Kaji Ulang Wacana Pemilu Proporsional Tertutup
Font: Ukuran: - +
Reporter : Aryos Nivada
Aryos Nivada. [Foto: for Dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Analisis - Baru baru ini Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari menyatakan pihaknya melontarkan wacana opsi pemilu kemungkinan kembali pada sistem proporsional tertutup. Dimana nantinya masyarakat hanya akan mencoblos lambang partai, bukan nama caleg sebagaimana Pemilu 2019. Jadi dalam sistem ini nama caleg bakal menghilang dalam surat suara, partai yang akan menentukan siapa yang duduk di kursi parlemen berdasar nomor urut caleg yang disusun partai sebagaimana Pemilu 2004.
Sontak wacana tersebut menuai polemik dan perdebatan di publik. Reaksi keras datang dari DPR RI. Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia mempertanyakan kapasitas ketua KPU mengeluarkan pernyataan tersebut. Sebab sudah jelas dalam pasal 168 ayat (2) UU Pemilu diatur pelaksanaan Pemilu legislatif menggunakan sistem proporsional daftar terbuka.
Sedangkan KPU adalah institusi pelaksana Undang-Undang, sementara perubahan sistem pemilu yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Pemilu merupakan kewenangan DPR, pemerintah dan Mahkamah Konstitusi (MK). Bila ada perubahan sistem pemilu artinya ada perubahan Undang-Undang.
Namun tidak sedikit pula yang mendukung wacana pemilu dengan sistem proporsional tertutup. Menurut pemerhati politik Dr Edwar M Nur SE MM, banyak keunggulan dari sistem pemilu proporsional tertutup. Terutama memperkuat sistem kepartaian di indonesia. Juga iklim kompetisi antar caleg dalam sebuah parpol akan berkurang karena sistem yang ada membuat si caleg harus bekerja untuk partai. Sehingga program dan platform perjuangan parpol bisa jelas, konkret dan mampu terimplementasi dengan baik.
“Bila Pemilu proporsional tertutup dilakukan, maka dengan sendirinya parpol akan terus membangun kompetensi agar mampu bersaing, membangun jaringan, memperkuat struktur dan mendekatkan diri dengan rakyat. Pemilu proporsional tertutup juga menghindari potensi money politik (politik uang), kesempatan melakukan edukasi politik lebih terarah dan terukur menuju pemilu yang lebih berkualitas” ujar Edwar kepada sebagaimana dilansir Dialeksis.com, Jumat (30/12/2022).
Hal senada disampaikan juga dari Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Askalani juga sependapat bahwa pemilu dengan sistem proporsional terbuka selama ini masih menyisakan masalah.
“sebenarnya jika melihat peta pemilu sekarang, pertama kecurangan tinggi, isu terkait dengan miss dan disformasi (Hoax), suap menyuap tinggi. Karena parpol berharap orang yang naik itu wajib menang, proses pemenangannya dilakukan dengan berbagai cara” ujarnya sebagaimana dilansir Dialeksis.com, Jumat (30/12/2022).
Jika sistem pilih parpol, menurut Askalani dapat dipastikan parpol akan memilih orang-orang terbaik dan memiliki kualitas atau orang terpilih. Namun momentum saat ini tidak tepat. Akan lebih baik pasca pemilu 2024 selesai, karena tahapan pemilu sudah berjalan.
Selanjutnya » Untung Rugi Proposional Tertutup Sebena...