Jejak Hubungan Sejarah Suku Karo dan Gayo, Benarkan Ada?
Font: Ukuran: - +
Azhari Lubis, jurnalis. Foto: net
DIALEKSIS.COM | Aceh - Sorotan media sosial mengenai hubungan antara masyarakat Gayo dan Karo telah menjadi perbincangan hangat, namun belum sepenuhnya menjelaskan esensi dari relasi kedua daerah tersebut. Kemudian, dalam penelusuran dialektisnya, penulis menemukan sebuah artikel yang disusun oleh Azhari, seorang jurnalis yang mengulas secara mendalam mengenai hubungan antara masyarakat Gayo dan Karo.
Dalam artikelnya, Azhari menjelaskan bahwa pernah diadakan sebuah acara yang bernama Mengket Geriten dan Tugu Nini Sibayak Lingga Raja Senina di Lingga, Karo. Acara ini mengungkapkan hubungan yang bersifat rahasia antara Suku Karo, khususnya yang bermarga Sinulingga, dengan Suku Gayo di dataran Tinggi Gayo, Provinsi Aceh.
"Ritual tersebut merupakan perayaan persemayaman tulang belulang Sibayak Lingga ke sebuah tugu di perbukitan Uruk Ndaholi, desa Bintang Meriah, Kecamatan Kuta Buluh, Kabupaten Karo," ujarnya.
Lebih lanjut, Azhari menjelaskan bahwa Sibayak Lingga, sebagai pewaris marga Sinulingga, memiliki akar yang sangat dalam dalam sejarah kerajaan Linge yang pernah menguasai dataran Tinggi Gayo.
Azhari menegaskan bahwa Dinasti Raja Linge, yang diyakini sebagai kerajaan tertua di Aceh sebelum kedatangan agama Islam, memiliki pengaruh yang signifikan di wilayah tersebut. Para penguasa dan keturunan Raja Linge, yang terkenal akan kekuatan spiritual dan kebijaksanaan mereka, memberikan dampak yang luas, bahkan sampai ke wilayah Batak, Minang, Riau, Malaysia, dan Filipina.
Selanjutnya, Azhari menjelaskan bahwa ketika agama Islam mulai masuk ke Tanah Gayo, Dinasti Raja Linge mulai memeluk Islam. Namun, terdapat perbedaan prinsip di antara Raja Linge dan putra-putranya, terutama dalam kisah Sibayak Muriah Lingga. Sibayak Muriah Lingga, putra kedua Raja Linge, memilih meninggalkan kerajaannya untuk menuju Tanah Karo, dengan tujuan bergabung dengan saudaranya yang telah menjadi penguasa di sana.
"Di Tanah Karo, Sibayak Lingga menemui saudaranya yang disebut 'Malim', seorang penguasa yang dikenal akan kekuatannya dan hidup tanpa menikah. Kedatangan Sibayak Lingga di Uruk Ndaholi Bintang Meriah disambut hangat oleh Malim, yang kemudian menjadikannya salah satu Panglima di kerajaan Bintang Meriah," ungkapnya.
Setelah wafatnya Malim, Sibayak Lingga mengambil alih kekuasaan dan menikahi tiga perempuan penduduk dari kerajaan Karo.
"Dari ketiga istrinya, Sibayak Lingga memiliki keturunan yang bermarga Sinulingga, menandakan harmonisnya hubungan antara kerajaan Gayo dan Karo. Bahkan, keturunan mereka menjadi tokoh penting dalam perlawanan terhadap penjajahan Belanda di Tanah Karo, seperti Aman Dimot yang turut berjuang dalam pasukan Halilintar," jelas Azhari.
Terkuaknya misteri hubungan antara Suku Karo dan Gayo melalui Sibayak Lingga Raja Senina telah membawa pencerahan bagi masyarakat Gayo. Hal ini memicu harapan untuk menjaga tali persaudaraan antara kedua suku, sebagaimana diungkapkan oleh Ibnu Hasim, Bupati Gayo Lues, yang mengundang keturunan Sibayak Lingga untuk berkunjung ke Gayo dan mempererat hubungan di antara mereka.
Dengan terungkapnya sejarah ini, Azhari berharap sebagai seorang jurnalis, para ahli sejarah dapat melakukan penelitian lebih lanjut untuk memahami secara mendalam hubungan antara Suku Karo dan Gayo pada masa lalu. Acara pertemuan di Balairung desa Bintang Meriah, yang diwarnai dengan tarian Saman sebagai seni tari Gayo, menjadi salah satu bentuk penghargaan terhadap hubungan sejarah yang telah terungkap.