Beranda / Analisis / Meneropong Figur Cawagub Aceh 2024

Meneropong Figur Cawagub Aceh 2024

Selasa, 25 April 2023 21:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Aryos Nivada

Penajaman Figur

Dari nama-nama yang dijabarkan di atas menarik dianalisis lebih dalam. Setiap orang tidak terkecuali punya potensi dipilih dan berkuasa di pemerintahan. Tentunya hak itu harus diakses melalui mekanisme Pilkada ketika ingin berkarier di eksekutif sebagai gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota. 

Di panggung politik Pilkada 2024 di Aceh, nama-nama di atas yang sangat berpeluang karena memiliki modalitas politik meliputi jejaring, sosial, dan finansial. Dalam pandangan selaku penulis, nama-nama seperti Muslim Ayub, Sudirman (H. Uma), Muslim, Darwati A Gani, Illiza Sa'aduddin Djamal, dan Irmawan, layak menjadi wakil Gubernur Aceh. Kenapa? Karena hasil penelusuran monev media maupun diskusi berbagai narasumber mendapatkan nama-nama tersebut sangat layak dimasukkan sebagai kandidat bakal calon wakil gubernur Aceh di Pilkada 2024.

Hal penting disampaikan, semua sosok memiliki irisan dan segmentasi tersendiri jika dilihat dari pengaruh ke konstituennya. Artinya masing-masing memiliki andil mempengaruhi basis pemilih masyarakat Aceh.  Hanya saja akan berbeda manakala arah pilihan pemilih di Aceh ketika dimensinya bukan lagi legislatif tetapi eksekutif. Muncul pertanyaan kritisnya, apakah akan linear serta solid dukungan konstituennya ketika sudah berbeda tujuan?

Menariknya lagi dari semua nama itu hampir seimbang secara modal politiknya, hanya saja dua nama yang relatif di bawah seperti H Uma dan Darwati A Gani. Pertimbangannya pengalaman politiknya serta membangun modal politiknya masih belum kuat. Belum lagi di partainya sendiri Darwati tidak berada pada struktur strategis dan sangat berpengaruh, sedangkan H Uma tidak berada secara penuh di kepartaian. 

Membaca dalam konteks politik identitas dikaitkan dengan keberadaan sosok mereka, dapat ditafsirkan Muslim Ayub representatif dari wilayah pantai barat selatan, Irmawan cerminan keterwakilan dari wilayah tengah dan tenggara. Sedangkan Muslim Ayub, Sudirman (H. Uma), Muslim, Darwati A Gani, Illiza Sa'aduddin Djamal, diidentikan keterwakilan wilayah pesisir timur. 

Jika disimulasikan duet pasangan, maka posisi Muslim Ayub bisa disandingkan dengan Nasir Djamil, Muzakir Manaf, maupun sosok lainnya. Karena bargaining position Muslim Ayub minim tokoh dari wilayah pantai barat selatan. Ketika ego kewilayahan dimainkan, maka berpengaruh terhadap perolehan suara pemilih di Aceh. 

Apalagi kekuatan suara Muslim Ayub di pantai barat selatan, tengah tenggara. Kemudian hasil perolehan kursi berada di nomor urut 3 dari 13 anggota DPR RI asal Aceh, dan saat ini hanya Muslim Ayub yang sering turun ke Dapil calon anggota DPR RI.

Atau sebaliknya Irmawan digaet oleh Nasir Djamil, Muzakir Manaf, Riefky Harsya ataupun calon lainnya berkeinginan maju calon gubernur ke depan. Memang hitung-hitung suara kedua wilayah pantai barat selatan dan tengah tenggara tidak sebanyak pemilih di wilayah pesisir timur. Hanya saja ketika berhasil meyakinkan pemilih di wilayah itu, maka pundi - pundi suara menambah dari suara asalnya. 

Perlu diketahui juga tipikal masyarakat Aceh masih belum memberikan ruang kepada srikandi politik Aceh yakni Illiza Sa'aduddin Djamal dan Darwati A Gani. Sekian banyak sebab, salah satunya masih kuat ‘frame’ dan praktek konvensional yang menganggap perempuan hanya urusan dapur, kasur, dan sumur. Mirisnya masih terpatri dibenak sebagian masyarakat Aceh kalau perempuan kurang pas menjadi pemimpin. 

Ini akan jadi kendala dalam menyandingkan kedua sosok itu dalam bursa Pilkada 2024. Hanya saja, ketika pengaruh ikatan emosional dan terbukti mampu menjaga intensitas komunikasi, serta teruji dalam memimpin, maka label serta cara pandang seperti penjelasan di atas akan buyar dengan sendirinya.

Tapi kita sudah tahu kalau politik itu dinamis, bahkan susah diprediksi khususnya keterlibatan perempuan Aceh berpolitik. Semua sangat tergantung kecakapan dan kelihaian dalam berpolitik, sehingga eksistensi mereka semakin berpengaruh serta susah untuk disingkirkan dalam kompetisi Pilkada 2024 nantinya. Kalau sampai itu terjadi berarti karakter pemilih dan masyarakat Aceh sudah berubah. 

Dari pembahasan di atas berarti sejalan dengan teori ‘Political Opportunity Approach’ di awal pengantar telah disampaikan. Bahwa, semakin besar suatu kelompok mengkapitalkan modal politiknya maka semakin besar peluang kemenangan meraih kekuasaan. Termasuk berkuasa atas kekuasaan yang diraih dan dijaga.

Jadi kunci kemenangan di Pilkada ada pada kekuatan dan pengaruh figur wakil gubernur yang dipasangkan. Rumusnya sederhana dalam logika ‘probability politic’, semakin berpengaruh ke akar rumput (grass root), maka semakin berpotensi menang meraih kekuasaan di pesta demokrasi. 

Tentu harapan yang paling diharapkan Cawagub dapat berkontribusi nyata untuk melakukan perubahan dalam memberikan pelayanan publik terhadap masyarakat. [**]

Penulis: Aryos Nivada (Pendiri Jaringan Survei Inisiatif)

Halaman: 1 2 3 4 5 6 7
Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda