Beranda / Berita / Aceh / Revisi Qanun Jinayat, Hukuman Bagi Pelaku Tak Ada Lagi Pilihan Cambuk Atau Penjara

Revisi Qanun Jinayat, Hukuman Bagi Pelaku Tak Ada Lagi Pilihan Cambuk Atau Penjara

Rabu, 30 November 2022 20:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar

Kepala Dinas Syariat Islam Aceh, Dr EMK Alidar SAg Mhum. [Foto: Ist]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kepala Dinas Syariat Islam (DSI) Aceh, Dr EMK Alidar SAg Mhum mengatakan bahwa Revisi Qanun Aceh tentang Jinayat sebenarnya sudah didorong sejak tahun 2020.  

Hanya saja, kata dia, dorongan Revisi Qanun Jinayat pada waktu itu berakhir mengendor karena hadirnya dua surat edaran dari Mahkamah Agung dan dari Kejaksaan Agung.

Kemudian, lanjut dia, akhir-akhir ini dengan adanya dorongan dari organisasi maupun LSM, akhirnya Revisi Qanun Jinayat disepakati oleh eksekutif dan legislatif. Dan Revisi Qanun Jinayat ini menjadi usul inisiatif DPR Aceh.

“Alhamdulillah sudah ada pengkajian beberapa Pasal. Kalau tidak salah saya ada 12 Pasal yang dilakukan revisi. Salah satunya terkait dengan perlindungan korban kekerasan seksual yang notabenenya banyak dialami anak-anak,” ujar EMK Alidar kepada reporter Dialeksis.com, Banda Aceh, Rabu (30/11/2022).

Di sisi lain, ujar Kepala DSI Aceh itu, dalam Revisi Qanun Jinayat tersebut juga terjadi peningkatan akumulatif uqubat. Jika kemarin hukuman bagi pelaku adalah penjara atau cambuk (dipilih salah satu), di draft revisi terbaru hukumannya ditambah dan tidak ada lagi penyebutan “Atau” untuk Pasal hukuman bagi si pelaku.

“Dari penjara 200 bulan dinaikkan menjadi 250 bulan. Kemudian tidak ada lagi kalimat ‘Atau’. Kalimat yang dipakai kemarin ‘Ditambah’ penjara maksimal 250 bulan, ‘Ditambah’ hukuman cambuk 50 kali, dan ‘Ditambah’ denda,” jelasnya.

Saat ditanya kapan akan direalisasikan Revisi Qanun Jinayat ini, Kepala DSI Aceh itu menyebutkan bahwa Revisi Qanun Jinayat akan rampung dalam tahun 2022.

“Di minggu kedua Desember ini insyaallah akan selesai fasilitasi dengan tim Kemendagri. Kemudian nanti akan diparipurnakan di DPR Aceh untuk kemudian disahkan menjadi qanun,” ungkapnya.

EMK Alidar juga menyampaikan bahwa inti dari perlindungan korban kekerasan seksual adalah keinginan semua masyarakat, termasuk juga keiinginan Pemerintah Aceh untuk melindungi dan memulihkan trauma korban.

“Ini keinginan kita bersama untuk melindungi korban yang kebanyakan adalah anak-anak. Revisi Qanun Jinayat ini tentu dalam proses implementasinya nanti kita akan memperlakukan korban dengan baik, dan juga memperberat hukuman bagi si pelaku,” pungkasnya.(Akh)


Keyword:


Editor :
Akhyar

riset-JSI
Komentar Anda