tinggi di antaranya Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur memiliki kontribusi paling besar dalam kurun tiga minggu terakhir.
Tenaga Ahli Kementerian Kesehatan, dr. Panji Fortuna Hadisoemarto, MPH menyampaikan berdasarkan analisis dari data National All Record (NAR) Kementerian Kesehatan, didapati bahwa pelaporan kasus kematian yang dilakukan daerah tidak bersifat realtime dan merupakan akumulasi dari bulan-bulan sebelumnya.
Untuk diketahui saja, NAR adalah sistem big data untuk pencatatan laboratorium dalam penanganan Covid-19 yang dikelola oleh Kemenkes.
Berdasarkan laporan kasus Covid-19 pada 10 Agustus 2021 misalnya, sebanyak 2.048 kematian yang dilaporkan, sebagian besar bukanlah angka kematian pada tanggal tersebut atau pada seminggu sebelumnya. Bahkan 10,7% diantaranya berasal dari kasus pasien positif yang sudah tercatat di NAR lebih dari 21 hari namun baru terkonfirmasi dan dilaporkan bahwa pasien telah meninggal.
"Kota Bekasi contohnya, laporan kemarin (10/8) dari 397 angka kematian yang dilaporkan, 94% diantaranya bukan merupakan angka kematian pada hari tersebut, melainkan rapelan angka kematian dari bulan Juli sebanyak 57% dan bulan Juni dan sebelumnya sebanyak 37%. Lalu 6% sisanya merupakan rekapitulasi kematian di minggu pertama bulan Agustus," ujar dr. Panji mengutip dari website resmi Kemenkes, Rabu (11/8/2021).
Contoh lain adalah Kalimantan Tengah sebanyak 61% dari 70 angka kematian yang dilaporkan kemarin adalah kasus aktif yang sudah lebih dari 21 hari namun baru diperbaharui statusnya.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat drg. Widyawati, MKM mengakui adanya keterlambatan dalam pembaharuan pelaporan dari daerah akibat keterbatasan tenaga kesehatan dalam melakukan input data akibat tingginya kasus di daerah mereka pada beberapa yang minggu lalu.
"Tingginya kasus di beberapa minggu sebelumnya membuat daerah belum sempat memasukkan atau memperbarui data ke sistem NAR Kemenkes," terangnya.
"Lonjakan-lonjakan anomali angka kematian seperti ini akan tetap kita lihat setidaknya selama dua minggu ke depan," imbuhnya.
Selanjutnya, dr. Panji menuturkan lebih dari 50 ribu kasus aktif yang saat ini adalah kasus yang sudah lebih dari 21 hari tercatat namun belum dilakukan pembaharuannya.
"Kita saat ini sedang mengkonfirmasi status lebih dari 50 ribu kasus aktif. Jadi beberapa hari kedepan akan ada lonjakan di angka kematian dan kesembuhan yang bersifat anomali dalam pelaporan perkembangan kasus Covid-19. Tapi ini justru akan menjadikan pelaporan kita lebih akurat lagi," tutur dr. Panji.
Kementerian Kesehatan sangat mengapresiasi pemerintah daerah yang telah melakukan pembaharuan data sesegera mungkin.
"Tentunya ini tidak mengurangi semangat kita untuk terus berpacu menyampaikan data yang transparan dan realtime kepada publik," tutup drg Widyawati.[CNBC Indonesia]