Proses Seleksi PPPK Aceh Besar Menuai Polemik, BKPSDM Belum Berikan Klarifikasi
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Proses rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Kabupaten Aceh Besar tahun 2024 menuai polemik diantara sejumlah peserta test PPPK formasi mata anggaran tahun 2024.
Sebagaimana dapat Diketahui, Kebutuhan formasi PPPK di Aceh Besar tahun 2024 diketahui mencapai 1.000 posisi, terdiri dari 378 untuk jabatan guru, 185 untuk tenaga kesehatan, dan 437 untuk jabatan teknis.
Informasi rekrutmen ini dapat diakses melalui portal SSCASN dan Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Aceh Besar. Namun, proses yang seharusnya transparan dan akuntabel kini diragukan oleh publik.
Hal ini disebabkan, diindikasikan terjadinya penyimpangan dalam proses rekrutmen mulai terungkap, salah satunya terkait nama (SW), seorang peserta tes yang diduga tidak memenuhi syarat administrasi untuk kualifikasi formasi PPPK 2024 Pemkab Aceh Besar.
(SW), seorang lulusan D3 Farmasi, diketahui sebelumnya bekerja sebagai tenaga kontrak di Puskesmas Kuta Baro, Aceh Besar. Namun, berdasarkan penelusuran, ia telah berhenti bertugas sejak bulan Oktober 2022, kemudian masuk kembali pada awal Januari tahun 2024, dugaan publik yang mendapat respon keras dari Peserta PPPK lainnya adalah pemalsuan SK pada tahun 2023.
Meski demikian, pada 2024, namanya muncul sebagai salah satu peserta tes PPPK, meskipun regulasi mensyaratkan pengalaman kerja aktif sebagai tenaga kontrak minimal dua tahun sebelum mengikuti seleksi.
Guna memastikan hal itu, Dialeksis.com meminta klarifikasi kepada Kepala Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan (BKPP) Aceh Besar, Drs. Asnawi, M.Si. Namun, hingga berita ini diturunkan, tidak ada tanggapan dari pihak BKPP serta bungkam terhadap media.
Upaya untuk mendapatkan kebenaran informasi tersebut, lebih lanjut menelusuri melalui laman resmi BKPSDM Kabupaten Aceh Besar juga menemui kendala, Saat diakses, portal tersebut tidak dapat dibuka dan menampilkan pesan "koneksi anda tidak pribadi."
Tidak sampai sebatas itu saja, upaya Dialeksis.com juga menghubungi Kepala Kantor Regional BKN XIII Aceh, Agus Setiadi. Dalam tanggapannya, Agus menjelaskan bahwa BKN hanya bertugas melaksanakan seleksi. Verifikasi administrasi sepenuhnya menjadi kewenangan instansi terkait.
“Untuk syarat umum seperti pendidikan dan NIK, kami melakukan validasi di akhir. Tetapi untuk hal spesifik seperti pengalaman kerja atau besaran gaji, itu mutlak dari instansi,” jelas Agus.
Ketika ditanya apakah hasil seleksi dapat dibatalkan jika ditemukan cacat administrasi, Agus menegaskan bahwa keputusan bergantung pada instansi terkait.
Menanggapi indikasi penyimpangan rekrutmen tersebut, dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Syiah Kuala, Saddam Rafsansjani, menyatakan bahwa kasus ini perlu ditelusuri lebih lanjut oleh Aparat Penegak Hukum (APH).
“Jika benar terjadi pemalsuan dokumen atau manipulasi data administrasi, maka ini bukan sekadar pelanggaran etika, tetapi juga pidana. APH harus segera bergerak untuk memastikan tidak ada pihak yang bermain di balik proses ini, dan tentu mengambil hak peserta lain yang lebih berhak, ini bentuk abuse of power karena terindikasi manipulasi SK (Red_Surat Keterangan),” ujar Saddam.
Ia juga menyoroti pentingnya transparansi dalam pengelolaan data dan dokumen administrasi, mengingat rekrutmen PPPK adalah harapan besar bagi tenaga honorer yang telah lama mengabdi.
Kasus ini memunculkan keresahan di kalangan masyarakat Aceh Besar, terutama para tenaga honorer. Banyak pihak berharap pemerintah daerah bertindak tegas untuk mengusut tuntas dugaan ini.
“Jika benar ada manipulasi, ini mencederai keadilan bagi yang sudah lama menunggu kesempatan menjadi PPPK. Jangan sampai proses ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu,” ujarnya.
Hingga berita ini dipublikasikan, belum ada jawaban konkret dari BKPP Aceh Besar terkait dugaan pelanggaran ini. [nh]