kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Tuntut Pemerintah Aceh Ganti Kepala BPBJ, Rektor UNIKI: Suara DPRA, Suara Rakyat!

Tuntut Pemerintah Aceh Ganti Kepala BPBJ, Rektor UNIKI: Suara DPRA, Suara Rakyat!

Kamis, 02 Desember 2021 09:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : akhyar

Rektor Universitas Islam Kebangsaan Indonesia (UNIKI) Bireuen Prof Dr H Apridar SE MSI. [Foto: Ist]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) memprediksi angka SiLPA tahun 2021 akan mencapai Rp3,413 triliun.

Akibatnya, pihak Banggar mengusulkan agar Pemerintah Aceh mengganti kepemimpinan pada Biro Pengadaan Barang dan Jasa (BPBJ) Setda Aceh.

Alasannya, SiLPA pada akhir tahun yang membengkak itu merupakan dampak dari keterlambatan pelaksanaan lelang proyek APBA 2021 di biro tersebut.

Rektor Universitas Islam Kebangsaan Indonesia (UNIKI) Bireuen Prof Dr H Apridar SE MSI mengatakan, terdapat dua hal yang perlu dikaji soal keterlambatan pelaksanaan lelang.

Pertama, apakah keterlambatan ini murni karena kinerja yang kurang baik dari Biro PBJ Setda Aceh. Kedua, apakah keterlambatan lelang tersebut akibat instruksi dari pimpinan itu sendiri. 

"Jika murni karena kinerja yang kurang baik, maka saya pikir usulan DPRA sudah tepat untuk dilakukan. Namun, kalau memang bukan karena kinerja yang buruk, melainkan keterlambatan ini terjadi akibat efek dari pada persoalan politis ataupun adanya instruksi yang harus didengarkan, maka seharusnya pihak Unit Layanan Pengadaan (ULP) ini tidak bersalah," kata Prof Apridar kepada reporter Dialeksis.com, Banda Aceh, Kamis (2/12/2021).

Meskipun demikian, Prof Apridar juga tidak memungkiri jika kedua kajian tersebut tetap menjadi hambatan dan merugikan daerah.

Karena, kata dia, persoalan APBA adalah hajat hidup orang banyak. Sehingga jangan sampai kehendak rakyat terindikasi pada hal-hal yang merugikan kepentingan rakyat.

"Keterlambatan lelang jelas merugikan daerah. Maka untuk tidak merugikan daerah, saya pikir perlu adanya suatu penetapan terhadap putusan-putusan yang lebih kongkret," ujarnya.

Prof Apridar menegaskan, penyuaraan yang disampaikan oleh DPRA merupakan bahagian dari suara rakyat. Oleh karena itu, lanjut dia, Pemerintah Aceh perlu menindaklanjuti usulan DPRA dengan lebih bijaksana.

Menurutnya, keterlambatan lelang kegiatan strategis APBA untuk tahun 2021 ini merupakan pengalaman buruk yang sebenarnya sering terjadi secara berulang-ulang setiap tahunnya. 

Namun untuk tahun 2022, ia berharap pengalaman buruk Pemerintah Aceh dalam pengelolaan lelang proyek APBA dapat diakhiri di tahun 2021. Sehingga ke depan, Pemerintah Aceh harus memberi perhatian khusus.

"Suara DPRA, suara rakyat! Sehingga sangat penting bagi Pemerintah Aceh menyikapi usulan ini. Sebenarnya, kalau kita semua legowo, terbuka hati untuk memprioritaskan anggaran yang menyangkut kebutuhan masyarakat banyak, tentu akan menentukan pertumbuhan perekonomian di Aceh, serta penekanan terhadap tingkat kemiskinan yang masih dalam kategori cukup banyak di Aceh," pungkasnya. [Akh]

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda