kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / PT. EMM Tidak Miliki IPPKH

PT. EMM Tidak Miliki IPPKH

Kamis, 20 Desember 2018 15:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Muhammad Nur, Direktur Eksekutif Walhi Aceh (Foto: The Globe Journal.com)

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - PT. Emas Mineral Murni (PT. EMM) telah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi melalui SK Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI Nomor 66/I/IUP/PMA/2017 tertanggal 19 Desember 2017, dengan luas area izin 10.000 hektar di Kabupaten Nagan Raya dan Kabupaten Aceh Tengah, untuk jangka waktu 20 tahun.

Hasil overlay oleh Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, areal IUP PT. EMM dengan Peta Kawasan Hutan Provinsi Aceh skala 1:250.000 sesuai lampiran Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.103/MenLHK-II/2015 tanggal 2 April 2015, areal IUP PT. EMM berada pada Kawasan Hutan Lindung (HL) seluas 6.019 ha dan Areal Penggunaan Lain (APL) seluas 3.981 Ha.

Berdasarkan data perkembangan penggunaan kawasan hutan di Direktorat Rencana, Penggunaan dan Pembentukan Wilayah Pengelolaan Hutan, Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, tidak terdapat Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) maupun permohonan IPPKH atas nama PT. EMM.

Undang-undang No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No 19 tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 105 tahun 2015, diatur; penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan diluar kegiatan kehutanan dilakukan melalui pemberian izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan dalam kawasan hutan lindung hanya dapat dilakukan dengan pola pertambangan bawah tanah.

Hal itu disampaikan Direktur Walhi Aceh Muhammad Nur melalui release yang diterima Dialeksis.com pada Rabu (19/12) malam. Menurutnya, Dalam konteks kekhususan Aceh, Qanun Aceh No 7 Tahun 2016 tentang Kehutanan diatur; Penggunaan Kawasan Hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan untuk kepentingan pembangunan strategis untuk publik yang tidak dapat dielakkan.

Pemberian izin penggunaan Kawasan Hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan dilakukan melalui izin pinjam kawasan hutan yang dikeluarkan oleh Gubernur setelah mendapat rekomendasi dari Dinas dan dilaporkan kepada DPRA.

Sesuai dengan Pasal 134 ayat (2) UU No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, kegiatan usaha pertambangan tidak dapat dilaksanakan pada tempat yang dilarang untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan sebelum memperoleh izin dari instansi Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Lebih tegas, Pasal 50 ayat (3) huruf g jo. Pasal 38 ayat (3) UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan mengatur bahwa setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan, tanpa melalui pemberian Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan yang diterbitkan oleh Menteri Kehutanan dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan.

Pelanggaran terhadap suatu kegiatan pertambangan dalam kawasan hutan tanpa dilengkapi IPPKH akan berdampak pada ancaman sanksi pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) sebagaimana diatur di dalam Pasal 78 ayat (6) UU Kehutanan.

Tunduk terhadap ketentuan kewajiban pemenuhan IPPKH dalam kegiatan pertambangan di dalam kawasan hutan, maka sesuai dengan Pasal 119 UU Minerba, Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dapat dicabut oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya karena alasan pemegang IUP atau IUPK tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam IUP atau IUPK serta peraturan perundang-undangan.

Dalam kasus izin pertambangan oleh PT. EMM yang telah mendapatkan penolakan dari berbagai elemen di Aceh, termasuk gugatan hukum oleh masyarakat dan WALHI Aceh.

"Sudah seharusnya Kepala BKPM RI mencabut dan membatalkan IUP Operasi Produksi PT. EMM. Begitu pula halnya Gubernur Aceh telah memiliki dasar hukum yang kuat untuk merekomendasikan pencabutan izin tersebut," sebut direktur Walhi Aceh dalam releasenya, Rabu (19/12) malam.

Muhammad Nur juga meminta agar pemerintah Aceh segera mungkin menindaklanjuti hasil paripurna DPR Aceh agar dibentuk tim khusus yang melibatkan DPRA untuk melakukan upaya hukum terhadap izin usaha pertambangan operasi produksi yang dikeluarkan oleh BKPM RI Nomor 66/1/IUP/PMA/2017 tanggal 19 Desember 2017.

"Karena sampai hari ini, Plt. Gubernur atas nama Pemerintah Aceh belum melakukan upaya konkrit untuk menindaklanjuti mandat paripurnan tersebut," tutupnya. (rel)


Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda