Sengketa Tanah PLTA Peusangan, LBH Banda Aceh Minta Forkopimda Aceh Tengah Turun Tangan
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
Konferensi pers terkait dengan sengkarut masalah pengadaan tanah pembangunan PLTA Peusangan 1 dan 2 di sekretariat LBH Banda Aceh, Rabu (22/11/2023). [Foto: Naufal Habibi/Dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ratusan masyarakat di Kecamatan Silih Nara Kabupaten Aceh Tengah menolak pembangunan area reservoir atau genangan air PLTA Peusangan 1 dan 2. Pasalnya, tanah dan bangunan mereka yang diambil belum dibayar lunas oleh PLN.
Oleh karena itu, masyarakat menuntut agar pembangunan area genangan PLTA Peusangan dihentikan terlebih dahulu sampai tanah dan bangunan mereka dibayar lunas seluruhnya.
Menanggapi persoalan tersebut, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh meminta kepada para pemangku kebijakan di Aceh Tengah untuk turun tangan melihat persoalan sengketa tanah di masyarakat Kecamatan Silih Nara akibat pembangunan PLTA Peusangan.
LBH Banda Aceh juga mengecam tindakan Forkopimda Aceh Tengah yang membatalkan secara sepihak hasil verifikasi dan validasi tahun 2022 dengan alasan ditemukannya dokumen pengadaan tanah tahun 1998-2000
"Kita meminta kepada pemkab Aceh Tengah ini bisa diclearkan dengan bersama persoalan ini semua. Kita mengecam dibatalkan oleh forkopinda yaitu hasil verifikasi dan validasi tahun 2022," kata Kepala Operasional LBH Banda Aceh, Muhammad Qodrat dalam Konferensi pers yang dihadiri oleh media dialeksis.com, Rabu (22/11/2023).
Sebelumnnya, tim verifikasi dan validasi telah melaporkan hasil verifikasi dan validasi yang merekomendasikan PT PLN untuk membayar persil-persil lahan masyarakat yang masih terdapat selisih ukur kurang bayar.
Selanjutnya, merekomendasikan pemberian kompensasi terhadap rumah/bahan bangunan yang diklaim masyarakat terdapat pada persil bidang tanahnya.
Selain itu, merekomendasikan agar PT PLN membebaskan tanah/lahan masyarakat yang kena imbas dari pembangunan genangan PLTA Peusangan.
Dan, menyarankan dilakukan peninjauan dan pengukuran ulang di lapangan untuk keakuratan dan kepastian jumlah ukur.
Namun pada tanggal 3 Februari 2023, Forkopimda Aceh Tengah membatalkan secara sepihak hasil verifikasi dan validasi yang dilakukan pada tahun 2022 dengan alasan ditemukan kembali dokumen pengadaan tanah tahun 1998-2000.
Akibat dari pembatalan tersebut, pihak PLN dan panitia pengadaan tanah juga menolak untuk membayar tanah dan bangunan milik masyarakat.
Qodrat mengatakan bahwa pembatalan hasil verifikasi dan validasi tahun 2022 dengan alasan ditemukannya dokumen pengadaan 1998-2000 adalah tidak masuk akal.
Menurutnya hasil verifikasi dan validasi tahun 2022 sendiri disusun berdasarkan dokumen pengadaan tanah dan peta bidang tahun 1998-2000 yang telah ditemukan.
"Seharusnya ini diberikan ke dalam berita acara. Hasil ini kemudian menjadi acuan ganti rugi tanah masyarakat. Alih alih tapi dibatalkan karena rapat Forkopimda. Apa yang terjadi hari ini ya banyak gesekan yang terjadi di masyarakat di lapangan. Kekhawatirkan akan terjadi konflik vertikal pada masyarakat karena proyek ini digadang sebagai proyek strategis nasional," pungkasnya. [NH]
- Dugaan Malapraktik, LBH Banda Aceh Sesalkan Pernyataan Direktur RSUD Aceh Tamiang
- Terkait Kepentingan Anak Korban Kekerasan Seksual, Muhammad Qodrat: Segera Sahkan Revisi Qanun Jinayat
- LBH Banda Aceh Ancam Laporkan Polres Pidie ke Mabes Polri
- LBH Banda Aceh: Penghentian Kasus Kematian Tahanan BNN Tambah Ketidakpercayaan Masyarakat terhadap Polri