Peta Politik Peluang Kandidat Gubernur Aceh 2024
Font: Ukuran: - +
Aryos Nivada Direktur Utama Lingkar Sindikasi Grub, Foto: Ist
DIALEKSIS.COM | Analisis - Artikel ini akan memberikan gambaran para kandidat gubernur Aceh yang berpotensi berkompetisi di Pemilu 2024. Kajian ini akan menilai peluang para kandidat serta mencermati modalitas politiknya. Ulasan dari tema tulisan mengunakan gaya deskriptif analitik untuk menguraikan dinamika jelang Pilkada di bumi Serambi Mekah yakni Provinsi Aceh.
Dari uraian kondisi akan dapat dilihat kans kemenangan sosok yang berpotensi maju di Pilkada Aceh, tetapi itu sangat tergantung cara mengkapitalisasikan modalitas politiknya mereka sendiri. Intinya modal politik harus dimiliki ketika ingin menang berkompetisi Pilkada 2024 di Aceh, meliputi; modal sosial, modal jejaring, dan modal finansial. Ketiga hal itu wajib dimiliki siapa pun sosok yang ambisi ingin menjadi orang nomor satu di Aceh.
Mari kita mulai telusuri modalitas politik ketiga hal itu dimasing-masing calon yang sudah mulai berkeinginan maju di Pilkada 2024 Provinsi Aceh. Sosok yang sudah muncul terekam hasil monitoring media terbagi ke dua cluster.
Pertama petinggi partai politik antara lain; Muzakir Manaf (Ketua Umum Partai Aceh), Teuku Riefky Harsya (Sekjen DPP Demokrat), Aminullah Usman (Ketua DPC PAN Banda Aceh), Amiruddin Idris (Ketua DPD PPP Aceh), T. M. Nurlif (ketua DPD Golkar Aceh), Fadhullah (Ketua DPD Gerindra Aceh), Irwandi Yusuf (Ketua Umum PNA) dan Nasir Djamil (Partai Keadilan Sejahtera). Semua kandidat memiliki posisi strategis sebagai ketua maupun sekertaris, hanya Nasir Djamil sebagai elit partai, tapi partainya sudah deklarasikan dirinya sebagai calon dari partainya, yakni Partai Keadilan Sejahtera.
Selanjutnya cluster berikutnya, sosok diluar partai politik, Nezar Patria (professional), Abdullah Puteh (politikus DPD), Prof Herman Fithra (Rektor Unimal/akademisi), dan Sudirman (Haji Uma) kalangan seniman. Keempat nama itu termonitor dalam rekam jejak media sebagai pilihan alternatif diluar cluster pertama berasal dari elit politik murni.
Sekian banyak sosok tersebut, jika ditelusuri secara popularitas serta pengaruhnya di masyarakat Aceh masih berdinamika, ketika dilihat berbagai hasil polling (jajak pendapat) maupun survei. Apalagi jelang Pemilu serentak 2024, berbagai survei maupun survei via aplikasi online mulai marak bermunculan, salah satunya survei seputar sosok calon Gubernur Aceh kedepan.
Angka Politik
Semisalnya dari hasil survei Yayasan Konsultasi Riset dan Bisnis Indonesia (Yarkorbis) mulai dari November-Desember 2022 dengan jumlah responden sebanyak 1.200 orang yang masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) dengan standar error lebih kurang 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Data menunjukan elektabilitas tertinggi calon gubernur Aceh yakni Nasir Djamil sebesar 23%. Selanjutnya Sudirman (Haji Umum) diposisi kedua dengan elektabilitas 21,25%. Selanjutnya 11,17% memilih mantan Pj Gubernur Aceh dan mantan Irjen Kemendagri Tarmizi A Karim. Sebanyak 8,58% memilih mantan Panglima GAM Muzakir Manaf (Mualem). Selebihnya dibawah nama-nama tertera diatas secara persentase elektabilitasnya.
Demikian dengan hasil survei E-Trust lewat Digitalisasi Sistem Informasi Pemilu dan Pilkada (DISIPADA) menunjukkan elektabilitas Nasir Djamil mencapai 13,56. Seperti dilansir Kantor Berita RMOLAceh, Selasa, 13 Desember 2022. Posisi kedua ditempati Muzakir Manaf alias Mualem dengan raihan angka 11,09 persen. Kemudian diikuti oleh Muhammad Yusuf A. Wahab alias Tu Sop sebesar 6,57 persen.
Tak sebatas survey itu saja, perkembangan arah pilihan politik masyarakat Aceh berubah ubah. Terlihat dari hasil jajak pendapat keinginan calon gubernur Aceh tahun 2024 yang dilakukan Serambi Indonesia melalui program “Mata Lokal Memilih”.
Data 410 suara warga yang dihimpun sejak 14 November hingga 31 Desember 2022 (42 hari). Hasilnya masih menginginkan Muzakir Manaf (Mualem) sebagai gubernur Aceh terlihat 28,78% posisi teratas, diikuti Nasir Djamil sebesar 24,15%.
Hal menarik lain satu aplikasi “Kita Polling”, polling dibuat pada tanggal 08/03/2023 05:38 melakukan jajak pendapat,’Siapa Gubernur Aceh Pilihan Anda Di Pemilu 2024 mendatang’. Hasil dari jumlah 1823 suara mengejutkan publik dan membedakan dari data sebelumnya.
Sosok Aminullah Usman berada di posisi teratas sebesar 54,4% disusul Muzakir Manaf 33%, Nasir Djamil 3,6%, Muhammad Yusuf Bin A Wahab 3,4%, Sudirman 1.4%, Muhammad Nazar 1,3%, Abdullah Puteh 1,2%, Darni Daud 0,8%, Sayed Mustafa Usab 0,5% dan Nurlif 0,5%.
Dari berbagai survei maupun polling dapat simpulkan elektabilitas dan popularitas calon gubernur Aceh mendatang 2024 hanya ada beberapa nama yang memiliki pengaruh kuat di masyarakat Aceh yakni Muzakir Manaf, Aminullah Usman, Sudirman (H. Uma), Teuku Riefky Harsya, dan Nasir Djamil. Walaupun ada calon kandidat lainnya namun belum memiliki pengaruh siginifikan dimata publik Aceh.
Jika itu sosok yang bermunculan maka Aceh minim alternatif yang layak dan tepat mewarnai belantika politik di Pilkada 2024 mendatang. Harusnya hadir alternatif sosok baru yang dapat memberikan dinamika berbeda dari Pilkada sebelumnya. Jangan sampai pikiran liar membenarkan, bahwa untuk menjadi pemimpin di Aceh sangat berat dan penuh beban menguras pikiran dan energi karena syarat masalah.
Modalitas Politik
Dari semua nama yang masuk dalam bursa calon gubernur Aceh mendatang 2024, segmennya berbeda dan memiliki karakteristik di masing-masing sosoknya. Mulai dari latarbelakang politikus tulen, mantan petinggi GAM, ulama, mantan perbankan, akademisi, hingga seniman.
Dimulai dari penelusuran Aminullah Usman mantan Walikota Banda Aceh (2012-2017), pernah menjabat Dirut Bank Aceh Syariah mampu menoreh ‘legacy’ dari asset 660 M menjadi 13 Triliyun. Selama dirinya mendedikasikan di jalur perbankan dan walikota telah teruji, dibukti meraih 120 penghargaan.
Tak sampai itu saja, ia memiliki pengaruh kuat di Banda Aceh, Aceh Besar, Pidie, bahkan sampai pengaruh di wilayah pantai barat selatan diakui banyak orang, maupun lawan politiknya. Jejak data Aminullah fenomenal karena keberhasilan memberantas rentenir dengan mendirikan LKMS Mahirah.
Urusan dukungan dan Kelola anak muda Aminullah dianggap berhasil, terlihat sekali ketika kerja - kerja politik selalu melibatkan kaum muda. Artinya kelihaian merajut kalangan milenial sebagai modal politik Aminullah untuk memenangkan dirinya menjadi gubernur.
Banyak orang mengatakan Aminullah perpaduan dari pesantren, pengusaha, dan olahragawan, belum lagi dukungan partainya melalui Partai Amanat Nasional, walaupun sebagai Ketua DPC PAN Banda Aceh. Itu pun dengan catatan Mawardi Ali menyetujui Aminullah diusung oleh PAN.
Ketika mencermati hasil survei dan polling ‘bargaining position’ Aminullah Usman sosok alternatif serta kuda hitam ketika Muzakir Manaf dan Nasir Djamil ‘head to head’ nantinya, maka keuntungan besar ada di Aminullah.
Di paragraf diatas menyingung modalitas jejaring Aminullah sangat diuntungkan untuk menguatkan elektabilitas dan popularitas. Berbagai jabatan organisasi maupun paguyuban termasuk dunia akses dunia olahraga modal yang tidak bisa dianggap remeh lawan politiknya saat Pilkada 2024 berlangsung ke depan.
Urusan finansial untuk kebutuhan politik tidak diragukan lagi, kenapa karena berbagai unit bisnis serta kerajaan bisnis akan mensupply keperluan kerja kerja politik meraih kemenangan di pemilihan gubernur mendatang.
Ditilik kelemahan dari Aminullah Usman terkotakan representatif dari pantai barat selatan, jikalau isu politik identitas wilayah dimainkan kandidat lain maka merugikan Aminullah dalam menjaring suara pemilih di wilayah pase atau pesisir timur. Solusinya wajib mencari sosok yang kuat secara basis dukungan di wilayah tersebut.
Paling mendasar kelemahan Aminullah dirinya bukanlah ketua partai dilevel penentu kebijakan “DPD”, ia hanya ketua DPC. Tidak menutup peluang kalau Mawardi Ali selaku ketua DPD PAN akan ikut serta meriahkan bursa kandidat calon gubernur mendatang.
Ketika itu terjadi bisa dipastikan peluang Amin semakin kecil. Untuk itulah diperlukan jalinan komunikasi dengan partai lain yang berpotensi mendukung dirinya. Atau meyakinkan ketua Mawardi mendukung dirinya secara penuh sebagai calon tunggal dari partainya.
Sosok berikutnya calon gubernur Aceh mendatang “Pilgub 2024”, yakni Nasir Djamil, ia mulai jenjang karier politiknya dari lokal Aceh hingga ke senayan (DPR RI). Tak perlu diragukan lagi sepakterjangnya, terbukti sudah malang melintang 2004 - saat ini (2023). Tukar dapil pun eksistensinya terjaga dan berhasil, karena kemampuan merawat basis maupun jejaring luas menjadikan dirinya politikus sangat berpengaruh, dikarenakan levelitasnya sudah skala nasional, tak hanya di Aceh saja.
Merujuk hasil survei maupun polling secara kans (peluang) memiliki bargaining position setara dengan lawan politiknya yakni Muzakir Manaf untuk meraih orang nomor satu di Aceh. Disinilah pengakuan lawan politiknya terhadap Nasir Djamil mewarnai pertarungan Pilkada gubernur di 2024 nantinya. Bahkan dari partainya PKS sudah mendeklarasikan Nasir sebagai kader yang diusung jadi gubernur mendatang.
Kemampuan merajut dan memaksimalkan keberadaan media telah membuat Nasir menjadi anak emas (Golden Boy). Bisa dikatakan Nasir dibesarkan dari rahim media dan berhasil karena media, sehingga kemahiran memainkan isu teruji dan mampu mempengaruhi situasi atau kondisi.
Belum lagi cara Nasir membina hubungan harmonis dengan institusi vertikal seperti kepolisian, kejaksaan, Kemenkumham, membuat dirinya sangat dihormati dan dihargai sebagai seorang politikus berkaliber nasional. Terbangunnya relasi itu karena kemitraan sebagai anggota dewan di komisi yang dipercayakan dirinya, yakni Komisi III.
Kelihaian berpolitik tak perlu diragukan, faktanya sudah 4 periode bertahan jadi anggota DPR RI, bahkan pindah dapil pun tetap eksis meraih kemenangan. Jika dilihat suara daerah pemilihan (dapil) 2 jumlah suara pemilu 2019 sebesar 55.691. Suara itu modal dasar dirinya ketika bertarung di Pilgub nantinya melawan kandidat lain. Walaupun pindah dapil Nasir Djamil tetap eksis dan mampu, maka dapat disimpulkan ia memiliki basis dan lihai menarik simpatik dan empatik masyarakat Aceh di dapil berbeda.
Tentunya hitung hitungan Nasir di posisi saat ini berbeda jika dibandingkan saat dirinya maju sebagai wakil gubernur bersama Azwar Abubakar, ia lebih percaya diri (PD) “confident“ dengan seluruh modalitas politik telah diraih sejauh ini.
Namun ia kurang PD dalam urusan finansial, karena kemampuan logistik bisa dikatakan tidak kaya - kaya sekali tapi ada. Kelemahan lain dari seorang Nasir dirinya kurang konsisten mengelola isu sehingga sebatas merespon momentum saja, tanpa totalitas mengakhiri dengan keberhasilan advokasi isu tertentu.
Selanjutnya membahas Muzakir Manaf, ia bukan orang sembarangan juga dalam pusaran politik lokal di Aceh. Info personal dirinya sudah bertebaran dan dapat ditelusuri dari berbagai media maupun flatform website tertentu.
Rekam jejaknya dimulai semasa dirinya menjadi pejuang di Gerakan Aceh Merdeka dengan menyandang panglima. Saat ini sosok Mualem sapaan akrabnya telah banyak meraih posisi. Seperti Ketua Umum Partai Aceh, Mantan wakil gubernur Aceh periode 2012 - 2017, Komisi Pengawas Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA), Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) Pusat, saat ini Muzakir Manaf masih memimpin Kwartir Daerah (Ka. Kwarda) Gerakan Pramuka Aceh, hal bergengsi lainnya Mualem didaulat menjadi Waliyul ‘Ahdi masa bakti 2022-2026.
Dari berbagai pengaruh di kepartaian, jabatan, maupun jejaring eksternal dikalangan ulama maupun organisasi masyakat sipil, sosok Mualem tidak bisa dianggap remeh. Dibuktikan elektabilitas dan popularitas dirinya terus terjaga dan mampu eksis walaupun tidak lagi berkuasa di pemerintahan. Hal ini patut di waspadai lawan politiknya jika ingin berkompetisi di Pilkada 2024 nantinya.
Walaupun faktanya trend pengaruh Mualem menurun tapi tetap nilai tawarnya masih bisa dikatakan sangat berpengaruh, karena hanya satu “ satunya partai mampu mengusung calon gubernurnya sendiri. Itu dikarenakan memenuhi syarat utama 14 kursi ditinjau dari aturan. Untuk itulah lawan yang maju harus dapat meningkatkan dukungan di akar rumput masyarakat Aceh guna mengimbangi Mualem untuk meraih kemenangan.
Kelemahan paling prinsipil dari seorang Mualem, dirinya tidak mengubah cara pendekatan ke khalayak ramai, khususnya pola komunikasi cenderung tidak interaktif. Hal lain ia tidak mampu mengoptimalkan modalitas dimiliki untuk dikelola menaikan pengaruh dan menjaga basis konsistuennya melalui partainya.
Terbuktinya trend penurunan suara partai selalu menurun setiap perhelatan pesta demokrasi di Pemilu (2009:33 kursi dari 64, 2014:29 kursi dari 81, 2019:18 kursi dari 81). Belum lagi cara memainkan isu masih klasik sebatas urusan bendera dan Mou Helsinki, tetapi tidak bermanuver Kelola isu lainnya.
Seperti kemiskinan, stunting, pemberdayaan ekonomi, dll. Perlu di waspadai sebagai kelemahan Mualem yaitu isu berbagai kasus dialamatnya dirinya, bukan hanya sebatas kelemahan bisa jadi membuat dirinya tersangkut kasus hukum jika benar dibuktikan secara hukum. Langgam ini menjadi penentu eksis atau tidak eksis ke depannya Mualem di politik lokal kekuasaan Provinsi Aceh.
Jadi secara hitung-hitung Mualem maju berkompetisi, serta kembali berkuasa sangat tergantung apakah masukan”kritikan” diatas dapat carikan solusi serta strategi strategis jelang Pilkada 2024, masih ada kesempatan menata serta memperbaiki diri maupun kepartaian dalam berorientasi menang saat pemilu berlangsung 2024 nantinya.
Masuk ke sosok Herman Fithra, warna baru ketika dirinya digadang gadangkan masuk bursa Pilgub 2024. Kepiawaian dalam politik terbilang belum mumpuni, namun ditelik lebih dalam ternyata ia memiliki modal politik kuat.
Kemampuan jejaring nasional tidak diragukan lagi, selama menjadi rektor Universitas Malikulsaleh di periode pertama maupun periode kedua saat ini pastinya sudah terbentuk kuat jejaring nasional tersebut.
Menariknya lagi ia jebolan dari Alumni Lemhannas, kita ketahui bersama jejaring di alumni itu lintas latarbelakang dengan pengaruhnya masing-masing. Hal lain jejaring dunia pendidikan wajib diperhitungkan juga ketika membaca sosok Herman masuk ke bursa Pilgub.
Bicara kelemahan sederhana saja, dirinya tidak memiliki partai dan bukan politikus murni, sehingga kemungkinan masuk dalam arena politik praktis sangat kecil. Kecuali nilai jual elektabilitas dan popularitasnya semakin tinggi, maka bisa dipastikan partai politik akan meminang dirinya menjadi calon gubernur di Pilkada 2024.
Sosok fonomenal perlu disorot serta jadi bahan diskusi menarik, siapa dia?, Nezar Patria. Bukan orang baru dalam dunia gerakan aktivis. Secara kapasitas, jejaring, serta pengaruhnya dilevel nasional sudah teruji.
Kemunculan nama ini dalam radar politik lokal Aceh, dikarenakan ia pernah digadangkan berpasangan dengan Irwandi Yusuf ketika saat itu partai politik enggan meminang. Manuver saat itu melalui jalur independent/perorangan bersama Irwandi Yusuf maju di Pilkada 2017.
Aksi serius itu batal ketika konsolidasi partai politik berhasil mengusung paket pasangan Irwandi Yusuf dengan Nova Iriansyah. Sangat muda bagi Nezar Patria untuk maju ke Pilgub mendatang, hanya saja ia tidak ambisius.
Manakala ketika diperintahkan elit berkuasa atas nama negara tidak menutup peluang Nezar maju, serta takdir berkata dirinya gubernur Aceh mendatang. Lagi lagi semua peluang terbuka lebar dalam politik, termasuk mengusung Nezar Patria salah satu kandidat gubernur Aceh 2024.
Ternyata tak bisa dipungkiri keberadaan Teuku Riefky Harsya menyita perhatian publik maupun dibincangkan. Sosok satu ini sangat mengakar berpolitik di politik lokal Aceh maupun nasional. Saat ini dipercaya mendampingi Agus Harimurti Yudhoyono sebagai Sekertaris Jenderal di Partai Demokrat.
Dirinya sudah 4 periode bertahan serta menyadang predikat anggota DPR RI. Setiap perhelatan Pemilu legislatif Riefky mampu meraih suara terbanyak, bahkan saat Pemilu 2019 berhasil meraih suara badan terbanyak di Dapil 1 Aceh sebanyak 128.906.
Ukuran meraih itu tidaklah mudah butuh kepiawaian berpolitik menjaga konsistuen dan jejaring hingga mampu bertahan sampai saat ini di DPR. Tentunya suara badan Riefky jadi modal dasar ketika manakala maju di Pilgub 2024 nantinya.
Terpenting ia memiliki posisi sangat strategis menjabat Sekjen DPP, jikalau maju modal partai Demokrat Aceh sudah besar karena memiliki 10 kursi hanya kurang 4 kursi memenuhi syarat maju sebanyak 14 kursi.
Dicermati kekuatan keuangan Riefky dengan berbagai bisnis serta 4 kali periode maupun jejaring yang luas. Urusan logistik kecil sekali dipenuhi untuk keperluan kerja kerja politik saat di Pilgub 2024 ketika maju nantinya.
Terakhir hadir sosok yang masuk radar serta sangat diperhitungkan yakni Abdullah Puteh. Tidak asing lagi ditelinga kita semua. Sosok tersebut mantan gubernur Aceh era 2000 “ 2004. Pernah jadi anggota MPR/DPR dimulai 1979 hingga 1999. Artinya tapak tilas sebagai politikus sudah sangat mengakar dan lihai. Maka tak diragunakan lagi sepak terjangnya, bahkan politikus ulung ini seorang organisatoris handal, karena ia lahir dari rahim gerakan aktivis terlihat pernah jadi Ketua Umum DPP KNPI (1984 “ 1987), Ketua Umum Apjati (Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia) (1996”1999), hingga jabatan organisasi saat ini dipercaya presidium Majelis Nasional KAHMI (2022 “ 2027).
Berhasil di organisasi juga diikuti dengan kapasitas pendidikan, Abdullah Puteh haus sekolah terlihat rekam jejak sudah menyandang gelar S3 “Doktoral”. Suami dari Marlinda Purnomo bukan sebatas mewarnai di Pilgub, akan tetapi berpeluang juga menjadi gubernur Aceh ke depannya.
Ketika dianalisis secara modalitas politiknya mulai finansial, jejaring, hingga investasi sosial ia masuk dalam bursa kandidat gubernur Aceh. Hal ini disebabkan semua modalitas politik dapat dipenuhi semua. Mulai dari urusan finansial sudah tersedia, jejaring yang sangat kuat, hingga kedekatan dengan masyarakat Aceh.
Kelemahan sekaligus menjadi kebutuhan Abdullah Puteh yaitu partai politik, karena saat ini dirinya tercatat Anggota DPD RI periode 2019 “ 2024. Tinggal bagaimana dirinya mampu menjalin komunikasi dengan partai politik yang dijadikan kendaraannya maju ke arena Pilgub nantinya. Dengan catatan berhasil menyakinkan melalui peningkatan kerja kerja politik, sehingga berdampak meningkatnya elektabilitas dan popularitas di masyarakat Aceh.
Penajaman Politik
Membaca dinamika kekinian, langgam politik pemilih telah bergeser, tidak lagi terpengaruh eksistensi keberadaan calon yang diusung Partai Aceh. Argumennya, masyarakat Aceh membutuhkan sosok alternatif sekaligus mengusung tagline pembaharuan.
Mengapa itu mengemuka di masyarakat Aceh, dikarenakan pemilih sudah dapat memberikan penilaian atas kondisi saat ini ketika dominan kekuasaan dikelola Partai Aceh melalui jalur eksekutif dan legislatif.
Penilaian dan perubahan sikap itu terlihat dari trend suara Partai Aceh dilegislatif maupun keterwakilan di eksekutif semakin menurun di setiap pesta demokrasi berlangsung, yakni Pemilu. Maka dapat disimpulkan sosok pembaharuan menjadi kunci diinginkan oleh pemilih di Aceh ke depannya.
Situasi ini paling enak diendorse orang baru untuk masuk ke arena pertarungan Pilgub 2024. Dari nama yang masuk dalam radar politik di Aceh, sosok baru yang bisa diklaim orang baru seperti Nasir Djamil, Teuku Riefky Harsya, Nezar Patria, Aminullah Usman, Herman Fitra, dll. Sekilas info terhadap track record dan kemampuan mereka tidak diragukan lagi, sekarang sangat tergantung kemauan mereka maju atau tidak berkompetisi.
Keberadaan mereka pun pernah didiskusikan dengan para politikus dan akademisi saat bertemu diberbagai kesempatan. Misalkan ketika pasangan duetnya Teuku Riefky Harsya dan Nasir Djamil, paket ini jelas sangat ditakuti dan berbahaya karena paduan yang sudah teruji malang melintang di politik lokal Aceh.
Belum lagi ada ide paket Nezar Patria dan Aminullah Usman keduanya representatif irisan identitas kewilayahan maupun kesukuan. Jika ini terwujud maka tidak mudah bagi lawan politik ketika bertarung di Pilgub.
Atau Aminullah Usman Bersama Herman Fitra dapat nilai kuda hitam dalam percaturan Pilgub 2024. Bisa jadi sebaliknya Herman Fitra akan berpasangan dengan sosok baru yang memiliki kekuatan modal politik dominan.
Tak menutup peluang juga, Abdullah Puteh berduet dengan Sudirman (Haji Uma) paket pasangan ini dinilai memiliki keunikan dan berkarakter. Satu paduan yang kuat ketika dilihat secara territorial wilayah, basis populasi wilayah, segmentasi pemilih, dan latarbelakang yang berbeda.
Tinggal bagaimana mencari kendaraan partai politiknya, semua bisa saja terjadi dalam politik mewujudkan pikiran diskusi itu, ketika disambut oleh elit politik lokal Aceh maupun elit politik pusat. Syaratnya mampu mengelola pembaharuan yang diinginkan masyarakat Aceh melalui instrument politik dan kerja politik yang terukur, terarah, dan sistematis dalam kerja politiknya.
Mereka semua ketika mampu menjual isu kebutuhan, maka peluang besar akan terpilih sebagai gubernur mendatang. Kata kunci pembaharuan harus diejawantahkan dan dikelola melalui kebijakan serta program sebagai jawaban solusi terhadap masalah Aceh saat ini.
Keadaan perlakuan kondisi saat ini serupa di kondisi 2006 ketika masyarakat Aceh melemah kepercayaannya terhadap partai nasional. Tidak menutup kemungkinan perilaku takut menakuti kembali terulang lagi yang dilakukan lawan politik kepada mereka nantinya ketika maju di Pilgub 2024.
Namun semua berpeluang berubah. Tidak selamanya mendung akan turun hujan. Demikian dengan warna perpolitikan di Aceh, semuanya penuh dinamika. Semuanya kandidat yang kini namanya ramai diperbincangkan memiliki kans untuk mengukir sejarah di Aceh.
Untuk itu, untuk memastikan sosok pembaharu, diperlukan kerja keras politik, melakukan survei mengukur elektabilitas maupun popularitas dari sosok yang bermunculan ini. Mengukur bayang-bayang, agar mengetahui kekuatan diri ketika “pertarungan” akan dilangsungkan.
Namun dibalik potensi dan kekuatan yang dimiliki seseorang kandidat, ada factor lain yang juga tidak bisa dihindari, yakni campur tangan Tuhan dalam menentukan siapa sosok yang akan memimpin Aceh ke depan.
Tinggal kembali kepada para kandidat yang ramai dibahas ini, apakah dia akan berjuang serius dan maksimal dalam menggapainya, sehingga campur tangan Tuhan juga akan diberikan kepadanya? Semuanya memiliki peluang untuk memimpin Aceh. Kita ikuti saja, siapa yang akan meramaikan bursa pemimpin Aceh di tahun 2024 mendatang.