kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Sekda Aceh: Dana Refocusing 2020, Tidak Harus Untuk Penanganan Covid-19

Sekda Aceh: Dana Refocusing 2020, Tidak Harus Untuk Penanganan Covid-19

Kamis, 05 Agustus 2021 18:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Sekda Aceh Selaku Ketua Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA), Taqwallah. [Foto: Ist]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh, Taqwallah, menjelaskan bahwa dana refocusing tahun 2020 yang berjumlah 2 triliun lebih tidak harus digunakan untuk penanganan Covid-19. Dalam artian, uang sebanyak itu bisa digunakan untuk keperluan selain penanganan Covid-19.

Dari rilis yang didapat oleh Dialeksis.com, Rabu (05/08/2021) Sekda Taqwallah selaku Ketua Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) dalam rapat dengan Badan Anggaran DPR Aceh, Rabu malam, 4 Agustus 2020, menyahuti pertanyaan dari anggota Badan Anggaran DPR Aceh tentang banyaknya dana refocusing tahun 2020 yang dipakai untuk belanja aparatur di Pemerintah Aceh, seperti rehab gedung Sekda Aceh dan pembelian mobil di banyak Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA).

Menurut Taqwallah, selama ini pihaknya membedakan antara pengertian dana refocusing dengan dana penanganan covid.

“Jadi, pengertian refocusing kita mencoba bagi, ada kegiatan penanganan covid, itu kita istilahkan penanganan covid, bukan refocusing. Yang penanganan covid ya namanya penanganan covid. Kalau saya, saya pisahkan,” kata Taqwallah.

Selanjutnya Taqwallah mengatakan, yang dimaksud dengan refocusing adalah yang pertama dilakukan pada tahun 2020, sedangkan setelah itu tiga kali lagi adalah pergeseran anggaran.

“Kami lebih mengistilahkan dana penanganan covid. Jadi, refocusing itu tidak identik dengan dana penanganan covid. Mungkin di situ kita beda.”

Sementara itu, hal yang sama juga dikatakan oleh anggota TAPA lainnya, Teuku Ahmad Dadek, yang juga Kepala Bappeda Aceh. Dia mengatakan sebenarnya terjadi hanya satu kali, yaitu pada pergeseran pertama.

“Refocusing ini ada dua kegiatan. Yang pertama kegiatan non-covid, yang kedua kegiatan covid,” kata dia.

Kegiatan non-covid, kata dia yaitu rasionalisasi kegiatan-kegiatan di SKPA terutama yang bersumber dari dana Otsus, karena ada pengurangan dari pemerintah pusat sebanyak 1,4 triliun. Yang kedua, kata dia, kegiatan untuk penanganan covid, yaitu untuk kesehatan, jaring pengaman sosial, dan dampak ekonomi. Untuk kesehatan, kata dia, ada dana sekitar 610,8 miliar, yang dapat direalisasikan sebanyak 475,5 miliar.

Sontak, pemaparan Taqwallah dan Ahmad Dadek itu membuat anggota badan anggaran terkejut. Anggota badan anggaran menyatakan apa yang disampaikan oleh TAPA itu bertentangan aturan perundang-undangan yang ada, yaitu Perpu Nomor 1 Tahun 2020 dan juga sejumlah peraturan menteri yang mengatur tentang refocusing.

“Di situ sudah disebutkan bahwa Pemerintah Daerah diminta untuk menyesuaikan belanja barang jasa sekurang-kurangnya 50 persen. Juga belanja modal sekurang-kurangnya 50 persen. Dan juga penyesuaian belanja pegawai,” kata anggota badan anggaran dari Partai Aceh, Iskandar Usman.

Anggaran hasil penyesuaian ini, kata dia, digunakan belanja kesehatan dan hal lain terkait pencegahan penanganan covid19. Kemudian, untuk penyediaan jaring pengaman sosial dan terakhir untuk penanganan dampak ekonomi agar dunia usaha di daerah tetap berjalan.

“Tidak ada disebutkan untuk hal-hal selain yang telah disebutkan dalam PMK itu. Saya menginginkan tambahan penjelasan dari Pak Sekda karena kita harus clear-kan dulu masalah,” kata Iskandar.

Amiruddin Idris, anggota badan anggaran dari PPP juga mengungkapkan kebingungannya terhadap pernyataan Sekda. Menurut dia, Perppu yang dikelularkan oleh Presiden Jokowi tidak akan ada jika tanpa ada covid. Jadi, tidak ada alasan pemakaian uang refocusing untuk kegiatan selain penanganan covid seperti membeli mobil kepala dinas atau kegiatan untuk aparatur lainnya.

“Dalam rangka penanganan covid ini besar kepentingannya untuk masyarakat,” kata Amiruddin Idris.

Sementara Ali Basrah dari Partai Golkar mengatakan perintah perubahan melalui Pergub hanya untuk tiga hal, Apabila ada penggunaan di luar tiga hal itu, maka harus melalui qanun.

“Seperti rebabilitasi ruangan Sekda atau pengadaan mobil di lingkup sekretariat harus dilakukan melalui pembahasan dengan DPRA untuk melahirkan perubahan APBA. Laporkan kepada DPRA, kita lakukan perubahan. Itu yang tidak terjadi,” kata dia.

Sekda dan Taqwallah Teuku Ahmad Dadek tidak menanggapi lagi apa yang dipertanyakan oleh anggota badan anggaran terkait refocusing itu.

Rapat antara Badan Anggaran DPR Aceh dengan TAPA merupakan rapat terakhir yang dilakukan badan anggaran sebelum menyusun pendangan akhir. Rapat itu dihadiri oleh Ketua DPR Aceh Dahlan Jamaluddin, Wakil Ketua II Hendra Budian dan Wakil Ketua III Safaruddin.

Rapat dimulai sejak Rabu pagi, 4 Agustus 2021 dan berakhir hingga Kamis dinihari, 5 Agustus 2021.

Wakil Ketua III DPR Aceh, Safaruddin, sebelum menutup rapat menyatakan kekecewaannya terhadap TAPA yang tidak pernah serius dalam membahas pertanggungjawaban tahun 2020. Sementara Wakil Ketua Hendra Budian juga menyatakan hal yang sama. Menurut Hendra Budian, TAPA tidak pernah punya political will untuk membahas Rancangan Qanun Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBA 2020 yang anggarannya telah digunakan oleh Pemerintah Aceh. (*)

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda