Beranda / Berita / Aceh / Respon Parnas dan Parlok di Aceh Saat DPRA Ajak Pilkada 2022

Respon Parnas dan Parlok di Aceh Saat DPRA Ajak Pilkada 2022

Rabu, 24 Maret 2021 15:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar
[Foto: Akhyar/Dialeksis]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ketua Komisi I DPRA, Muhammad Yunus M Yusuf meminta kepada semua pihak, baik Pemerintah Aceh, Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh maupun fraksi partai lokal maupun nasional untuk memperjuangkan Pilkada Aceh tahun 2022.

Perjuangan kekhususan Aceh itu ia falsafahkan seperti cerita burung dan cicak dalam cerita Nabi Ibrahim Alaihisalam.

“Yang kita usahakan kan ini sesuatu yang baik bagi Aceh, yakinlah. Karena perjuangan ini sudah 32 tahun lamanya. Darah menetes. Makanya, marilah kita saling meneteskan keringat, walau tidak berhasil nanti tapi setidaknya kita sudah berusaha," ujar M Yunus dalam Rapat Koordinasi yang dilakukan di Gedung DPRA, Banda Aceh, Rabu (24/3/2021).

"Mari sama-sama kita jadi seperti burung yang memercikkan air, jangan jadi cicak yang meniup api dalam cerita nabi Ibrahim Alaihissalam,” tambahnya.

Dalam rapat koordinasi tersebut, hadir juga perwakilan-perwakilan dari partai lokal Aceh dan partai nasional di Aceh. Ke semua fraksi itu menyatakan sikap kurang lebih sama semua, yaitu menyepakati pelaksanaan Pilkada Aceh yang akan dilakukan pada tahun 2022.

Sekretaris DPD Gerindra Aceh, Maulisman Hanafiah mengatakan, Partai Gerindra Aceh masih mempertahankan komitmen Pilkada Aceh tahun 2022 sebagaimana yang telah disampaikan saat kunjungan Komisi I DPRA ke kantor DPD Gerindra Aceh akhir-akhir ini.

“Kita harus bersatu untuk menjaga kekhususan Aceh. Satu kata untuk bersama-sama ke tingkat nasional untuk memperjuangkan kepentingan Aceh yang lebih besar. Gerindra Aceh tetap menghendaki supaya Pilkada Aceh tetap di 2022,” kata Maulisman saat dikasih kesempatan bicara oleh Ketua DPRA Aceh, Dahlan Djamaluddin.

Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Dewan Pimpinan Aceh Partai Aceh (DPA-PA), Suadi Sulaiman mengajukan dua pertanyaan di dalam Rapat Koordinasi tersebut.

Pertama, ia mempertanyakan masalah kesiapan anggaran Pilkada Aceh untuk tahun 2022 yang waktunya tinggal sebentar lagi.

Kedua, ia juga mempertanyakan bagaimana sikap Pemerintah Aceh terhadap Pilkada Aceh yang akan dilaksanakan di tahun 2022.

“DPRA sudah mulai bergerak, Pemerintah Aceh sendiri masih adem ayem saja. Orang-orang lintas partai disuruh bangun semua. Tapi pemimpin Aceh masih belum bersuara,” kata Suadi atau pria yang akrab disapa Adi Laweung.

Di saat yang bersamaan, Wakil Ketua Umum Partai Aceh, Azhari Cage mengapresiasi pihak Partai Lokal Aceh dan Partai Nasional di Aceh terhadap pernyataan sikap bersama Pilkada Aceh 2022 ini.

Tetapi, ia meminta kepada semua pihak untuk tidak hanya melakukan pernyataan sikap saja, melainkan harus dibarengi dengan langkah kongkrit yang harus diambil.

Azhari meminta semua pihak untuk tetap menjaga ke enam kewenangan yang terkadung dalam MoU Helsinki dan UUPA sebagai harga yang wajib dipertahankan.

 “Maka dalam hal ini perlu langkah kongkrit. Apakah setelah rapat ini, Gubernur Aceh, DPRA, KIP Aceh dan fraksi partai yang ada di Aceh harus menghadap Presiden untuk menegaskan bahwa kita Aceh Pilkada harus di tahun 2022,” kata Azhari.

Azhari juga menyayangkan ketidaktersediaan anggaran tahapan Pilkada 2022 dalam APBA 2021.

Karena menurut dia, pencantuman anggaran Pilkada dalam nomenklatur APBA 2021 sangat penting untuk menunjukkan komitmen bersama orang-orang Aceh terhadap pelaksanaan Pilkada Aceh tahun 2022.

“Karena saat kita ajukan ke Mendagri dan mereka menyetujuinya walau anggaran itu hanya sedikit, maka secara tidak langsung dan secara politik, Mendagri sudah menyetujui Pilkada Aceh tahun 2022. Tetapi ketika tidak tersedia anggaran, kita akan dianggap tidak komit dengan UUPA. Padahal dalam UUPA sudah jelas dinyatakan bahwa Pilkada Aceh itu setiap lima tahun sekali,” jelas Azhari.

Ia mengatakan tidak ada anggaran Pilkada yang tercantum dalam APBA 2021 adalah kesalahan bersama.

“Gubernur tidak mengajukan di dalam APBA, dan di dalam KUA-PPAS. Dan DPRA juga tidak menyahuti, buktinya tidak ada yang terdapat di akhir Badan Anggaran, tidak ada juga terdapat di akhir fraksi-fraksi, tetapi, ya sudahlah,” kata dia.

Ia juga menegaskan agar KIP Aceh jangan hanya menetap-netapkan saja tahapan Pilkada, tetapi apa yang telah ditetapkan harus dilaksanakan.

Azhari juga menegaskan agar Gubernur Aceh juga ikut bertanggungjawab terhadap kelangsungan Pilkada Aceh tahun 2022. Ia meminta agar semua jajaran untuk masalah Pilkada Aceh tahun 2022 jangan melakukan politik buang badan.

“Gubernur buang badan ke DPRA, DPRA buang badan ke KIP, KIP buang badan ke KPU, KPU buang badan ke Pemerintah Republik Indonesia. Tidak boleh seperti itu. Hari ini harus ada komitmen bersama, kalau misalnya Pilkada Aceh 2022 tidak disetujui oleh pusat, maka apa langkah kita selanjutnya,” pungkas Azhari.

Keyword:


Editor :
Sara Masroni

riset-JSI
Komentar Anda