kip lhok
Beranda / Berita / 10 Daerah Belum Penuhi Syarat Belajar Tatap Muka

10 Daerah Belum Penuhi Syarat Belajar Tatap Muka

Selasa, 06 Juli 2021 10:00 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Pemerintah sempat menerbitkan SKB empat menteri yang mengizinkan belajar tatap muka pada tahun ajaran 2021/2022. Namun, seiring dengan lonjakan jumlah kasus positif Covid-19, pemerintah menetapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di Jawa-Bali mulai 3 juli sampai 20 Juli 2021.

Salah satu keputusan dalam PPKM Darurat tersebut adalah sekolah dilaksanakan secara daring (online). Maka pupuslah sementara keinginan banyak pihak: sekolah, orang tua murid, dan anak-anak sekolah yang sudah lama menginginkan belajara tatap muka, setelah selama 1,5 tahun menjalani belajar jarak jauh (PBJJ).

Namun, jika mencermati SKB yang melibatkan Menteri Pendidikan dan Kebudayan, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Agama ini, pengaturan pembelajaran tatap muka sangat ketat. Salah satunya adalah membatasi siswa dalam kelas maksimal 18 anak, dengan jarak 1,5 meter.

Ternyata, masih banyak daerah yang memiliki rombongan belajar lebih dari 18 orang. Bahkan, berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2020, terdapat 10 kabupaten atau kota yang memiliki rombongan belajar33-34 siswa per satu kelas, jauh di atas patokan SKB 4 menteri tersebut.

Rombongan belajar adalah kelompok peserta didik yang terdaftar pada satuan kelas dalam satu satuan pendidikan. Keberadaan jumlah rombongan belajar dalam suatu satuan pendidikan diatur dalam peraturan Mendikbud No.17 tahun 2017 dan menjadi hal yang sangat penting untuk menetapkan jumlah jam mengajar guru.

Berdasarkan data Sakernas tersebut, ada 8 dari 10 daerah dengan rombongan belakar di atas 33 anak di wilayah yang terkena kebijakan PPKM Darurat (lihat grafik). Dua daerah di luar wilayah PPKM Darurat adalah Kabupaten Hubang Hasundutan, dan Pematangsiantar. Keduanya ada di Provinsi Sumatera Utara.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sedikit melonggarkan jumlah maksimal siswa yang bisa menghadiri belajar tatap muka. "Pendidikan tatap muka harus dijalankan secara ekstra hati-hati. Dilakukan terbatas, maksimal 25 persen murid yang hadir," kata Budi dalam konferensi pers yang disiarkan YouTube Sekretariat Presiden, Senin (7/6).

Budi menambahkan, pendidikan tatap muka harus mengikuti protokol kesehatan, dan hanya 2 kali seminggu, serta maksimal 2 jam dalam satu hari. Kehadiran anak di sekolah diserahkan kepada orang tua. Mereka boleh memilih anaknya hadir di sekolah atau tetap mengikuti PBJJ.

Berdasarkan data Unicef yang dikutip Kementerian Pendidikan, disebutkan bahwa Indonesia merupakan 1 dari 4 negara di Asia Timur dan Pacific yang belum melaksanakan pembelajaran tatap muka. Sebanyak 23 negara lainnya sudah melaksanakan tatap muka, antara lain Cina, Vietnam, Laos, dan Kamboja.

Mengutip studi Bank Dunia, Kementerian Pendidikan menyebutkan, “Diperkirakan, bahwa penutupan sekolah di seluruh dunia dapat mengakibatkan hilangnya pendapatan seumur hidup dari generasi yang saat ini berada di usia sekolah sebesar paling tidak sebesar US$ 10 triliun.”

Dalam paparan SKB 4 Menteri itu juga disebutkan pandangan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). "Penutupan sekolah memiliki dampak negatif yang jelas pada kesehatan anak, pendidikan dan perkembangan, pendapatan keluarga dan perekonomian secara keseluruhan."

Berdasarkan laporan satuan pendidikan, diketahui 6 persen sekolah di zona merah dan 13 persen sekolah di zona orange sudah menjalankan pembelajaran tatap muka. Secara keseluruhan, 22 persen sekolah yang sudah menjalankan belajar tatap muka. Data ini dihitung dari pelaporan 183.566 satuan pendidikan per 23 Maret 2021.[Lokadata]

Keyword:


Editor :
M. Agam Khalilullah

riset-JSI
Komentar Anda