Beranda / Berita / Aceh / Prof Firman Jelaskan Skema Presidential Threshold Jadi Nol Persen

Prof Firman Jelaskan Skema Presidential Threshold Jadi Nol Persen

Kamis, 16 Desember 2021 21:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar

Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof Dr Firman Noor MA. [Foto: Ist] 


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Mahkamah Konstitusi (MK) mendapat 'serbuan' gugatan soal Presidential Threshold (PT) agar angka 20 persen menjadi 0 persen. 

Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof Dr Firman Noor MA mengatakan, pengusulan PT menjadi 0 persen tidak ada sangkut pautnya dengan pernyataan Prabowo Subianto maju sebagai kandidat Bakal Calon Presiden.

“Nggak ada hubungannya, apakah Prabowo maju atau tidak. Tapi, pengajuan itu lebih objektif, logis, bukan untuk menjagal seseorang,” sebut Prof Firman Noor kepada reporter Dialeksis.com, Banda Aceh, Kamis (16/12/2021).

Prof Firman berujar, Presidential Threshold (PT) adalah tidak sejalan dengan makna keserentakan. Karena PT itu merupakan sesuatu yang unik dan hanya ada di Indonesia, yaitu satu sistem presidensial yang niatnya ingin menciptakan pemilu serentak namun menggunakan syarat. 

Padahal, kata dia, negara lain tidak ada syarat itu. Kemudian, nol persen juga menghindari terjadinya polarisasi, sehingga ada semacam dua kekuatan yang muncul yang menciptakan polarisasi yang akhirnya bisa menyebabkan adanya satu konflik berkepanjangan.

“Karena dengan adanya nol persen, setiap orang akan bisa ikut serta. Sehingga tidak meruncing hanya pada dua kubu,” jelasnya.

Selanjutnya, kata Prof Firman, dengan adanya nol persen, maka setiap orang tidak perlu berkongkalikong untuk memenuhi kuota persentase Presidential Treshold yang ditentukan.

“Misal, yang sekarang 20 kursi dan itu orang harus cari cara bagaimana memenuhinya. Nah, Itu menjadi poin bagi terjadinya money politic (politik uang), Karena kursi-kursi itu diperjualbelikan dalam praktiknya,” ucapnya.

Dengan kata lain, ungkap Prof Firman, PT itu menyemarakkan money politic, dan hal Itu pula yang menyebabkan politik biaya tinggi. Dengan politik biaya tinggi ini, menyebabkan oligarki tetap ada. Karena mereka yang bisa memenuhi kebutuhan politisi akan biaya politik tinggi. 

“Adanya PT itu menyebabkan secara tidak langsung oligarki ini punya alasan untuk tetap hidup, karena deposit yang mahal. Bayangkan kalau tidak perlu pakai berkongkalikong. Setiap partai boleh. Itu kan pasti nggak pakai uang. Nah, oligarki ini juga kehilangan kekuatannya, karena tidak ada alasan untuk eksis, karena biaya politik menjadi lebih murah,” jelasnya.

Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI itu mengatakan, dengan tidak adanya PT, semua orang bisa mengajukan pilihan-pilihan, sehingga orang bermutu masih punya peluang untuk bisa maju. 

“Beda dengan saat ini, hanya mereka yang didukung partai besar atau punya finansial yang besar yang bisa maju. Meskipun seseorang itu pintar, brilian, tapi karena suara partainya kecil atau dia tidak didukung oleh oligarki yang kuat,ya, tereliminasi orang-orang itu,” pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda