Beranda / Berita / Aceh / Dosen Komunikasi UTU Jelaskan Sejarah dan Era Kekinian Radio

Dosen Komunikasi UTU Jelaskan Sejarah dan Era Kekinian Radio

Sabtu, 18 Februari 2023 17:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Said Fadhlain, S. IP., M.A dosen senior ilmu komunikasi Universitas Teuku Umar. Foto: kolase Dialeksis.com


DIALEKSIS.COM | Aceh - Dalam rangka memperingati hari radio sedunia atau Word Radio Day, LPP RRI Stasiun Meulaboh menghadirkan Said Fadhlain, S. IP., MA sebagai narasumber talk show bertajuk Radio dan Perdamaian, Senin, 13 Februari 2023. 

Said Fadhlain, S. IP., M.A dosen senior ilmu komunikasi Universitas Teuku Umar mulai bercerita perihal asal mula radio atau broadcasting, dikenal saat Guielermo Marconi menemukan teknologi gelombang frekuensi untuk menyampaikan pesan-pesan membumi kepada umat manusia (akhir abad 20). 

Lebih lanjut dirinya menjelaskan, transformasi teknologi informasi, sejak frekuensi AM hingga era digitalisasi, radio mengisisi ruang dan waktu, kapan dan dimanapun. Di medan perang membawa pesan perdamaian, dibawah bantal tidur, hiruk-pikuk pasar tradional, dijalan tol bebas hambatan, atau kondisi kemacetan panjang, radio identik sebagai media informasi, edukasi serta hiburan, komprehensif dan berdaya guna. Radio menjelma sebagai pilar ke 5 demokrasi, setelah eksekutif, eksekutif, legislatif, pers, serta radio (memiliki fungsi propaganda). 

"Entitas radio sebagai radio perjuangan di awal abad 20 (ditandai PD 1 dan 2), hingga era digitalisasi diawal abad 21, radio diperingati sebagai radio perdamaian, “dua kata ini sebagai dua sisi mata uang eksistensi radio," lanjutnya menerangkan.

Said masih mengulas sejarah radio lebih mendalam, perjuangan dimaknai dalam spektrum luas, kelahiran United Nations Radio13 Februari 1946 (usai kelahiran PBB), lahirnya RRI 11 September 1945, dan ditandai Piagam Tri Prasetya. Ada juga radio ditanah air cukup dikenal yaitu Radio Rimba Raya di Bener Meriah, Aceh. Dimana sebagai satu-satunya berperan strategis pada masa Revolusi Kemerdekaan 1949. Secara semiotika, perjuangan tidak melulu identik dengan perang, wartawan hadir ditengah konflik tersebut. Tidak berkonotasi semata-mata unsur fisiknya saja (kapasitas), tetapi ada unsur batinnya (integritas), perjuangan untuk perdamaian. 

"Awak radio memiliki tanggung jawab menyampaikan berita kedamaian, menggembirakan/menghibur, mengedukasi, menggairahkan atau menimbulkan spirit masyarakat," ujar Pemerhati Media ini kepada Dialeksis.com (18/02/2023).

Said menegaskan RRI selaku radio terlama dan berjuang untuk kemerdekaan dimulai sejak kolonial Hindia Belanda 1920-an yang, Pendudukan Jepang 1940- an, awal kemerdekaan tahun 1950-an, Era Orde Lama 1960-an , Era Dua Dasa Warsa Orde Baru, hingga lahirnya Orde Reformasi akhir 1990-an. 

Hal menarik menurut Said selaku Dewan Pakar ASPIKOM Aceh, khusus di akhir 980-an hingga akhir 1990-an, radio swasta mengalami booming Bahkan memiliki keperkasaan mempengaruhi audiens, khususnya penyiar radio selain sebagai inspiratif juga life style para penyiar ditiru pemirsanya. Disatu sisi momen tersebut sebagai kedigjayaan radio, disisi lain justru memberikan sinyal sebaliknya. Selain dimanjakan oleh menjamurnya radio swasta, kapasitas dan integritas yang pas-pasan, radio hanya mengejar rating atau penggemar yang banyak, pragmatism perburuan iklan untuk pemasukan finansial. 

"Radio swasta hilang satu persatu dari gelombang frekwensi radio," tegas Said Fadhlain.

Insan radio memiliki kecintaan dan tanggungjawab agar radio terus berada digaris depan, dirinya mengibaratkan "you are not walking alone" (istilah Liverpool Fans Club). Artinya, radio tidak akan dibiarkan sendiri oleh audiensnya. Dengan catatan selama radio yang digemarinya memiliki awak media yang menjunjung tinggi profesionalitas, sikap indepedensi, kompetensi hard skill maupun soft skill. Masa pandemik covid 19. 

"RRI menjadi satu-satunya yang survive bahkan menjadi referensi untuk mendapat informasi kedamaian, kenyamanan, serta kebahagian hidup," ujarnya bangga.

Artinya dalam penilaian Said Fadhlain, RRI memiiki nilai tambah menjalankan fungsi media, yaitu menyebarluaskan informasi, pendidikan, hiburan bahkan pengawasan. 

Ia mengingatkan kepada RRI dalam menjalankan fungsi dan perannya harus dengan powerfull, tidak setengah-setengah, tidak ada keberpihakan dalam akses yang dinikmati oleh segelintir elit politik, yaitu kalangan legislative, eksekutif saja. Dalam istilah relasi media dan politik, disebut love and hate relationship. 

Essensinya, awak radio menjadi kreator profesional, RRI maupun Radio Swasta merekontruksikan realitas berita dilandasi kecerdasan emosional. Guna memberikan kedamaian hidup masyarakat, sehingga meneguhkan radio sebagai media mencerdaskan bangsa. Bahkan, radio sebagai media orang berdamai dengan kehidupan, radio tidak boleh berjalan sendiri. 

Hal terpenting menurut Said, yakni radio bertemu dan berinteraksi langsung aneka ragam komunitas ditengah masyarakat, termasuk lembaga pendidikan menengah hingga perguruan tinggi. Masyarakat luas juga harus mengambil peran penting mengajak keluarga atau para dosen dan mahasiswa bersama-sama menikmati siaran radio. 

Sehingga diperlukan adanya sinergitas dan kolaborasi RRI bersama meneguhkan prinsip media yang memiiliki kapasitas dan integritas. Bukan sebaliknya dimana ada jargon nyeleneh disebagian kalangan media abal-abal bahwa bad new is good news, sementara,  good news its bad news. Sehingga kehilangan public trust, perlahan-lahan tapi pasti, radio akan ditinggalkan.

Tak sampai itu saja, Said juga mengungkapkan tantangan dan peluang radio era digitalisasi disikapi sikap optimistik, bukan pesimistik apalagi fatalistik. 

"LPP RRI khususnya LPP RRI Meulaboh serta radio swasta lainnya telah memperlihatkan kemampuan adaptif, inovasi dan kreatifitas mendayagunakan teknologi menghadapi tantangan era digitalisasi," ungkapnya. 

Saran bagi LPP RRI nilai-nilai perjuangan dan perdamaian sebagai essensial dilekatkan serta dipertahankan sebagai daya imun untuk eksistensi. Momentum hari lahir radio sedunia tahun 2023, sebagai rekonsiliasi antara akal pikiran dengan hati nurani. Radio memberikan berita-berita ke masyarakat, hadirkanlah berita yang baik, bukan seolah-olah berita yang baik, dipihak masyarakat, membiasakan mendapatkan berita yang baik, bukan seolah-olah yang baik. 

Said juga meminta kepada LPP RRI Meulaboh, agar ungkapan berita yang enak adalah, pemberitaan tantang senang melihat orang lain susah, serta susah melihat orang lain senang. Jelang pemilu tahun 2024, masyarakat, stake holder, pemangku RRI dan radio swasta mengkampanyekan stop fenomena post truth. Anti hoax, anti bad news, anti fakenews, anti hatespeech dan buzzer rp. Belajar terus, teruslah berusaha terus. 

"Salam komunikasi, salam literasi, salam perjuangan mewujudkan radio perdamaian," ujarnya akhiri.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda