kip lhok
Beranda / Berita / Dorong Kebangkitan Agroindustri, PISPI Sampaikan Ini

Dorong Kebangkitan Agroindustri, PISPI Sampaikan Ini

Selasa, 02 Maret 2021 18:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Roni

Ketua Bidang Agroindustri dan Perdagangan BPP PISPI, Muhammad Sirod. [IST]


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Ketua Bidang Agroindustri dan Perdagangan Badan Pengurus Pusat Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia (BPP PISPI), Muhammad Sirod mengatakan, sudah waktunya agroindustri bangkit di negeri ini.

Diketahui agroindustri adalah kegiatan yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan baku, merancang dan menyediakan peralatan serta jasa untuk kegiatan tersebut.

Sirod berujar, harapan kalangan bisnis terasa bangkit kembali semenjak UU Ciptakerja yang memuat pendekatan simplifikasi perundangan yang berpihak pada bangkitnya dunia usaha dan potensi lokal sekaligus menjembatani akses global untuk pertumbuhan dan pemerataan ekonomi nasional.

Lebih terasa lagi tatkala Muhamad Luthfi menempati posisi Menteri Perdagangan pada paruh kedua rotasi kabinet Gotong Royong Jokowi Ma’ruf yang direspon positif oleh pasar.

"Generasi muda pengusaha mencermati dengan baik momen ini, optimisme kembali bangkit. Tapi sejauh mana sebenarnya hal ini akan signifikan menguntungkan bangsa ini jika agrobased-industry tidak ikut bermain dalam kebijakan," ujar Sirod kepada Dialeksis.com, Selasa (2/3/2021).

Ia berujar, pendekatan lawas di mana negara sangat kuat menjaga arus keluar masuk barang, sepertinya sudah tidak bisa dijadikan satu-satunya kendali selain sudah berubah mindset, market pun bergerak lebih lincah mengikuti kebutuhan rakyat.

"Belum lagi konsumsi urban-sub urban, kekuatan produk hulu-hilir termasuk kekuatan pohon industri menyebabkan kita belum bisa membenahi semua komoditi yang kita punya. Dari yang unggulan pun saya kira harus dipilih yang mana benar-benar sinergi dengan strategi nasional," ujar Sirod.

"Lupakan agriculture yang terlalu cengeng, tapi tidak juga terlalu agrobisnis yang terlalu loyal pada kepentingan global. Kita harus tetap membantu riset-riset unggulan, dari periset-periset kita mulai lembaga riset resmi maupun petani dan kelompok tani, lindungi dan tularkan pada titik-titik produksi," tambahnya.

Ketua Bidang Agroindustri dan Perdagangan BPP PISPI itu berujar, lupakan bertarung dengan produk yang secara komparatif Indonesia kalah jauh misalnya daging sapi, kedelai atau bahkan beras, jika memang luasan lahan dan industri hilirnya sudah terlalu cepat berjalan karena sudah menjadi mata pencaharian rakyat kita di industri kecil dan rumah tangganya.

Misalnya, tempe dan tahu. bagaimanapun para perajin tahu tempe tak mungkin menunggu siapnya para petani kedelai karena keduanya adalah sumber protein murah dan membudaya tersedia di meja makan-meja makan rakyat semua.

"Alih-alih riset pada pengganti kedelai untuk tahu dan tempe yang musti dites market, skala pabrik dan industri, kita sulit untuk 'melawan' raja kedelai global: Amerika, jadi musti mulai berdamai dengan ini. Ajari alumni-alumni kampus pertanian yang masih berfikiran “self soveregnity” dan seolah-olah kita bisa berdaulat di semua lini pangan," ujar Sirod.

"Jangan lupa ada tanaman keras seperti Kopi, Teh, Kakao dan Karet yang menjadi andalan sejak dulu sedangkan pohon industrinya mengakar kuat di tanah air," tambahnya.

Ia melanjutkan, kopi yang sangat didukung melalui badan kreatif (BEKRAF) dan sekarang berwujud di Kementerian Parekraf sudah berhasil menarik minat industrialis mesin-mesin pertanian penopang kopi mulai dari roaster, penggiling dan lain-lain, sampai pada pelatihan-pelatihan barista untuk coffee shop dari mulai kedai kopi sederhana sampai cafee resto berkelas di jalan-jalan utama dengan investasi miliaran.

"Ini berkah luar biasa, kita mesti mempertahankan terus prestasi ini. Harapan itu tetap ada selagi kita tahu mana yang mesti dikelola, mana yang mesti diabaikan (sementara) dan mana yang kita jaga agar anak-anak muda, dan periset-periset kita tidak patah arang karena resiko kita hidup di negeri dengan biodiversity tertinggi di dunia," pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Sara Masroni

riset-JSI
Komentar Anda