DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Sekjen KAHMI Aceh, Dr Safwan Nurdin SE MSi mendorong pemerintah Aceh berserta Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) untuk mempercepat realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA). Hingga 14 Juli 2025, berdasarkan data P2K realisasi anggaran baru 33,79 persen atau Rp3,72 triliun dari total pagu sebesar Rp11 triliun.
“Ini masih tergolong rendah dan berisiko meninggalkan SILPA (Sisa Lebih Penggunaan Anggaran, Red),” kata Safwan, Selasa (15/7/2025).
Realisasi yang rendah, lanjut dia, akan memperlambat perputaran uang di daerah yang akan berdampak terhadap lesunya perekonomian masyarakat.
Terlebih, sebut Safwan, saat ini tingkat kemiskinan Aceh angka 718,96 ribu atau sebesar 12,64 persen. Belum lagi tingkat pangangguran terbuka yang mencapai 146 ribu orang dari total 2,7 juta angkatan kerja.
“Para kepala SKPA semestinya mengevaluasi dan memonitor percepatan realisasi anggaran. Terlebih program yang berkaitan langsung dengan pelayanan dasar, pengentasan kemiskinan, pengangguran, dan peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah,” tegasnya.
Langkah-langkah strategis yang dapat ditempuh, saran Safwan, diantaranya seperti melakukan monitoring mingguan terhadap realisasi fisik dan keuangan setiap SKPA, memberikan pendampingan teknis bagi SKPA yang mengalami hambatan pelaksanaan, mendorong percepatan proses pengadaan barang dan jasa melalui e-katalog dan tender dini.
“Ini kan SILPA sering terjadi setiap tahunnya,” ujar dia, “Gubernur pelu memberikan reward and punishment.”
Berdasarkan data tahun sebelumnya, sebut Safwan, SILPA cenderung meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2022, SILPA tercatat sebesar Rp1,3 miliar, lalu meningkat menjadi Rp4, 8 miliar di tahun 2023. Bahkan tahun 2024 meningkat lagi menjadi Rp5,3 miliar.
Hal ini, tambahnya, menunjukan bahwa pengelolaan anggaran publik belum efektif dan efisien.
“SKPA perlu melakukan perbaikan kinerjanya, terutama yang realisasi anggaran 50 persen agar visi misi pemerintah Aceh dibawah Gubernur Mualem dapat tercapai,” tutur Safwan.
Menurut Doktor bidang Ekonomi Publik ini, anggaran bukan sekadar angka, tetapi menyangkut layanan dasar masyarakat, pembangunan infrastruktur, hingga penguatan ekonomi lokal.
“Pemerintah Aceh tidak boleh menunda-nunda realisasinya, sehingga tidak terkesan adanya politik anggaran transaksional,” pungkasnya. [*]