Beranda / Berita / Aceh / Teuku Taufiqulhadi Minta Maaf Terkait Usulan Pengembalian Bank Konvensional

Teuku Taufiqulhadi Minta Maaf Terkait Usulan Pengembalian Bank Konvensional

Minggu, 30 Oktober 2022 07:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar

Ketua DPW Partai NasDem Aceh, Teuku Taufiqulhadi. Foto: Ist


DIALEKSIS.COM | Aceh - Ketua DPW Partai NasDem Aceh, Teuku Taufiqulhadi menyampaikan permohonan maafnya atas statement yang baru-baru ini viral dan menjadi perbincangan khalayak atas usulannya yang meminta pemerintah pusat untuk mempertimbangkan pengembalian bank konvensional di Aceh.

Dalam keterangan pers yang diterima Dialeksis.com, Teuku Taufiqulhadi menyatakan menarik kembali statement terkait permintaan kepada pemerintah pusat untuk mengembalikan bank konvensional untuk beroperasi kembali di Aceh.

“Kami merasa telah khilaf dengan menyampaikan pandangan yang ternyata begitu sensitif bagi rakyat Aceh. Dalam pada itu, dengan ini kami sampaikan juga bahwa apa-apa yang telah menjadi statemen kami di media terkait hal tersebut adalah pernyataan dari diri kami pribadi, dan tidak terkait dengan pihak manapun, dan sama sekali tidak merepresentasikan Partai NasDem secara organisasional,” ujar Taufiqulhadi kepada reporter Dialeksis.com, Banda Aceh, Minggu (30/10/2022).

Selaku putra Aceh maupun Ketua DPW Partai NasDem Aceh, dirinya menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada segenap rakyat Aceh. Khususnya kepada pemuka agama dan para penjaga syariat, baik yang ada di Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh maupun yang ada di wadah-wadah lainnya.

Taufiqulhadi mengklarifikasi bahwa ungkapan yang dikeluarkannya kemarin murni atas dasar pemikirannya. Awalnya dia beranggapan dengan adanya statement yang demikian, maka dapat terjadi perbaikan-perbaikan dalam pelayanan perbankan syariah di Aceh ke depan, yang memenuhi ketentuan-ketentuan syariah secara kaffah dan mampu bersaing dengan perbankan non syariah dalam menghadapi tantangan ekonomi global.

Ketua DPW Partai NasDem itu mengaku dirinya menyadari betul bahwa apa yang dipandang pantas berlaku di sebuah tempat tidak otomatis akan sama pantasnya untuk berlaku di tempat lain. Aceh adalah sebuah daerah istimewa yang keistimewaannya tidak hanya dibangun dari hasil pergolakan fisik, akan tetapi dari dialektika bilai dan ajaran.

Dalam dialektikanya, menurut Taufiqulhadi, Islam kini telah menjadi jati diri Aceh yang dalam perjalanannya telah dimanifestasikan dalam berbagai bentuk aturan legal-formal kehidupan warganya berupa qanun-qanun. 

“Kami juga menyadari bahwa Islam tidak hanya telah menjadi nilai yang membimbing kehidupan syariat dan spiritual akan tetapi juga jati diri sekaligus identitas kebanggaan masyarakat Aceh,” ucapnya.

Kemudian atas ungkapannya yang dipandang penuh kontroversi itu, Taufiqulhadi menjadikannya sebagai pelajaran hidup serta memetik hikmahnya. Dirinya turut mengutip pernyataan seorang arif yang mengatakan bahwa ‘kebebasan yang ada di dalam hidup ini pada dasarnya ditunjukkan untuk menemukan batasan-batasan’.

Termasuk dengan apa yang disebut dengan kebebasan berpendapat dan berekspresi. Di dalamnya pasti terdapat batasan sampai sejauh mana kepatutan dan keabsahan untuk menyampaikan sebuah pendapat atau pandangan.

Batasan tersebut tidaklah selalu terkait dengan benar atau salahnya sebuah pandangan, tetapi juga terkait pada tepatkah pandangan tersebut untuk disampaikan di muka umum.

Sebab, ruang publik tidak hanya terkait dengan logika benar dan salah, tetapi juga dengan nilai etika dan estetika yang di dalamnya terkandung unsur kepantasan, kepatutan atau ketepatan sebuah pandangan. 

Dan inilah pelajaran yang diterima Taufiqulhadi menyusul dengan tayangnya pemberitaan mengenai statementnya di berbagai media yang mengusulkan pemerintah pusat untuk mengembalikan kehadiran bank konvensional ke Aceh.

“Semoga Allah SWT mengampuni segala kekhilafan kami, dan senantiasa membimbing diri ini untuk senantiasa menjadi insan yang peka dan mawas diri,” tutup Taufiqulhadi.(Akh)

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda