kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / RUU Kesehatan Disahkan, Hilangnya Mandatory Spending Menuai Sorotan

RUU Kesehatan Disahkan, Hilangnya Mandatory Spending Menuai Sorotan

Rabu, 12 Juli 2023 14:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Zulkarnaini


Direktur Rumah Sakit Pendidikan Universitas Syiah Kuala (USM) dr. Iflan Nauval, M.clH, Sp.GK 


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law menjadi Undang-Undang. Namun, beberapa substansi dalam RUU ini menjadi sorotan, terutama terkait hilangnya mandatory spending dalam anggaran kesehatan.

Salah satu poin yang menarik perhatian adalah hilangnya mandatory spending yang sebelumnya diatur dalam UU Kesehatan. Mandatory spending merupakan ketentuan yang mengharuskan pemerintah mengalokasikan dana anggaran tertentu untuk sektor kesehatan. 

Direktur Rumah Sakit Pendidikan Universitas Syiah Kuala (USM) dr. Iflan Nauval, M.clH, Sp.GK mengemukakan keprihatinannya terkait dampak hilangnya mandatory spending ini.

Menurut dr. Iflan Nauval, hilangnya mandatory spending berpotensi menciptakan ruang bagi privatisasi di sektor kesehatan. 

“Ini memunculkan kekhawatiran bahwa akses terhadap pelayanan kesehatan dapat terbatas bagi masyarakat yang kurang mampu secara finansial,” kata dr. Iflan Nauval kepada DIALEKSIS.COM, Rabu (12/7/2023). 

Menurut dr. Iflan Nauval, privatisasi di sektor kesehatan juga bisa berdampak pada kualitas dan kesetaraan pelayanan kesehatan. Dengan adanya motivasi bisnis, keberlanjutan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat mungkin menjadi perhatian yang lebih rendah. Oleh karena itu, keberadaan mandatory spending dalam anggaran kesehatan dianggap penting untuk memastikan akses dan kualitas pelayanan kesehatan yang merata.

“Hilangnya mandatory spending juga perlu perhatian yang lebih besar terhadap upaya pencegahan dan promosi kesehatan. Dalam sistem kesehatan yang berkelanjutan, pencegahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan masyarakat menjadi aspek penting yang harus diperhatikan,” katanya. 

Menurutnya dengan menghilangnya mandatory spending, keberlanjutan program-program pencegahan dan promosi kesehatan dapat terganggu, yang pada gilirannya dapat berdampak negatif pada tingkat kesehatan masyarakat.

Pemerintah dan pemangku kepentingan terkait perlu menjawab keprihatinan ini dengan memberikan jaminan bahwa akses terhadap pelayanan kesehatan yang terjangkau dan berkualitas akan tetap menjadi prioritas. Langkah-langkah yang proaktif dan kebijakan yang berpihak kepada kesehatan masyarakat perlu diambil untuk memastikan bahwa privatisasi yang berlebihan tidak merugikan aksesibilitas dan keadilan dalam pelayanan kesehatan.

dr. Iflan Nauval, M.clH, Sp.GK bersama organisasi profesi untuk melakukan judicial review terhadap Undang-Undang (UU) Kesehatan. Dia menekankan pentingnya pelayanan kesehatan sebagai hak masyarakat yang harus dijamin oleh negara.

Dalam upayanya untuk memperjuangkan hak masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, dr. Iflan Nauval mengajak organisasi profesi yang terkait dengan sektor kesehatan untuk melakukan judicial review terhadap UU Kesehatan. Melalui langkah hukum ini, diharapkan dapat memperkuat perlindungan hukum terhadap pelayanan kesehatan dan memastikan bahwa hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas tetap terjamin.

Keyword:


Editor :
Zulkarnaini

riset-JSI
Komentar Anda