Sejarawan Aceh Beberkan Lima Kitab Kedokteran Patokan Masa Kesultanan Aceh
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
T.A. Sakti Sejarawan Aceh
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Sejarawan Aceh, T.A. Sakti, menjelaskan mengenai perhatian yang telah lama diberikan terhadap bidang kedokteran di Aceh. Menurutnya, bukti nyata perhatian tersebut dapat ditemukan dalam lima kitab yang ditulis pada masa kesultanan Aceh.
Salah satu kitab pertama yang membahas bidang kedokteran di Aceh adalah "Bustanus Salatin" (Taman Para Sultan) yang ditulis oleh Syekh Nuruddin Ar-Raniry. Kitab ini memberikan pengetahuan yang luas mengenai praktik kedokteran yang berkembang di Aceh pada masa itu.
T.A. Sakti menjelaskan keberadaan buku-buku ini menjadi bukti penting akan keterlibatan dan perhatian kesultanan Aceh terhadap dunia kedokteran. Melalui kitab-kitab tersebut, pengetahuan medis dan pengobatan di Aceh telah dituangkan dan diwariskan kepada generasi berikutnya.
Bustanus Salatin tersusun dalam 7 bab dan setiap bab berisi sejumlah pasal pula. Bab ke 7 terdiri dari 5 pasal, dan salah satunya berisi ilmu Tabib.
"Pembahasan tertua mengenai obat herbal di Aceh sudah ada pada abad 17 yang ditulis Syekh Nuruddin Ar-Raniry dalam kitab beliau Bustanus Salatin," kata T.A. Sakti kepada Dialeksis.com, Sabtu (10/6/2023).
Selanjutnya, kitab kedua menurut T.A. Sakti ada dijelaskan dalam kitab Tambeh Tujoh yang dikarang oleh H Syekh Abdussalam yang merupakan kakek Teungku Chiek Di Tiro Muhammad Saman (Pahlawan Nasional dari Aceh).
Pada bagian kedua dan ketiga khusus membahas mengenai berbagai jenis obat dan organ-organ tubuh manusia, tertulis dalam huruf Jawi/Jawoe berbentuk syair bahasa Aceh.
Mengenai asal-usul penyakit, Tambeh Tujoh hanya menyebut dua sumbernya. Pertama, akibat makan-minum yang tidak teratur (tak diadatkan) serta makan terlalu banyak atau makan berlebihan.
"Istilah populer sekarang kesalahan pola makan. Kedua, rusak atau hilangnya keseimbangan dari empat kekuatan dalam tubuh seseorang," tuturnya.
T.A. Sakti menjelaskan bahwa karya ketiga mengenai obat dalam bentuk syair berjudul kitab Kisah Afrahu Tabib ( Aceh: Kisah Apeurahu Tabib).
Kisah itu tertulis dalam bahasa Aceh, huruf Arab Melayu atau Jawi alias Jawoe; menjelaskan mengenai tanaman obat yang dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit pada manusia.
Kitab keempat, Karya keempat mengenai obat, merupakan sebagian isi kitab Tajul Muluk (Mahkota Raja) yang disusun Syekh Ismail al Asyi pada zaman sultan Ibrahim Mansur Syah(1837-1870 M).
Kitab tersebut ditulis atas perintah sultan Aceh. Didalamnya mengandung tata cara mengobati luka, obat pelupa dan lain sebagainya.
"Di tahun 1987, salah satu obat yang pernah saya praktekkan dari isi kitab Tajul Muluk adalah obat pelupa, yakni dengan meminum air jahe(halia) atau bubuk jahe yang telah ditumbuk. Agar tidak terasa perih/pedas, air jahe itu saya campur dengan telur setengah matang. Setelah meminum satu sendok teh bubuk jahe setiap pagi setelah makan selama dua bulan, alhamdulillah penyakit lupa saya sembuh,"ujarnya.
TA Sakti mengatakan bahwa kitab obat kelima adalah naskah yang disadur oleh Syekh Abbas Kutakarang dari naskah bahasa Arab yang berjudul Kitaburrahmah Fitthibbu Walhikmah.
"Didalamnya dijelaskan mengenai tanaman obat dan nama penyakit yang dapat diobati dengan mudah," pungkasnya.