Psikolog Rahmah: Literatur Biopsikologi Sebut Usia Mantap Menikah itu Minimal 25 Tahun
Font: Ukuran: - +
Reporter : Auliana Rizky
Psikolog Klinis-Forensik dari Psikodista Konsultan, Siti Rahmah
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pada dasarnya, pernikahan itu butuh persiapan, baik fisik maupun mental, bisa jadi mereka yang menikah dini, usia mentalnya belum tercukupi.
Mengapa demikian? Jika secara fisik reproduksinya sudah baik, tetapi di sisi lain ekonomi juga mencukupi, kemampuan ia untuk bersosialisasi sudah baik. Kemudian dalam hal mental apa?
Ia mampu memecahkan masalah dengan baik, bagaimana ia membangun hubungan dengan orang lain, karena tentu ada norma yang berpengaruh terhadapnya, apalagi perbedaan usia yang jauh.
Dalam hal ini, Psikolog Klinis-Forensik dari Psikodista Konsultan, Siti Rahmah mengatakan, remaja itu ada perkembangan psikososial, ketika anak berusia remaja ini apa, dewasa apa. Tugas-tugas ini mungkin belum selesai, malah dia mengalami lompatan tugas, akhirnya dalam membangun rumah tangga ia mengalami hambatan.
Remaja yang harusnya bermain, mengeksplorasi, atau sedang mencari jati diri, malah dihadapkan pada tugas-tugas rumah tangga.
"Seharusnya tugas ia mempelajari tentang dirinya, tetapi ngak sampai selesai, dan ia kemudian dituntut untuk menjadi orang tua," ucapnya saat diwawancarai Dialeksis.com, Sabtu (25/3/2023).
Ada beberapa hal yang harus dipelajari jika ingin menjadi parents as counselor, orang tua harus melakukan pendekatan dengan si anak, berhasil atau tidak, itu adalah hal yang utama. Karena melalui pendekatan tersebut, akhirnya menimbulkan rasa percaya (keterbukaan). Keterbukaan juga harus difasilitasi, seperti menjalin komunikasi yang baik. Artinya ada rasa empati dan tidak boleh jauh-jauh dari pemantauan faktor perkembang anak.
Tidak lupa juga kalah pentingnya sebagai orang tua memberikan contoh yang baik untuk anaknya, apalagi anak yang berusia 0-5 tahun, ia sangat cekatan dalam melihat dan meniru. Maka dari itu, berbeda pola pengasuhan antara anak yang usia 5 tahun, 15 tahun, atau 17 tahun.
Ia juga menyebut, permasalahan yang terjadi di masyarakat sekarang juga banyak anak-anak yang broken home atau hamil di luar nikah, kemudian memilih menikah di usia dini padahal belum siap untuk menikah.
Artinya pernikahan itu belum menjadi acuan, memang pencegahan itu lebih baik daripada mengobati. Namun, kalau memang sudah terjadi, beri ia pengetahuan dan buat pendekatan agar ia lebih terbuka sehingga trans generation trauma tidak diturunkan ke anaknya nanti.
Kesalahan parenting yang diturunkan ke kita oleh orang tua, jangan sampai diturunkan ke anak kita juga nantinya. Hal-hal seperti ini perlu distop, mungkin dengan bantuan psikolog.
"Jangan ragu dan takut untuk melakukan konsultasi psikologis, psikolog juga akan memberi pemahaman terkait masalah-masalah yang dialaminya," ujarnya lagi.
Dalam literatur biopsikologi disebutkan bahwa mempelajari perilaku manusia itu adalah usia 25 tahun, karena ada area di dalam kepala manusia paling depan atau prefrontal cortex.
Prefrontal cortex ini berfokus pada mengembangkan kemampuan untuk mengontrol impuls, seperti makan, tidur, memecahkan masalah, mengontrol emosi, dan hubungan seks. Jadi, dorongan-dorongan dasar itulah yang dipelajari di usia 25 tahun.
"Semuanya sempurna terbentuk dan selesai perkembangan di usia 25 tahun, maka, secara biopsikologi, usia menikah baiknya itu adalah minimal usia 25 tahun," tuturnya.
Pengalaman sangat berpengaruh pada otak manusia, menurut literatur disebutkan demikian. Namun, ada yang usia di bawah 25 tahun mungkin mereka jauh lebih berpengalaman. Hal tersebut disebabkan keluarganya, artinya mereka dididik dan diberi ilmu yang cukup.
"Jadi, kalau menikah di bawah usia 25 tahun juga ngak papa, intinya orang tua tetap harus belajar," pungkasnya.