Terlibat Kasus Galian C, Vonis Untuk Caleg PDA M Jafar Dinilai Terlalu Ringan
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Bireuen - Hakim Pengadilan Negeri Bireuen pada 28 Maret 2019 menjatuhkan hukuman enam bulan penjara dengan masa percobaan selama 1 tahun dan denda sejumlah Rp. 5000.000 juta terhadap terdakwa M Jafar bin Alm Abdullah, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka akan diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan.
M Jafar dinyatakan terbukti melakukan usaha penambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP) sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 158 Jo Pasal 37, Pasal 40 Ayat (3) Atau Pasal 48 UU RI No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Vonis Hakim lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) T Hendra Gunawan SH. Pada 21 Maret JPU menuntut terdakwa M Jafar dengan tuntutan pidana penjara selama 10 bulan dengan masa percobaan selama 1 tahun dan denda 10.000.000 juta subsidair 3 bulan kurungan.
Penelusuran Dialeksis.com, M Jafar bukanlah wajah baru bagi masyarakat Bireuen. Pada Pemilu April 2019 lalu dari Daftar Calon Tetap yang ditetapkan KIP Bireuen, M Jafar salah satu Caleg DPRK Bireuen Dapil IV yang diusung Partai Daerah Aceh (PDA).
Meski status sebagai terpidana perusakan lingkungan galian C, M Jafar diperkirakan lolos menuju kursi DPRK Bireuen mewakili Dapil IV meliputi Kecamatan Samalanga, Simpang Mamplam dan Pandrah.
Lantas bagaimana tanggapan publik terhadap vonis M Jafar ?
Aktivis Lingkungan dari World Wildlife Fund (WWF) Dede Suhendra mengatakan vonis hakim yang dijatuhkan untuk M Jafar dinilai masih terlalu ringan.
Pada kasus M Jafar polisi menggunakan Undang-undang nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Pasal 160 memang mengatur bagi siapa yang melakukan Eksplorasi IUP tanpa izin bisa diancam pidana 1 tahun.
Padahal menurut dia, penegak hukum juga bisa menggunakan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 109 memang ancaman hukum maksimal 3 tahun. Selain itu bisa juga digunakan pasal lain seperti pasal 98 dengan ancaman maksimal 10 tahun dengan denda diatas Rp 1 milyar.
"Ini bisa dilakukan penegak hukum dengan pendekatan hukum yang sekarang sering disebut dengan multidoor: dengan kata lain: peraturan yg digunakan lebih dari satu," kata Dede Suhendra ,Minggu (26/5/2019) kepada Dialeksis.com
Sementara itu M Jafar saat dimintai tanggapan oleh Dialeksis.com beberapa hari yang lalu mengatakan persoalan kasus yang menjerat dirinya sudah selesai.
"Nyan kaleuh mandum. adak beco kadikerja lom sare.(Itu sudah selesai semua. Mobil Ekscavator (Beco) sudah mulai bekerja kembali)," kata M Jafar.
Sekedar mengulang, M Jafar ditangkap Kepolisian Resort Bireuen pada tanggal 8 November 2018 di Gampong Meuleum Kecamatan Samalanga atas kasus penyalanggunaan IUP.
Kegiatan pertambangan yang dilakukan M Jafar tersebut tidak berada di lokasi yang tertera dalam IUP Operasi Produksi Keputusan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Nomor: 545/DPMPTSP/2779/IUP-OP/2017. Akibat mengeruk pasir melebih batas izin M Jafar terpaksa berurusan dengan hukum. (Faj)