Bawaslu dan DKPP Diminta Periksa Komisioner KPU
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Tim Pembela Demokrasi Indonesia 2.0 (TPDI) akan mengajukan permintaan penindakan terhadap dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam penetapan Gibran Rakabuming Raka sebagai Calon Wakil Presiden (Cawapres) 2024.
Pengaduan ini diajukan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Upaya hukum ini menanggapi pengumuman penetapan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden oleh KPU.
"Alasan dan dasar hukum pengaduan dan permintaan kami karena KPU diduga telah melakukan pelanggaran Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum dan Wakil Presiden," kata Koordinator Advokasi TPDI 2.0, Patra M Zen kepada wartawan, Senin (13/11/2023).
Pendaftaran Cawapres Gibran dilakukan pada 25 Oktober 2023 dimana persyaratannya Cawapres berusia paling rendah 40 tahun sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (1) huruf q Peraturan KPU No. 19 Tahun 2023.
Pada 16 Oktober 2023, Mahkamah Konstitusi membacakan Putusan No. PUU/XXI/2023 yang merubah syarat pencalonan, berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui Pemilu, termasuk pemilihan Kepala Daerah.
"KPU baru merevisi Peraturan berdasarkan Putusan MK No. 90 pada 3 November 2023. Semestinya, KPU segera merevisi Peraturan sebelum tanggal 25 Oktober 2023, sebelum tanggal penutupan pendaftaran," ujar Patra.
Patra merasa para Komisioner KPU mestinya memahami dampak hukum dari putusan MK itu.
"Bentuk eksekusi putusan, bisa dengan paksaan berwujud perubahan undang-undang atau eksekusi sukarela oleh KPU dengan mengubah Peraturan. Karenanya, Putusan MK No. PUU/XXI/2023 tanggal 16 Oktober 2023 tidak dapat dijadikan landasan hukum untuk langsung menerima pendaftaran Gibran," ujar Patra.
Patra menduga telah terjadi pelanggaran terhadap pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Pemilu dan juga pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh Para Komisoner KPU. Mantan Ketua Yayasan LBH Indonesia itu menyatakan TPDI 2.0 juga berencana mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum oleh penguasa (Onrechtmatige Overheidsdaad) yang dilakukan oleh KPU.
"Nanti akan kami laporkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta," ujar Patra.