Tokoh Masyarakat Sampaikan Sejarah Konflik Aceh Hingga Kondisi Terkini
Font: Ukuran: - +
Reporter : Nora
Pemikir dan tokoh masyarakat Aceh, Taufik A Gani. [Foto: Ist]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pemikir dan tokoh masyarakat Aceh, Taufik A Gani, dalam keterangannya kepada Dialeksis.com, mengurai keadaan Aceh sejak dari dulu hingga sekarang. Menurutnya, Aceh terlalu lama dalam suasana perang dan konflik, sehingga Aceh kalah dengan daerah lain, walau ada satu dua pencapaian Aceh yang out standing.
“Perang dengan Belanda yang berlangsung lama, sehingga modernisasi pendidikan di Aceh lambat dibanding Jawa dan Padang,” ujarnya.
Dalam perang tersebut, sultan dan perangkat pemerintahanya lumpuh, sehingga tidak ada tokoh cerdik pandai yang dominan di akhir tahun 1890-an atau awal 1900-an. Aceh akhirnya terikuti arus pergerakan nasionalisme Indonesia dan begitulah geopolitik masa itu.
Kemudian, kata dia, konflik berlanjut antara ulama dan hulubalang, sementara jumlah cerdik pandai yang tercetak kurang, walau ada satu dua yang muncul. Tetapi kiblat sudah ke Jakarta.
“Setelah perang saudara dan konflik, terus berlanjut konflik dengan pemerintah pusat. Sehingga, penetrasi kecendekiawanan Aceh ke Indonesia kurang, di samping masalah-masalah internal di Aceh,” jelasnya.
Ia menjelaskan, inspirasi dan semangat dari peradaban Sriwijaya, Majapahit, Aceh, dan Mataram telah menyumbang pada pembentukan Indonesia dan menjadi bagian penting dalam sejarah bangsa ini. Masing-masing kerajaan tersebut memiliki keunggulan dan kekhasan yang menjadi ciri khas budaya dan peradaban Indonesia. Sudah 3/4 abad Indonesia merdeka, dan pancasila telah menjadi dasar negara dan panduan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
Peradaban (mini) Aceh berusia 3 abad, surut karena perang belanda, lalu berkonsensus bergabung dan membentuk Indonesia. Nasionalismenya adalah Indonesia, jadi peradaban Indonesia.
“Sementara Peradaban Aceh sebagai bagian dari Indonesia itu tidak memperlihatkan kegemilangan karena konflik dan perang bersaudara dan vertikal sehingga SDMnya tidak bisa dioptimalkan SDAnya,” jelasnya lagi.
Menurut Taufik, elit SDM Aceh masih bertarung dengan kepentingan pribadinya sendiri. Dengan bingkai Indonesia, ada otonomi khusus sebenarnya mengurus Aceh seharusnya jadi jauh lebih mudah.
“Etno nasionalisme Aceh dalam konsensus Indonesia seharusnya lebih maju dari peradaban Aceh abad 15 dan 16 yang lalu. Kan sudah berkonsensus NKRI, seharusnya kita di daerah bisa lebih gilang gemilang, uang otonomi khusus Aceh itu udah apa lagi, ndak cukup kah ? Kalaulah Sultan Iskandar Muda tahu uang Aceh sebanyak itu, beliau akan ngiler,” jelas Kepala Pusat Data dan Informasi Perpusnas RI itu.
Hambatan investasi di Aceh
Dalam keterangannya kepada Dialeksis.com, Taufiq Abdul Gani, ketika ditanya apa faktor menghambat investasi di Aceh? Menurutnya ada beberapa faktor yang dapat menghambat investasi di Aceh antara lain:
Pertama: Aceh diterpa konflik horizontal dan vertical sehingga ketidakstabilan politik dan keamanan tidak ada. Tentu saja ini mempengaruhi kepercayaan investor terhadap Aceh.
Kedua: Kebutuhan investor berupa Infrastruktur juga masih kurang dapat dipenuhi terutama transportasi dan energi. Potensi ada tapi tidak tergarap mencukupi proyeksi kebutuhan investasi.
Ketiga: Sistem dan pelaku birokrasi juga sangat berkonstribusi, banyak kasus terlihat dunia usaha dan investasi harus menanggung overhead cost yang tidak resmi. (Nor)