kip lhok
Beranda / Berita / Ada Sanksi Berat Bagi Pengusaha yang Tunda Bayar THR

Ada Sanksi Berat Bagi Pengusaha yang Tunda Bayar THR

Selasa, 13 April 2021 09:00 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah merilis Surat Edaran (SE) Nomor M/6/HK.04/IV/2021 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Tahun 2021 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.

THR 2021 wajib dibayar paling lambat H-7 Lebaran. Sementara bagi perusahaan yang tidak mampu membayar tepat waktu dibolehkan membayar maksimal H-1. Bila melewati batas waktu, pengusaha bakal dikenakan sanksi sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan. Pengenaan sanksi administratif dilakukan secara bertahap.

"Pengusaha yang tidak membayar THR keagamaan dikenai sanksi administratif berupa, a) teguran tertulis, b) pembatasan kegiatan usaha, c) penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi, dan d) pembekuan kegiatan usaha," kata Ida dalam konferensi pers virtual, kemarin Senin (12/4/2021).

Pengenaan sanksi administratif tersebut tidak menghilangkan kewajiban pengusaha atas denda keterlambatan membayar THR keagamaan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Pengusaha yang tidak membayar THR sebagaimana mestinya juga bakal dikenakan denda sebesar 5% dari besaran THR. Pengenaan denda tersebut tidak menghilangkan kewajiban pengusaha untuk tetap membayar THR.

"Kalau di ketentuan peraturan perundang-undangan, terkait dengan denda pengusaha yang terlambat membayar THR keagamaan kepada pekerja atau buruh dikenakan denda sebesar 5% dari total THR yang harus dibayar sejak berakhirnya batas waktu kewajiban pengusaha untuk membayar," jelasnya.

Tapi ada pengusaha yang keberatan dengan kebijakan THR 2021. Selengkapnya di halaman selanjutnya.

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial, Anton J Supit mengatakan kebijakan THR 2021 yang tidak boleh dicicil itu sulit direalisasikan semua pengusaha di lapangan. Pasalnya, tidak semua perusahaan memiliki kemampuan keuangan yang sama.

"Pasti tidak semulus yang dibayangkan kita sekarang ini. Seakan-akan kalau sudah keluar instruksi harus bayar lantas semua ikuti, kalau memang tidak punya dana mau bayar pakai apa? Gaji aja mungkin dicicil. Orang kalau lagi kesulitan keuangan kalau dipaksa bagaimanapun susah," kata Anton.

Anton menilai kebijakan yang memaksa semua perusahaan untuk membayar THR ini dapat membawa permasalahan dalam jangka panjang. Terlebih kondisi pandemi COVID-19 yang belum tahu kapan akan berakhir.

"Jadi dengan memaksa begini pasti bakal ada efek bagi perusahaan bisa bermasalah. Peraturan ini kan berlaku untuk semua termasuk UMKM yang kecil-kecil itu jadi harus dipikirkan bagi yang tidak mampu ini. Jadi saya tetap menyarankan bagi yang mampu silakan bayar, yang tidak mampu ya negosiasi," ucapnya.

Anton mengingatkan pemerintah agar jangan mengaitkan THR untuk menggenjot daya beli masyarakat. Sebab, efek dari itu dinilai hanya bersifat sesaat dan ke depannya disebut bisa berdampak kepada nasib usaha.

"Apakah pemerintah ingin menjaga ayamnya agar setiap hari bertelur, atau ayamnya mau dipaksa dikeluarkan sekaligus sekarang dengan konsekuensi sebagian dari itu tidak bisa bertelur lagi. Kita harus jaga napas, jangan terlalu business as usual," tuturnya.[Detik]

Keyword:


Editor :
M. Agam Khalilullah

riset-JSI
Komentar Anda