Beranda / Analisis / Mimpikan Gubernur Aceh yang Mau Seragamkan Ejaan Bahasa Aceh

Mimpikan Gubernur Aceh yang Mau Seragamkan Ejaan Bahasa Aceh

Sabtu, 23 Juli 2022 09:00 WIB

Font: Ukuran: - +


[Foto: Istimewa]

Problema bahasa Aceh cukup banyak, sebanyak peta politik Aceh yang selalu meguyak; bergelombang. Namun ada satu butir terpenting dari ‘penyakit’ bahasa Aceh yang perlu segera didatangi ‘dokter spesialis”, yaitu soal Ejaan. Maksud ‘dokter spesialis’ adalah campur tangan Pemerintah Aceh yang cerdas, tangkas dan tuntas.

Sejak bahasa Aceh mulai ditulis dengan huruf Latin, masalah ejaan mulai menjadi persoalan. Pemerintah Hindia Belanda di Aceh mengikuti ejaan bahasa Aceh yang diajukan sang pakar Aceh mereka, Snouck Hurgronje. Akibat sukarnya mendapatkan mesin Tik yang memenuhi syarat, lama kelamaan warisan Belanda ini pun mulai ditinggalkan oleh sebagian pengarang. Masing-masing penulis bahasa Aceh - terutama pengarang hikayat - menulis ejaan bahasa Aceh sesuai selera sendiri.

Kebanyakan pengarang lama seperti Tgk. Abdullah Arief, Syeh Rih Krueng Raya, Syeh Mud Jeureula sampai Medya Hus masih memakai cara Snouck Hurgronje. Diantara penulis lama itu, hanya Medya Hus yang masih aktif menulis sekarang, sedang yang lain sudah berpulang ke Rahmatullah. Mungkin lantaran tinggal sendirian, sejauh yang saya amati; Medya Hus pun tidak mutlak lagi menulis bahasa Aceh dengan ejaan lama itu.

Kalangan pengarang Aceh yang lain, kini mereka menggunakan ejaan bahasa Aceh ‘ala praktis’. Akibat acuannya belum ada, maka ejaan bahasa Aceh yang mereka praktekkan menjadi beragam. Pihak Pemerintah Aceh-lah yang mampu menyeragamkan berbagai versi ejaan bahasa Aceh itu.

Diantara pengarang hikayat yang paling produktif mengarang hikayat dengan ejaan bahasa Aceh ‘model praktis’ ini adalah Drs. Tgk. Ameer Hamzah. Melalui sejumlah hikayat karya sendiri dan pemuatan hikayat milik orang lain di Harian Serambi Indonesia, Ameer Hamzah telah ikut ‘mewarnai’ versi ejaan bahasa Aceh yang semakin banyak ragamnya. Selaku Redaktur Budaya; sebanyak 12 judul Hikayat Aceh telah dimuat secara bersambung di Harian Serambi Indonesia “ antara tahun 1992 s/d 1994. Ameer Hamzah telah amat berperan dalam memasyarakatkan penulisan bahasa Aceh dengan ‘ejaan praktisnya”. Diantara 12 judul itu, 7 judul adalah hasil alih aksara saya.

Selain itu, meski kurang dikenal masyarakat awam, kalangan penulis bahasa Aceh juga amat menghargai Dr. A,Gani Asyik, MA sebagai pelopor penulisan bahasa Aceh secara praktis. Namun demikian, tidak semua pengarang Aceh mengikuti pedoman ejaan bahasa Aceh yang dipakai beliau.

Sebagai bukti, baiklah saya tampilkan sejumlah perkataan bahasa Aceh yang menggunakan ejaan versi Dr. A.Gani Asyik, MA. Ejaan beliau saya kutip dalam buku “ Al Qur’an Al Karim dan Terjemah Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh”, karya Tgk.H. Mahjiddin Jusuf terbitan Pusat Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Islam ( P3KI ) Aceh, Banda Aceh, 2007. Penulisan ejaan bahasa Aceh pada edisi kedua buku ini memakai standarisasi versi Dr.A.Gani Asyik,MA. 

Selanjutnya, silahkan banding ejaan itu dengan ejaan bahasa Aceh yang saya pakai pada saat ini. Sebelah kiri adalah ejaan bahasa Aceh menurut Dr. A. Gani Asyik,MA sementara yang sebelah kanan ( setelah tanda = sama dengan ) adalah ejaan bahasa Aceh versi saya. Nomor atau angka yang tercantum di ujung contoh-contoh itu adalah angka halaman dari “ Al Qur’an Al Karim dan Terjemah Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh” itu.

Perbandingan Ejaan Bahasa Aceh Sebagai Berikut:

1) charikat = syarikat, beu got = beugot, meu kon = meukon, beu that = beuthat,448.

2) phala = phala, churuga = syuruga, kaphe = kafe, 449.

3) meu sapat = meusapat, meu siat = meusiat, nasehat = nasihat, 450.

4) lon peucharikat = lon peusyarikat, kaphilah = kafilah, 451

5) meusapat - meusapat, meuhat = meuhat, meusurat = meusurat, 452.

6) deecha = deesya, meu sidroe = meusidroe, meu iblih = meuiblih, meu jih = meujih, 453.

7) contoh = cunto, kaphe = kafe, adeueb = adeueb, 454.

8) barang jan di jih sit han le teupat = barang jan dijih cit hanle teupat,

sabab ka sisat han le meuubah = sabab ka sisat hanle meuubah,

hana le ubat wahe meutuah = hanale ubat wahe meutuwah, 455.

9) chetan = syeetan, napsu = nafsu, phaedah = faidah, 456.

10) Ya’qob = Nyakkob, akherat = akhirat, 465

11) icharat = isyarat, dilon pih kasep umu rap reubah = dilon pih kasep umu rab reubah, 466.

12) chedara = syeedara, beu meutuah = beumeutuwah, chok = syok, 468.

13) haro-hara = haru hara, lalem = lalem, lalee = lale, 469.

14) beunci = beunci, kadang neuampon droeneuh le Allah = kadang neu ampon droeneuhle Allah, 470.

15) ni’mat Tuhan bri cit le sileupah = niekmat Tuhan bri cit le sileupah, cuco Ibrahim deungon Israi = cuco Ibrahim deungon Israi, teukukui laju bandum geusujud = teukukui laju bandum geusujud,geumoe meu ‘eut “ ‘eut geuingat Allah = geumoe meu’eut-‘eut geuingat Allah, 471. 

16) chopeu’at = syufu’at, sokmok = s’ok m’ok, tan le meubeukah = tanle meubeukaih, 475. 

17) neukheun boh tatiek tungkat hai Musa = neukheun boeh tatiek tungkat hai Musa 477. 

-boh = buah ( ? )

-boih = buang (? )

Begitulah, masalah ejaan bahasa Aceh amat beragam dan centang-prenang hingga hari ini. Berkali-kali seminar, kongres, diskusi dan workshop telah dilaksanakan yang kesimpulannya antara lain mendesak “Pemda Aceh” agar menyeragamkan ejaan Bahasa Aceh, namun selalu nihil hasilnya. Sama sekali; tak ada yang peduli!. Akibatnya, kekacauan ejaan bahasa Aceh semakin merajalela.

Di kalangan Komunitas Pengarang Cae Aceh AcehTV, yang pernah berusia sekitar 3 tahun; juga terjadi ketidak-seragaman dalam penulisan ejaan bahasa Aceh untuk cae-cae Aceh mereka. “Karab lhee ploh droe nyang tuleh cae, mungken rab lhee ploh macam cit ejaan bahasa Aceh”( Hampir 30 orang yang menulis syair, mungkin hampir 30 macam pula ejaan bahasa Aceh mereka), jawab Medya Hus dari rumah beliau melalui telepon seluler pada suatu sore beberapa waktu lalu, menjawab pertanyaan saya yang sedang menulis artikel ini. 

Saya sendiri, yang hingga kini telah menyalin/alih aksara 40 judul “Hikayat Aceh” dari huruf Arab Melayu/Jawoe ke huruf Latin; juga menulis bahasa Aceh dengan ejaan versi saya.

Dalam hal ini, agar corak dan model ejaan bahasa Aceh tidak semakin bermacam-ragam dan runyam, maka campur tangan Pemerintahan Aceh amat diperlukan. Hanya dengan sebuah qanun, bahkan melalui Surat Keputusan Gubernur, maka problema ejaan bahasa Aceh yang bagaikan ‘penyakit kronis-akut’ itu bakal segera teratasi.

Lantas, ejaan bahasa Aceh jenis apa/siapa yang diseragamkan; diresmikan Pemda Aceh itu?!. Versi Belanda alias Snouck Hurgronje?, Medya Hus, versi Dr. A.Gani Asyik,MA, Drs. Ameer Hamzah, ragam para pengarang Cae AcehTV yang hampir 30 macam itu; ataupun versi saya; T.A. Sakti?. Mengenai hal itu kita serahkan pada kesepakatan atau keputusan musyawarah para pakar bahasa dan sastra Aceh!. 

Oleh karena itu, ke depan kita amat mengharapkan tampilnya tokoh-tokoh Pemerintahan Aceh yang peduli kepada nasib Bahasa Aceh yang kacau-balau ejaannya seperti sekarang. Kalau terus saja terbiarkan, berarti semakin bertambah pula jumlah ragam penulisan ejaan Bahasa Aceh.

Terpilihnya Gubernur Aceh yang ‘cinta bahasa Aceh” dalam Pemilukada Aceh tahun 2024 adalah dambaan kuat kalangan pecinta bahasa dan sastra Aceh. Semoga, Insya Allah!.

Sekarang, sekitar dua tahun lebih, Aceh dipimpin oleh PJ Gubernur Ahmad Marzuki. Apakah beliau punya wewenang untuk menetapkan Ejaan Baku Bahasa Aceh?. Saya kurang paham, wallahu ‘aklam.



*Penulis: TA Sakti, Peminat Manuskrip, Bahasa dan Sastra Aceh.

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda