Landskap Poros Politik Pilkada Aceh 2024
Font: Ukuran: - +
Reporter : Aryos Nivada
Penulis: Aryos Nivada (Dosen FISIP Universitas Syiah Kuala dan Pendiri Jaringan Survei Inisiatif)
DIALEKSIS.COM | Analisis - Ulasan poros pengusung bakal calon pemilihan kepala daerah (Pilkada) sudah marak diperbincangkan di publik Aceh. Sorotan masyarakat Aceh terus tertuju mencermati sekaligus prediksi seperti apa landskap poros politik Pilkada 2024 di Provinsi Aceh. Pembentukan poros sangat tergantung kekuatan partai politik maupun individu di arena kekuasaan yang memiliki agenda kepentingan dan agenda masing - masing.
Di Aceh memiliki keanomalian tersendiri ketika pembaca poros politik dalam dinamika politik lokal, khususnya di Pilkada 2024. Sebab utama Aceh terbagi ketiga pusaran ke empat pusaran poros politik berkemungkinan terjadi. Ilustrasinya poros pertama kalangan partai nasional (parnas), selanjutnya poros dari kalangan partai lokal (parlok), kemudian kolaborasi parnas dan parlok, dan terakhir poros jalur perorangan/independent.
Menelisik pengalaman dari tiga kali Pilkada Aceh pasca konflik, telah terjadi hal unik perlakuan politik lokalnya. Terjelaskan dari fakta saat Pilkada 2006 berlangsung hanya dua poros politik yakni dari parnas dan perorangan. Masuk di era Pilkada 2012 terjadi tiga poros politik mengusung kandidat saat itu yaitu parnas, parlok dan perorangan. Hal menarik ketika Pilkada 2017, dimana poros terbentuk kombinasi antara parnas dan parlok, parnas, dan perorangan.
Setelah memahami jejak sejarah politik lokal Aceh di Pilkada, memunculkan tanda tanya besarnya bagaimana landskap poros Pilkada Aceh 2024? Jawaban dari pertanyaan itu, terlebih dahulu wajib memahami arah dan gerak partai politik di Aceh hasil Pemilu 2024. Merujuk hasil Pileg 2024, hanya poros Partai Aceh dapat mengusung calonnya di Pilkada tanpa harus bergabung dengan partai lain.
Hal itu disebabkan memenuhi persyaratan mengajukan calon berdasarkan jumlah kursi 15 persen jumlah kursi DPRA/DRPK atau 15 persen akumulasi suara sah (Qanun 12 Tahun 2016 tentang Pilkada Aceh). Lebih rendah dari aturan nasional 20 persen kursi atau 25 persen akumulasi suara sah.
Peserta ataupun kandidat Pilkada dapat diusung melalui partai politik lokal, hal ini didasarkan kepada Undang - Undang dan Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 2007 tentang Partai Politik Lokal. Kehadiran calon perorangan dapat maju di Pilkada 2024 sejalan dengan UU No 11 tahun 2006 tentang Pemerintan Provinsi Aceh.
Peta parlemen DPRA terbaru hasil Pemilu 2024, rincian partai memiliki kursi banyak; Partai Aceh dominan sebanyak 20 dari 81 kursi, disusul Golkar 9 kursi, PKB 9 kursi, Nasdem 10 kursi. Atas sajian data itu, Partai Aceh diprediksi mampu melanggeng tanpaa beban mengusung kandidatnya di kontestasi Pilkada 2024. Sedangkan partai lain harus berjibaku membangun komitmen berkolaborasi mencukupi syarat 15% sebanyak 13 kursi harus terpenuhi mengusung pasangan kandidat di Pilkada.
Meski partai nasional maupun lokal dapat mengusung calon dengan suara sah, namun jumlah suara sah masing masing partai hingga tulisan ini dibuat belum dapat dipastikan karena dijadwalkan dalam beberapa hari kedepan akan ada sidang perselisihan hasil pemilu bagi anggota DPR RI, DPRA, DPRK dan DPD
Landasan data itu memungkinkan terbentuknya 3 sampai 4 poros politik mengusung kandidat masing - masing di Pilkada 2024. Catatan pentingnya itu diluar kompetitor jalur perorangan yang ikutserta nantinya. Bisa saja tidak menutup peluang pengalaman serupa di Pilkada 2012 terulang kembali (De javu), dimana porosnya Parnas, Parlok dan perorangan. Atau malahan sebaliknya irisan kolaborasi tetap terbentuk antara parnas dan parlok.
Misalkan Nasdem dengan beberapa partai bersatu untuk memenuhi syarat mengusung kandidat, sama halnya dengan Demokrat, Golkar, dan PKB berlomba - lomba membentuk poros sendiri. Itu pun ada catatan khususnya harus memiliki pasangan calon yang diusung di Pilkada 2024.
Masing-masing poros politik berusaha memperoleh dukungan dan legitimasi dari masyarakat dengan mempromosikan visi, program, dan kandidat yang mereka dukung. Persaingan antara poros politik ini sering kali menjadi sorotan utama dalam kontes politik, mempengaruhi narasi dan dinamika kampanye serta akhirnya hasil dari pemilihan itu sendiri.
Namun, selain persaingan politik yang terbuka, kita juga dapat melihat bagaimana poros politik ini kadang-kadang terlibat dalam negosiasi dan koalisi yang lebih luas untuk mencapai tujuan bersama atau memperoleh keuntungan politik. Makna keuntungan politik lebih mengarah kepada pragmatisme politik yang membuat partai politik menjadi partai kartel. Dalam hal ini partai menjadi agen negara dan memanfaatkan sumber daya negara untuk menjaga kelangsungan hidup partai. Pragmatisme inilah yang pada akhirnya menjadikan ideologi bukanlah faktor pengikat dalam membangun sebuah koalisi, namun hanyalah untuk memaksimalkan kekuasaan.
Konfigurasi poros politik di Pilkada Aceh menjadi penentu utama dalam stabilitas politik dan keamanan selama berlangsung pesta demokrasi tersebut. Persaingan antara poros politik dalam Pilkada Aceh merupakan manifestasi dari pluralisme elit, di mana berbagai kelompok elit bersaing untuk memperoleh kekuasaan politik.
Hadirnya beberapa poros politik mengusung paket jagoannya masing - masing saat Pilkada Aceh 2024 berlangsung menunjukan persaingan yang sehat antara poros politik adalah esensial dalam memastikan representasi kepentingan masyarakat yang beragam.
Kita dapat memahami bahwa lanskap poros politik dalam Pilkada Aceh 2024 mencerminkan dinamika pluralisme politik dan persaingan elit dalam konteks sistem multipartai. Dalam hal ini, analisis terhadap poros politik menjadi penting dalam memahami dinamika politik lokal dan perkembangan demokrasi di Aceh.
Catatan kesimpulan lainnya, memahami dinamika poros politik di Pilkada Aceh 2024 perubahan dan pergeseran dalam poros politik dapat menjadi cermin dari perubahan dan perkembangan politik yang terjadi dalam masyarakat Aceh, memperkaya pemahaman kita tentang proses demokratisasi dan politik lokal di Indonesia.
Penulis: Aryos Nivada (Dosen FISIP Universitas Syiah Kuala dan Pendiri Jaringan Survei Inisiatif)